Menjelang pembacaan vonis terhadap terdakwa pencurian kayu, Asyani (63), di Pengadilan Situbondo, Kamis (23/4) nanti, Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KuHAP) mengusulkan perubahan dan penambahan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa pidana di luar pengadilan. Tujuannya untuk mencegah terjadinya tindak pidana ringan (tipiring) yang dilakukan oleh lanjut usia (lansia).
Kepala Bidang Penelitian Dokumentasi dan Bantuan Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sekaligus anggota KuHAP, Pratiwi Febry, mengatakan, RUU KUHAP telah memasukkan mekanisme penyelesaian sengketa pidana di luar pengadilan pada pasal 42 ayat dua sampai lima. Isinya, penuntut umum berwenang demi kepentingan umum dan atau alasan tertentu menghentikan penuntutan. “Namun, sebelum RUU KUHAP disahkan, aparat hukum harus bijak, khususnya dalam menetapkan penahanan lansia. Supaya kasus seperti nenek Arsyani (70 tahun) tidak terulang,” kata Pratiwi, Selasa (21/4).
Di satu sisi, LBH Jakarta mengapresiasi RUU KUHAP yang memasukkan mekanisme penyelesaian sengketa pidana di luar pengadilan. Mekanisme itu, kata Pratiwi, karena melihat lansia sebagai kondisi seseorang berusia lanjut yang mengalami kemunduran fisik, psikologis, dan sosial. Secara sosial, bagi lansia yang ada di kelompok masyarakat miskin akan tergantung mendapatkan kebutuhan sehari-hari dari keluarga atau komunitas tempat dia tinggal. “Untuk itu, membawa lansia ke meja hijau akan menjadi beban untuk lansia maupun sistem peradilan pidana sendiri,” ujarnya.
LBH Mawar Saron menilai, banyaknya kaum lansia yang terjerat proses hukum atau dipenjara karena tipiring merupakan akibat lemahnya pengawasan dan pelaksanaan penerapan sistem hukum pidana di Indonesia. Wakil Kepala Divisi Tindak Pidana Umum LBH Mawar Saron Juliandy Dasdo mengatakan, sebenarnya telah ada aturan yang cukup jelas terkait dengan alasan penahanan diri seorang tersangka dan batasan tipiring dengan kerugian yang tidak mencapai Rp 2,5 juta.
Aturan yang ia maksud adalah Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tipiring. Dalam perma itu sudah dijelaskan, apabila nilai barang atau yang yang dicuri bernilai tidak lebih dari Rp 2,5 juta, ketua pengadilan segera menetapkan hakim tunggal untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut dengan acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Pasal 2015-2010 KUHAP. Namun, sayangnya pihak aparat hukum mengabaikan perma itu. “Bisa dilihat tragedi Nenek Asyani (70 tahun) di Situbondo, Jawa Timur, atau kasus Nenek Fatimah (90) yang digugat Rp 1 miliar oleh anak dan menantunya,” kata Juliandy.
Pada Kamis (9/4), JPU menuntut Asyani dengan hukuman satu tahun penjara. Selain pidana penjara, jaksa juga menuntut Asyani dengan hukuman denda Rp 500 juta. Jaksa menilai, Asyani terbukti melakukan tindak pidana memuat, membongkar, mengangkut, mengeluarkan, dan menguasai kayu hasil hutan tanpa izin. Asyani dihadapkan ke muka hukum atas sangkaan memiliki kayu jati dari hasil hutan Perhutani di Jatibanteng, Kabupaten Situbondo. (republika.co.id)