Jakarta, www.bantuanhukum.or.id–Setelah delapan belas tahun digusur dan tanpa kepastiaan mendapat kompensasi, kendatipun telah menang pada pengadilan tingkat pertama, banding dan kasasi, masyarakat korban penggusuran pembangunan rumah susun di RW 09 Petamburan yang terdiri dari 9 RT, kembali memperjuangkan haknya. Hari ini (9/4/2015) mereka, melalui sejumlah perwakilan masyarakat mengajukan permohonan penetapan eksekusi atas putusan pengadilan yang telah memenangkan mereka.
Kasus bermula pada tahun 1997, saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berusaha merelokasi warga yang tinggal di RW 09 dengan dalih karena pemerintah ingin daerah tersebut bebas banjir. Pemprov menawarkan solusi pembangunan rumah susun hak milik (Rusunami) dengan tujuan pemukiman kembali warga terdampak. Daerah yang digusur seluas 2,35 Ha dengan korban tergusur sebanyak 398 kepala keluarga atau sebanding dengan 1900 jiwa yang bermukim disana sejak lama.
Korban penggusuran dijanjikan ganti rugi baik tanah sebesar Rp208.500 per meter lalu bangunan sebesar Rp708.500 per meter. Selain itu mereka dijanjikan untuk dibangunkan Rusunami yang selesai satu tahun kemudian. Terkait dengan ganti rugi tanah dan uang mereka telah mendapatkannya, dan uang tersebut digunakan warga untuk mengkontrak rumah selama menuggu Rusunami selesai. Namun harapan mereka untuk mendapatkan Rusunami tidak pernah kesampaian karena Pemprov DKI Jakarta tidak membangun Rusunami dengan tepat waktu.
Pembangunan Rusunami baru selesai lima tahun kemudian sejak 1997, keterlambatan pembangunan Rusunami menyembabkan warga kehilangan hak-haknya selama proses masa tunggu. Diantara hak-hak yang hilang selama proses masa tunggu adalah hak atas perumahan dan tempat tinggal layak, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Maka dari itu kemudian warga melalui beberapa orang perwakilan mengajukan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang mengajukan adalah H. Masri Rizal dkk melawan Pemprov DKI Jakarta pada 2003 yang lalu. Pada 2005, Gugatan Class Action ini kemudian dimenangkan oleh warga lewat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menyatakan Pemprov DKI Jakarta harus membayar ganti kerugian sebesar 4,73 M dan segera melaksanakan ketentuan pemberian jatah DO atau hak memperoleh Rusunami Petamburan. Menurut Arif Maulana Pengacara Publik LBH Jakarta, “ Dimana Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) ini memiliki sebuah keunikan, yakni gugatan ini diajukan oleh warga tanpa didampingi oleh kuasa hukum.”
Putusan ini kemudian juga dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan putusan kasasi Mahkamah Agung yang juga memenangkan para Masri Rizal dkk sebagai penggugat. Tetapi kemenangan ini tidak berarti ap- apa, karena Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak kunjung melakukan eksekusi terhadap putusan tersebut. PN Jakarta Pusat beralasan bahwa eksekusi tidak dapat dilakukan karena adanya upaya hukum luar biasa dari Pemprov DKI yang mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK). Namun, “sebagaimana kita ketahui bersama Peninjauan Kemabali , menurut pasal 66 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, hal tersebut tidak menghalangi proses eksekusi,” tegas Arif Maulana.
Oleh karena alasan di atas, “maka kami sebagai wakil dari warga masyarakat Petamburan korban gusuran mengajukan permohonan penetapan Eksekusi atas putusan yang telah memenangkan kami sehingga hak-hak kami dapat dikembalikan”, tutup Masri Rizal geram. (Dhika)