Jakarta, www.bantuanhukum.or.id-Jum’at (10/4), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menggelar rangkaian kegiatan Kampung Anti Korupsi yang bertempat di Kampung Duri Cipayung Jakarta Timur. Kegiatan Kampung Anti Korupsi ini merupakan respon terhadap kriminalisasi pimpinan, staff, dan penyidik di KPK serta upaya-upaya pelemahan dan penghacuran KPK.
Maka melalui Kampung Anti Korupsi ini diharapkan masyarakat dapat memahami tentang definisi, nilai-nilai antikorupsi. Selain itu, masyarakat juga diharapkan mampu memahami kondisi pemberantasan korupsi dan mengambil peran dalam agenda pemberantasan korupsi.
Pada gelaran di Kampung Duri Cipayung Jakarta Timur, acara Kampung Anti Korupsi ini dibuka dengan arisan kampung. Menurut Ibu Magdalena salah satu warga yang hadir dalam acara Kampung Anti Korupsi, “kami sengaja menempatkan arisan sebagai salah satu acara dalam kegiatan Kampung Anti Korupsi ini agar masyarakat yang biasanya setelah pengkocokan arisan dilakukan tidak langsung pulang, agar masyarakat sesekali mendapat pengetahuan setelah mengikuti arisan,” ungkap Ibu satu anak tersebut.
Setelah arisan selesai, Golda Meir Pengacara Pembela Pidana dari LBH Jakarta memaparkan banyak hal terkait korupsi dan mendorong masyarakat agar memupuk nilai-nilai anti korupsi mulai dari lini yang paling dasar, yaitu keluarga. Golda Meir mengawali pemaparannya dengan melempar pertanyaan tentang definisi korupsi yang diketahui oleh warga. Beberapa warga menjawab dengan penggelapan, sogok dan maling.
Golda menyatakan, “bahwa pengertian yang bapak ibu sampaikan benar, namun perlu digarisbawahi bahwa korupsi merupakan segala bentuk tindakan dan perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara”.
Selain itu Golda juga menyampaikan bahwa, “korupsi itu dekat dengan kehidupan kita sehari-hari, contohnya saat di jalan, kita ditilang oleh polisi, namun karena kita mau urusan cepat selesai maka kita menyogok polisi agar kita tidak jadi ditilang, hal tersebut merupakan salah satu bentuk korupsi,” tegasnya.
Sesi berikutnya dilakukan pemutaran film yang berjudul “Samin Versus Semen”, film ini bercerita tentang perjuangan masyarakat suku Samin di daerah pegunungan Kendeng Jawa Tengah yang berjuang menolak pembangunan pabrik semen di daerah mereka. Film ini merekam banyak perjuangan warga di sekitar Pegunungan Kendeng terutama ibu-ibu yang mati-matian menolak pembangunan pabrik semen. Mereka mempertahankan sumber kehidupan yang merupakan warisan dari nenek moyang.
Film ini sedikit banyak mempunyai kemiripan dengan kondisi di Kampung Duri Cipayung Jakarta Timur, dimana warga kampung Duri pernah terancam penggusuran paksa dari Kampung mereka. Jika di sekitar Pegunungan Kendeng warga mempertahankan tanah kelahirannya dari pabrik semen, di Duri Cipayung warga mempertahankan tanahnya dari persekongkolan jahat makelar tanah dan sebuah yayasan yang mengklaim tanah perkampungan warga sebagai tanahnya.
Diskusi kemudian ditutup dengan doa bersama serta pembagian beberapa jenis buku saku yang berguna sebagai pengetahuan warga menghadapi kriminalisasi dan memahami serta lawan korupsi. (Haikal)