Bantuanhukum.or.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH Jakarta) desak Kepolisian Republik Indonesia untuk menghentikan praktek penyiksaan yang kerap dilakukan pada saat penyidikan. Hal tersebut disampaikan LBH Jakarta melalui Konferensi Pers “Hentikan Penyiksaan Tingkatkan Profesionalisme” pada 1 Juli 2015 bertepatan pada HUT Bhayangkara ke 69 di Gedung LBH Jakarta.
Konferensi pers tersebut merupakan salah satu cara LBH Jakarta untuk menyikapi HUT Bhayangkara ke 69. Selain itu, konferensi pers ini juga merupakan tindak lanjut dari Notifikasi (Pemberitahuan) Gugatan Warga Negara (Citizen Law Suite) yang sebelumnya telah dibacakan LBH Jakarta pada Hari Anti Penyiksaan Internasional (26/06).
Konferensi pers ini memang bertujuan untuk merespon fenomena penyiksaan yang kerap dilakukan oleh pihak Kepolisian, khususnya di DKI Jakarta. Praktik penyiksaan yang dilakukan oleh kepolisian di DKI Jakarta berdasarkan hasil penelitian LBH Jakarta, pada tahun 2005 sekitar 81,1% tersangka mengalami penyiksaan saat diperiksa di tingkat kepolisian, dan angka tersebut meningkat menjadi 83,65% pada tahun 2008. Tercatat sejak Oktober 2013 hingga Juni 2015, LBH Jakarta telah mendampingi 13 kasus kriminalisasi dan rekayasa kasus yang dilakukan oleh pihak Kepolisian.
“Padahal sudah ada Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang jelas mengatur adanya pelarangan untuk melakukan tindakan penyiksaan namun praktik penyiksaan di tubuh kepolisian masih saja marak terjadi,” pungkas Revan Tambunan Pengacara Publik LBH Jakarta.
Dalam konferensi pers ini pula, LBH Jakarta menyampaikan akan melaporkan 2 dari 13 kasus penyiksaan yang ditangani LBH Jakarta kepada Komite Menentang Penyiksaan PBB. Hal tersebut disampaikan oleh Ichsan Zikri Pengacara Publik LBH sebagai bentuk tindak lanjut dari Pemberitahuan Gugatan Warga Negara.
“Kasus yang akan dilaporkan adalah kasus penyiksaan yang dialami oleh Koko dan Yana, LBH Jakarta melaporkan kasus tersebut karena menilai mekanisme yang ada belum berjalan efektif, kepolisian cenderung melindungi anggotanya yang melakukan tindakan penyiksaan terhadap tersangka,” jelas Ichsan.
Ichsan juga menegaskan bahwasannya LBH Jakarta kerap melaporkan kasus penyiksaan ini, namun hasilnya selalu tidak memuaskan karena seluruhnya ditolak dengan alasan formal. Mekanisme pemulihan bagi para korban penyiksaan juga belum belum efektif untuk merehabilitasi dan mengembalikan kondisi korban pada keaadan semula, sebelum mengalami penyiksaan.
Dengan adanya momentum HUT Bhayangkara ini, LBH Jakarta mendesak Kepolisian Republik Indonesia agar memperbaiki kinerjanya dan semakin profesional dalam mengusut suatu kasus tanpa melakukan penyiksaan terhadap tersangka.