Jakarta, bantuanhukum.or.id – LBH Jakarta selenggarakan diskusi publik dengan tema “Kami Terusir: Mengungkap Penggusuran Paksa di DKI Jakarta” di gedung LBH Jakarta, Senin (31/08). Diskusi ini di gelar sebagai bentuk upaya untuk menemukan LBH Jakarta untuk menemukan solusi akibat maraknya penggusuran paksa di DKI Jakarta.
Diskusi publik ini dipandu oleh salah satu Pengacara Publik LBH Jakarta, Atika Yuanita, dan menghadirkan Koordinator Ciliwung Merdeka, Romo Sandyawan Sumardi sebagai pembicara bersama Alldo Felix Januardi dari LBH Jakarta. Atika Yuanita sebagai moderator membuka acara dengan memberikan sebuah pengantar berupa gambaran pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi jika penggusuran dilakukan tidak dengan prosedur yang benar.
“Massifnya penggusuran paksa di DKI Jakarta yang disertai dengan kekerasan fisik dan psikis, pelanggaran prosedur penggusuran, pelanggaran hukum dan HAM , serta penggunaan kekuatan militer, benar-benar menjadi momok bagi masyarak miskin ibu kota,” katanya saat membuka diskusi.
Dalam kesempatan ini, Romo Sandyawan bercerita seputar pengalamannya ketika ia turun langsung mengadvokasi warga Kampung Pulo. Ia menceritakan, melalui Kampung Pulo dirinya mendapatkan gambaran bahwasannya pemerintah DKI Jakarta tidak melaksanakan penggusuran selama ini dengan manusiawi.
“Pemerintah DKI Jakarta dalam hal ini sebagai pelaku utama penggusuran paksa, sama sekali tidak mensosialisasikan titik-titik mana saja yang akan menjadi lokasi penggusuran. Bahkan, hingga penggusuran paksa yang baru ini terjadi di Kampung Pulo, rencana peruntukan penggusuran tersebut juga minim sosialisasi,” cerita Romo.
Dalam kesempatan diskusi ini, Romo Sandyawan memperlihatkan peta titik lokasi yang akan digusur sekitar kawasan kali ciliwung, dimana perolehan peta tersebut terkesan dipersulit dan ternyata sama sekali belum disosialisasikan kepada masyarakat. Sehingga sangat terlihat sekali, dimana pemerintah DKI Jakarta sama sekali tidak menyerap aspirasi warganya dalam setiap tindakan tata kelola ruang dan wilayah di kota metropolitan ini.
Dalam kesempatan ini beliau juga memperlihatkan konsep kampung susun yang merupakan hasil riset dan penelitian dari para pakar perkotaan dan perairan kelas dunia. “kampung susun ini lebih efektif dan efesien, bukan seperti rumah susun yang tidak memberikan solusi ekonomi bahkan menghilangkan mata pencaharian warga. Kampung susun ini akan dibangun meningkat dan indah sehingga warga tidak akan terkena banjir. Bahkan banjir dapat dijadikan wahana taman air”, tambah Romo. Hasil riset tersebut juga telah didiskusikan dengan pemerintah DKI Jakarta yang juga merespon baik masukan tersebut, akan tetapi hanya sekedar masukan tanpa adanya tindak lanjut.
Pada sesi berikutnya, Alldo Felix Januardi memperkuat dan melengkapi penyataan dan penjelasan Romo Sandyawan dengan data-data yang dimiliki LBH Jakarta. Ia menyebutkan bahwa terdapat 30 kasus penggusuran paksa yang terjadi di wilayah DKI Jakarta sejak bulan Januari hingga bulan Agustus tahun 2015 dengan 3433 keluarga (KK) dan 433 unit usaha menjadi korban dari penggusuran paksa. Pengacara Publik Muda LBH Jakarta ini menambahkan bahwa bahwa 26 (dua puluh enam) dari total 30 (tiga puluh) kasus penggusuran paksa yang terjadi di wilayah DKI Jakarta sama sekali tidak melalui proses musyawarah yang baik. Sehingga dengan jelas telah melanggar Pendapat Umum PBB Nomor 7 Tahun 1997 tentang Penggusuran Paksa.
“Dalam penelitian, kami menemukan bahwa 15 dari 30 kasus penggusuran paksa yang terjadi di wilayah DKI Jakarta selama 2015 ini meninggalkan warga dalam kondisi tanpa solusi. Baik dari segi ganti rugi maupun relokasi tempat tinggal yang layak,” terang Alldo.
Diskusi ini berjalan dengan antusias penuh dari para peserta yang hadir mengikuti diskusi publik ini hingga berakhir. 2 sesi bertanya yang diberikan oleh moderator penuh oleh pertanyaan-pertanyaan seputar penggusuran dari para peserta yang hadir. Diskusi publik ini merupakan sebuah diskusi rutin bulanan yang dimiliki LBH Jakarta, tajuk dari diskusi ini adalah Diskusi Diponegoro yang diselenggarakan tiap bulan dengan mengangkat tema yang berbeda-beda. Satu yang membuat beda dalam diskusi ini adalah, dalam Diskusi Diponegoro ini alur diskusi dipandu oleh moderator sekaligus pemain musik yang mengisi Diskusi Diponegoro ini. (Azhar)