Jakata, bantuanhukum.or.id-Kamis, (26/03) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengadakan Diskusi Publik yang bertemakan “Tafsir Frasa Eksekusi Demi Hukum dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan” di Gedung LBH Jakarta. Acara ini menghadirkan tiga narasumber yakni Saut C Manalu Hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Andari Yurikosari Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan Reytman Aruan dari Kemenetrian Ketenagakerjaan RI (Kemenaker). Selain itu, juga hadir sebagai peserta diskusi berbagai perwakilan elemen serikat buruh diantaranya Geber BUMN, FSPMI, KSN, dan berbagai elemen serikat buruh lainnya.
Diskusi dimulai dengan lontaran dari Ahmad Biky Pengacara Publik LBH Jakarta terkait dengan tafsir yang beragam mengenai frasa “Demi Hukum” dalam Undang Undang Nomor 13 Tentang Ketenagakerjaan (UUK). Lalu adanya kesulitan implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 96/PUU-XI/2013.
Kemudian pemaparan pertama disampaikan oleh Andari Yurikosari diantaranya permasalahan yang timbul akibat “Frasa Demi Hukum” dalam UUK yakni mengatur status dan hubungan hukum yang serta merta berubah karena tidak dipenuhinya syarat tertentu sehingga memerlukan kesepakatan para pihak akan perubahan tersebut. Lali frasa demi hukum ini tidak diikuti dengan sanksi pidana apabila tidak dilakukan oleh para pihak, frasa ini pada prakteknya menimbulkan konflik dan argumentasi serta perselisihan hubungan industrial. Frasa ini juga tidak memadainya penjelasan dalam UUK.
Yuriko menyarankan “Perlu adanya revisi UUK karena berbagai kelemahan yang terdapat didalamnya.” “Frasa Demi Hukum tidak membatalkan perjanjian, dia merubah suatu keadaan yang seharusnya menjadi demikian,” lanjut Saut C Manalu narasumber kedua. Sebagai contoh Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu tidak diperbolehkan untuk pekerjaan yang sifatnya sementara, kalau hal itu lebih dari 3 tahun maka statusnya berubah menjadi PKWTT (Pekerja tetap).
Menurut narasumber ketiga yakni Reytman Aruan memaparkan “Eksekusi frasa “Demi Hukum” harus melalui sebuah putusan pengadilan,” tutupnya mengakhiri sesi pertama dari diskusi. Lalu diskusi dilanjutkan dengan tanggapan dari Muh. Isnur Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta. Isnur menanggapi “Frasa demi hukum hendaknya kembali ke definisi rillnya yakni serta-merta dan tidak perlu ke Penngadilan, karena yang perlu diperkuat adalah fungsi pengawasan”.
Setelah tanggapan diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab, lima orang perwakilan dari berbagai elemen serikat buruh. Beberapa dari perwakilan serikat buruh tersebut menyampaikan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan pengalaman mereka dalam melakukan advokasi maupun permasalahan perburuhan yang mereka hadapi sehari-hari. Diskusi kemudian ditutup dengan makan siang bersama. (Haikal)