Selama dua tahun terakhir, jumlah kasus pelanggaran hak-hak buruh di Indonesia cenderung meningkat. Perilaku korup aparat penyelenggara negara masih menjadi salah satu penyebabnya. Diperlukan sebuah sistem dan pengawasan hukum yang kuat agar hak-hak buruh dapat terus ditegakkan.
Sepanjang tahun 2014, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencatat setidaknya ada 228 pengaduan terkait dengan pelanggaran hak buruh yang melibatkan 54.883 pencari keadilan. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan jumlah tahun 2013 sebanyak 204 pengaduan yang melibatkan 4.832 pencari keadilan.
“Praktik korupsi berhubungan erat dengan pelanggaran hak buruh,” kata Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta, Kamis (30/4), di Jakarta.
Menurut Febi, ada kesan kebijakan apa pun yang dikeluarkan pemerintah, seperti pengetatan tenaga kontrak dan peningkatan upah minimum, hanya dijadikan syarat formal untuk melegitimasi pelanggaran hak buruh. Hal itu terlihat dari sejumlah perusahaan yang melakukan persekongkolan dengan para oknum aparat yang berwenang untuk mempermainkan mekanisme hukum yang ada.
“Persekongkolan ini biasanya melibatkan pengusaha, dinas terkait ketenagakerjaan, dan beberapa lembaga penegak hukum,” tuturnya.
Febi mencontohkan beberapa kasus dugaan korupsi yang pernah terjadi, seperti kewajiban buruh untuk membayar sejumlah pungutan liar dan upah di bawah upah minimum provinsi (UMP). Kasus lain terkait penangguhan upah yang dilakukan oleh pengusaha tanpa melalui prosedur yang resmi, kriminalisasi serikat buruh, dan penyuapan hakim.
Pengacara Publik LBH Jakarta Divisi Perburuhan Nelson Nikodemus Simamora menceritakan saat LBH Jakarta menggugat Surat Keputusan Gubernur yang memberikan penangguhan upah yang dilakukan oleh delapan perusahaan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 2013. Menurut LBH, penangguhan tersebut tidak pantas diberikan karena perusahaan dianggap mampu untuk membayar karyawannya sesuai dengan standar UMP saat itu, sekitar Rp 2,2 juta.
“Bahkan, ada perusahaan yang kami anggap memiliki kemampuan membayar upah buruh dengan standar UMSP (upah minimal sektoral provinsi), lebih tinggi dibandingkan dengan UMP. Alasannya, karena perusahaan itu disokong oleh investasi asing,” ungkap Nelson.
Saat itu, pengadilan memenangkan gugatan LBH karena ada sejumlah pelanggaran prosedur. Pelanggaran prosedur itu antara lain pemerintah tidak melakukan verifikasi lapangan terkait dengan laporan keuangan, kemampuan perusahaan, serta persetujuan dari serikat buruh.Pelanggaran juga dilakukan oleh perusahaan dengan memanipulasi data laporan keuangan dan perkembangan perusahaan agar layak diberikan penangguhan upah.
Sekretaris Dewan Pengurus Cabang Serikat Pekerja Nasional (SPN) Jakarta Utara Robert Siagian menambahkan, pelanggaran hak buruh juga terjadi ketika perusahaan melakukan intimidasi kepada pegawai untuk menandatangani persetujuan dari serikat buruh agar penangguhan upah itu bisa didapatkan. Pekerja di perusahaan tersebut tidak mendapatkan gaji sesuai dengan upah minimum regional (UMR), tetapi hanya sebesar standar kebutuhan hidup layak (KHL). “Terkadang kami mendapatkan ancaman pemotongan gaji, bahkan pemecatan dari perusahaan, jika tidak menandatangani surat persetujuan,” ungkap Robert.
Banyak pelanggaran undang-undang
Saat peringatan Hari Buruh Sedunia, Jumat (1/5), organisasi buruh akan mengangkat beberapa isu penting, seperti masih maraknya pelanggaran terhadap buruh, atau adanya opsi politik terbaru kepada buruh. Namun, buruh tetap menjamin aksi berlangsung dengan aman dan tertib.
Ketua Forum Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih menegaskan, sejumlah hal yang akan ditekankan dalam peringatan Hari Buruh terutama adalah masih seringnya terjadi pelanggaran terhadap hak buruh. Padahal, hak-hak buruh telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pelanggaran banyak ditemukan di wilayah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung-Cilincing.
“Kami ingin pemerintah selalu turun ke lapangan. Kalau memang ada pelanggaran, harap segera bisa menindak tegas,” kata Jumisih, Kamis (30/4), di Jakarta.
Beberapa pelanggaran yang dimaksud adalah masih maraknya sistem kerja kontrak, lembur paksa tanpa dibayar perusahaan, tidak diberlakukannya cuti haid, juga masih terjadi pelecehan seksual di tempat kerja.
Selain pelanggaran terhadap hak buruh, isu yang akan diangkat adalah adanya saluran politik yang mewadahi aspirasi buruh. “Kami akan usulkan juga tentang adanya Partai Buruh,” ujarnya.
Jumisih menyebutkan, sebanyak 1.000 buruh dari FBLP akan berunjuk rasa di Tanjung Priok, lalu bergabung dengan buruh lainnya di Bundaran Hotel Indonesia. (kompas.com)