Jakarta, bantuanhukum.or.id—Selasa, 16 juni 2015, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) mengadakan Perayaan Hari PRT Internasional yang ke-4. Perayaan tersebut dilaksanakan secara sederhana di sekretariat JALA PRT, Jalan Kalibata Utara I/ No 18, Jakarta Selatan. Acara peringatan ini juga sekaligus merayakan ulang tahun Serikat Pekerja Rumah Tangga Sapu Lidi yang ke-2. Acara ini dihadiri oleh sejumlah organisasi, seperti Kapal Perempuan, Perempuan Mahardika, Serikat Pekerja Rumah Tangga Sapu Lidi, RGP (Rumpun Gema Perempuan), Marsinah FM, dan Federasi Buruh Lintas Pabrik. Mahasiswa dan peneliti yang melakukan riset tentang PRT di Indonesia juga ikut hadir merayakan Hari PRT Internasional.
Peringatan Hari PRT Internasional dilakukan untuk memperingati pengadopsian Konvensi ILO 189 oleh Komisi Perburuhan ILO. Meskipun Indonesia sampai saat ini belum meratifikasi Konvensi ILO 189, upaya-upaya untuk mendesak pemerintah tetap dilakukan, diantaranya dengan kampanye dan penguatan pengorganisasian PRT untuk memberikan tekanan terhadap pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi ILO 189 dan mengesahkan RUU PRT.
“Dengan diratifikasinya Konvensi ILO, hak semua orang, terutama PRT akan terjamin,” Ujar Eny Rofiatul.
Acara perayaan ini dimulai dengan refleksi oleh peserta yang hadir, yang berisi kesan dan pesan selama bergabung dalam komunitas PRT dan harapan untuk perlindungan PRT kedepan. Para PRT yang hadir mengatakan bahwa mereka sangat bersyukur bergabung dalam organisasi PRT, karena menjadikan mereka paham tentang hak-hak PRT dan menumbuhkan semangat perjuangan untuk mendapatkan hak-hak nya sebagai pekerja.
“Sekarang mah saya ngerti politik, kalau dulu sih tau nya kerja-pulang aja”, ujar Yuli salah satu anggota komunitas SAPU LIDI.
Para PRT sadar bahwa mereka tidak saja berjuang untuk diri sendiri, tapi juga demi kawan-kawan PRT. Mereka sadar bahwa perjuangan harus dilakukan bersama-sama agar cita cita PRT dapat menikmati hidup layak dan sejahtera dapat terwujud.
Wina, Salah satu anggota JALA PRT bercerita betapa pahitnya berjuang demi kawan-kawan PRT nya.
“Saya pernah dijeblokin ke pintu sama majikan waktu belain temen saya untuk dapetin hak nya. Sekarang saya bisa belain hak PRT, gak cuma bisa nangis aja,” cerita Wina.
Harapan kedepannya, pola pikir masyarakat bisa berubah untuk mengakui bahwa PRT adalah pekerja, bukan budak seperi konsep yang berkembang pada zaman feodalisme. PRT adalah pekerja yang derajatnya sama dengan majikan yang hak-hak nya juga harus diperhatikan. Bagaimanapun, PRT mempunyai dukungan besar terhadap roda ekonomi nasional. Dengan adanya PRT, majikan dapat mengejar karir dan bekerja secara maksimal. Nilai tambah yang diberikan oleh PRT terhadap majikan harus dilihat secara ekonomis agar PRT dapat mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan bisa menyekolahkan anak-anaknya kelak. Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak PRT dan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, adalah syarat mutlak pengakuan PRT sebagai pekerja dan manusia yang bermartabat.
Pratiwi Febry dalam refleksinya juga mengajak PRT untuk terus berjuang dan sama sama bergabung untuk merealisasikan UU Perlindungan PRT.
“Semoga sebelum umur kita habis, selama nafas masih berhembus, jantung masih berdetak, RUU PRT sudah disahkan menjadi Undang-Undang.” Ujar Aida. (Alfin)