Rilis Media
Nomor: 925/SK-RILIS/VIII/2015
(Jakarta, 20 Agustus 2015) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam tindakan aparat Kepolisian dan TNI yang terlibat dalam penggusuran yang terjadi di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur.
Pemprov DKI Jakarta kembali melakukan penggusuran paksa yang kali ini dilakukan terhadap komunitas warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur dengan alasan normalisasi kali Ciliwung. Akibat perbuatan tersebut warga melakukan perlawanan keras karena jika terjadi penggusuran, warga tidak hanya kehilangan tempat tinggalnya tetapi juga berpengaruh terhadap pekerjaan, pencarian nafkah sehari-hari, sekolah anak, perempuan serta dampak sosial seperti kehilangan kekerabatan yang telah terbangun lama. Diperkirakan terdapat 6000 korban jika terjadi penggusuran di Kampung Pulo. Sepanjang tahun sampai bulan Agustus 2015Pemprov DKI jakarta telah melakukan penggusuran di 9 titik tersebar wilayah Se-Jakarta dengan menggusur 734 Bangunan rumah dengan alasan untuk normalisasi kali[1]. Seluruh penggusuran dilakukan tanpa ada proses musyawarah, tidak ada ganti kerugian dan sebagian warga dipaksa untuk pindah ke rumah susun yang jauh dari tempat tinggal semula dan warga harus membayar sewa setiap bulannya. Dalam beberapa kasus warga tidak mendapatkan jatah rusun karena unitnya telah habis menampung warga korban gusuran yang jumlahnya luar biasa besar.
Tidak adanya musyawarah dan ganti kerugian terhadap kerusakan bangunan bagi warga mengakibatkan tidak adanya jaminan terhadap tempat tinggal dan kehidupan yang layak terhadap warga. penggusuran paksa yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta menyebabkan menurunnya kualitas hidup warga. Rumah dalam hal ini salah satu elemen penting yang menunjang keberlanjutan hidup individu dan keluarga. Terlebih lagi tidak adanya jaminan dan ganti kerugian terhadap pengrusakan bangunan yang mengakibatkan hak-hak dasar warga menjadi terlanggar. Selain itu Ahok juga telah menyebarkan teror penggusuran yang menyasar seluruh warga miskin di DKI Jakarta, dimana warga yang telah menempati lahan puluhan tahun dianggap sebagai penghuni liar dan sudah seharusnya digusur tanpa ada ganti kerugian.
Padahal konstitusi telah menjamin pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir, dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.”. Hak milik warga pun dirampas secara sewenang-wenang oleh Pemprov DKI Jakarta, dan tindakan Pemprov telah melanggar ketentuan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun,” sebut Direktur LBH Jakarta Alghiffari Aqsa, S.H.
Kerugian yang dialami warga juga mencakup kerusakan harta benda dan bangunan yang telah dihancurkan oleh Pemprov DKI saat penggusuran berlangsung. Hal tersebut telah secara jelas melanggar ketentuan Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman danperlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Setiap melakukan penggusuran paksa Pemprov DKI juga melibatkan aparat Kepolisian dan TNI dimana hal tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum. Pihak Kepolisian dan TNI melanggar UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, dalam Pasal 7 UU TNI dijelaskan bahwa Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Hal yang dilakukan TNI saat penggusuran hari ini, tidak termasuk dalam tugas TNI.
“Penggusuran tersebut justru dihadiri dan dibiarkan oleh aparat Kepolisian dan TNI. Seluruh aparat pejabat publik membiarkan bahkan turut aktif dalam melakukan penggusuran. Padahal berdasarkan Poin 14 dan 16 Komentar Umum No. 7 Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Politik sebagaimana diratifikasi UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial Dan Budaya bahwa pengusiran tidak boleh menjadikan individu-individu tidak berumah atau rawan terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia lainnya. Pelanggaran HAM lainnya telah terbukti dengan terlibatnya Kepolisian dan TNI”, tegas Muhamad Isnur, SHI. Kepala Divisi Penanganan Kasus LBH Jakarta.
Oleh karenanya LBH Jakarta mendesak Pemprov DKI untuk menghentikan dan moratorium seluruh penggusuran paksa di DKI Jakarta karena akan menyebabkan timbulnya korban yang besar terhadap masyarakat. segera melakukan musyawarah yang tulus untuk menemukan solusi terhadap korban penggusuran paksa. LBH Jakarta meminta Pemprov DKI melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi, melindungi dan menghormati hak atas perumahan, hak atas rasa aman dan hak untuk dilindungi dari kekerasan dan penggusuran paksa. Selain itu, meminta kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk menarik seluruh pasukannya dan tidak terlibat dalam penggusuran di DKI Jakarta.
Jakarta, 20 Agustus 2015
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
CP: Alghiffari Aqsa (081280666410), M. Isnur (081510014395)
[divider]
[1] Data Tracking Media LBH Jakarta terkait Penggusuran DKI Jakarta 2015.