Bogor, bantuanhukum.or.id – Sabtu(23/5), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta adakan “Pelatihan Advokasi Warga Tolak Penggusuran Paksa Berbasis Hak atas Informasi”. Pelatihan yang diadakan Jum’at 22 Mei 2015 – Minggu 24 Mei 2015 ini bertujuan untuk meningkatan kapasitas korban gusuran agar memahami pentingnya mengetahui informasi yang kerap ‘disembunyikan’ pemerintah ketika memutuskan untuk menggusur sebuah pemukiman. Pelatihan ini diisi dengan 6 materi yang kontekstual untuk meningkatkan pemahaman masyarakat korban gusuran diantaranya Politik Tata Ruang dan Pembangunan Kota serta Hak atas Informasi dan Hak Partisipasi Warga atas Kota.
Tidak hanya itu pelatihan ini juga ditujukan agar setiap komunitas bisa berbagi pengalaman dalam melakukan advokasi terhadap penggusuran yang telah mereka alami, yang menjadi ancaman, maupun baru sekedar rumor saja. Dari pelatihan ini nantinya komunitas warga akan tergabung dalam jejaring advokasi tolak penggusuran paksa yang dinamakan “Atap Rakyat”, sehingga komunitas warga mempunyai wadah bersama antar komunitas dalam memperjuangkan hak-hak mereka atas perumahan dan tempat tinggal yang layak.
Pada hari pertama pelatihan ini diselenggarakan, peserta dikenalkan dengan materi tentang Politik Tata Ruang dan Pembangunan Kota kemudian ditutup dengan internalisasi. Materi tersebut mengemukakan fakta kepada peserta bahwasannya pembangunan di Jakarta belum mengakomodir kepentingan masyarakat kecil. Lebih lanjut Politik Tata Ruang di Jakarta masih berpihak pada kepentingan bisnis dan para pemodal.
“Ini lah fakta yang menyebabkan banyak warga kecil di Jakarta tergusur dan kehilangan hak atas tempat tinggal dan perumahan yang layak,” jelas Handika Febrian Pengacara Publik LBH Jakarta yang menjadi fasilitator pada materi Politik Tata Ruang dan Pembangunan Kota.
Pada materi selanjutnya di Sabtu pagi, pelatihan dibuka dengan Materi tentang “ Manipulasi Anggaran dan Pelanggaran Hak-Hak Atas Ruang Kota”, setelah pada paginya para peserta melaksanakan senam pagi bersama untuk memperkuat kebersamaan dan rasa solidaritas. Materi tersebut di fasilitatori oleh Darwanto dari Indonesian Budget Center.
Menurut Darwanto “ Anggaran itu merupakan amanat rakyat yang dititipkan kepada pemerintah untuk dikelola untuk kesejahteraan warga”. Maka dari itu dalam pengelolaan anggaran Negara harus menerapkan prinsip Demokratisasi Anggaran yang mensyaratkan, tranparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, dimana segala prasyarat tersebut bertujuan untuk sebesar-sebesarnya kepentingan publik.
Peran serta warga dalam penentuan anggaran yang termanifestasi dalam bentuk Musrembang dari mulai tingkat kelurahan itulah yang menjadi peluang bagi warga untuk mengetahui mana saja pos-pos anggaran yang berguna untuk mereka dan yang akan merugikan warga terutama anggaran-anggaran yang berkaitan dengan penggusuran paksa. Darwanto menambahkan setidak-tidaknya ada 3 hak warga dalam anggaran, yakni hak atas informasi, hak politik, dan hak atas alokasi.
Tidak hanya bicara hak, namun Darwanto juga memaparkan ada 10 mata anggaran di Dinas Tantib dan 8 mata anggaran di Dinas PU, Perumahan dan Pemukiman, Dinas Pertamanan dan Pemakaman yang menjadi ancaman penggusuran bagi warga DKI Jakarta yang harus dikritisi oleh warga dan bahkan kalau memungkinkan dianulir melalui upaya advokasi. Dari paparan tersebut mengundang tanya jawab yang panjang dari peserta pelatihan, sehingga waktu satu setengah jam berakhir dengan singkatnya.
Pada hari terakhir, pelatihan diisi dengan Postest untuk menguji pemahaman peserta selama pelatihan berlangsung. Setelah postest usai peserta berkemas dan kembali pulang ke komunitas masing-masing dan dijadwalkan dua minggu kedepan diadakan pelatihan lanjutan. (haikal)