Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai hukuman mati yang diterapkan di Indonesia, termasuk yang dipidanakan kepada Mary Jane Fiesta Veloso, kontraproduktif dengan upaya penyelamatan warga negara Indonesia di luar negeri.
“Mary Jane adalah buruh migran pekerja rumah tangga, sama seperti 264 buruh migran Indonesia di berbagai negara yang terancam hukuman mati,” kata pengacara publik LBH Jakarta Eny Rofiatul melalui siaran pers diterima di Jakarta, Kamis (30/4).
Menurut Eny, Mary Jane tidak bisa dipidanakan bila memang benar dia merupakan korban dari perdagangan orang sebagaimana sering terjadi pada buruh migran. Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
“Tanpa memandang asalnya, buruh migran memang selalu dilingkupi kondisi kemiskinan yang bersifat struktural,” ujarnya.
Terkait eksekusi mati yang telah dilakukan kepada para terpidana narkoba pada Rabu (29/4) dinihari, LBH menyatakan keprihatinan dan mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus Mary Jane.
“Sebagai lembaga yang memakai prinsip Hak Asasi Manusia, LBH Jakarta memandang bahwa hak atas hidup setiap orang tidak boleh direnggut oleh siapa pun, termasuk negara,” kata Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta.
Karena itu, LBH Jakarta mendesak Presiden Joko Widodo untuk memastikan Mary Jane mendapatkan seluruh bantuan hukum yang diperlukan untuk membuktikan dirinya tidak bersalah setelah ada perkembangan baru di Filipina. (rol.co.id)