Jakarta, bantuanhukum.or.id-Minggu (22/03), Komite Untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KuHAP) mengadakan media briefing yang mengangkat gagasan dominus litis Kejaksaan (red.: Jaksa sebagai pengendali perkara) dalam proses penyidikan. Gagasan tersebut dilandasi oleh kekhawatiran masyarakat dan kalangan praktisi/peneliti hukum akan maraknya kasus-kasus dugaan kriminalisasi yang dilakukan oleh Kepolisian akhir-akhir ini, misalnya kasus yang sedang dihadapi oleh dua pimpinan non-aktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, juga kasus yang menimpa Nenek Asyani dan Kakek Harso.
“Ironisnya, kasus-kasus di atas bukanlah yang pertama kali terjadi. Selama 5 (lima) tahun terakhir, LBH Jakarta mencatat sekurang-kurangnya terdapat 19 (sembilan belas) kasus kriminalisasi oleh pihak Kepolisian yang didampingi LBH Jakarta. Tentunya, angka ini belum merepresentasikan kasus-kasus lain yang para korbannya tidak memiliki akses terhadap bantuan hukum atau turut diawasi kasusnya oleh sorotan media massa”,ujar Pratiwi Febry, Pengacara Publik LBH Jakarta yang bertindak sebagai moderator media briefing.
“Salah satu kesimpulan yang didapat dari praktik-praktik kriminalisasi adalah begitu besarnya kewenangan Penyidik dalam tahap penyidikan. Kewenangan yang begitu besar disebabkan juga tidak adanya mekanisme pengawasan terhadap hasil kerja dari Penyidik dalam rangkaian sistem peradilan pidana. Jaksa seolah-olah tidak mempunyai peran yang besar dalam proses penyidikan. Bahkan, Jaksa hanya dipandang sebagai kurir atas perkara yang ditangani oleh Kepolisian. Sistem prapenuntutan maupun SPDP yang seolah dibangun untuk menjembatani antara kepolisian dengan kejaksaan, dapat dikatakan telah gagal. MaPPI FHUI mencatat setidaknya terdapat 550.000 berkas perkara dinyatakan hilang selama proses prapenuntutan. Hal ini sangat merugikan kepentingan Terdakwa atau Tersangka yang nasibnya bertahun-tahun terkatung-katung tidak jelas di tangan Kepolisian”,ujar Adery Ardhan Saputro dalam uraiannya mengenai gagasan dominus litis Kejaksaan.
“Dahulu pada HIR (Herzien Inlandsch Reglement) sebenarnya sudah diatur mengenai dominus litis kejaksaan. Bahkan, jelas dalam HIR diuraikan bahwa polisi merupakan asisten jaksa dalam proses penyidikan. Tetapi, pada sistem saat ini, jaksa hanya difungsikan sebagai peneliti berkas perkara dan sulit untuk memberikan penilaian apakah sebuah perkara layaknya masuk ke dalam proses penuntutan atau tidak karena seluruh rangkaian penyidikan hanya dilaksanakan oleh pihak Kepolisian. Jika sistem saat ini dipertahankan, potensi – apa yang koalisi masyarakat sipil utarakan sebagai – kriminalisasi, semakin besar”,ujar Ferdinand Andi Lolo terkait kritiknya terhadap proses penyidikan saat ini.
“Pada titik inilah gagasan dominus litis Kejaksaan menjadi penting, Saat ini, pengaturan Jaksa sebagai pengendali perkara telah diakomodir di dalam RUU KUHAP. Kami harapkan, rekan-rekan media dapat turut mengawal gagasan ini demi perbaikan sistem hukum kita yang sedang marak dengan kriminalisasi oleh Kepolisian”,tutup Pratiwi Febry.
Acara yang bertempat di Lantai 1 Gedung LBH Jakarta ini berlangsung dari jam 13.00 WIB hingga 15.00 WIB dan dihadiri oleh perwakilan-perwakilan media massa.