Penggusuran paksa yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta pada desember 2014 silam di wilayah bantaran Kali Apuran Jakarta Barat menyebabkan hilangnya tempat tinggal warga yang berjumlah sekitar 1500 kk. hingga saat ini terutama warga RW 07 kelurahan kedaung kali angke dan RW 10 Kelurahan Kapuk masih belum mendapatkan ganti kerugian atas rusaknya bangunan tempat tinggalnya. Hal tersebut menyebabkan turunnya kualitas hidup dan bertambahnya beban ekonomi yang harus ditanggung oleh warga. Walaupun sebagaian warga telah diberikan rumah susun secara acak, belum dapat mengembalikan kualitas hidup warga karena statusnya adalah sewa. Warga yang belum mendapat solusi ataupun ganti kerugian dari Pemprov akhirnya kembali menempati lahan gusuran mendirikan tenda darurat untuk tempat tinggal sementara ekaligus menuntut kepada Pemprov DKI Jakarta untuk mengganti rugi hancurnya bangunan mereka.
Saat proses penggusuran pada tanggal 22 Desember 2014, warga bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mencoba meminta penundaan penggusuran ke Gubernur DKI Jakarta namun penggusuran tetap dilakukan. Padahal sebelum penggusuran dilakukan, upaya musyawarahyang tulus tidak dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Warga juga belum menerima solusi terbaik ketika tempat tinggal mereka digusur. Warga bersama tim LBH Jakarta sempat beberapa kali mencoba menemui Gubernur DKI Jakarta untuk menuntut kompensasi, namun warga tetap gagal bertemu pihak Gubernur.
Tidak adanya sosialisasi, musyawarah, dan ganti kerugian terhadap kerusakan bangunan bagi warga mengakibatkan tidak adanya jaminan terhadap tempat tinggal dan kehidupan yang layak terhadap warga. Warga pun berinisiatif untuk mendirikan tenda darurat diatas lahan bekas gusuran di bantaran Kali Apuran. Pendirian tenda tersebut untuk dijadikan tempat tinggal darurat mereka karena tidak ada pilihan lain selain tinggal diatas lahan gusuran.
Penggusuran paksa tersebut menambah catatan hitam Pemprov DKI Jakarta terkait pembangunan yang manusiawi dan mensejahterakan rakyat, dimana sepanjang tahun 2014 Pemprov DKI Jakarta secara umum telah melakukan penggusuran di 28 titik di DKI Jakarta yang mengakibatkan tergusurnya 3.513bangunandengankorbanmencapai 3.751kepalakeluarga. Padahal konstitusi telah menjamin pada Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir, dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.”. Hak milik warga atas tanah pun dirampas secara sewenang-wenang oleh Pemprov DKI Jakarta, dan tindakan Pemprov telah melanggar ketentuan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “ Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
Kerugian yang dialami warga juga mencakup kerusakan harta benda dan bangunan yang telah dihancurkan oleh Pemprov DKI saat penggusuran berlangsung. Hal tersebut telah secara jelas melanggar ketentuan Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
Penggusuran Paksa tersebut juga menunjukan bahwa Pemprov DKI Jakarta belum mempunyai solsui menyeluruh terkait hak atas tanah, tempat tinggal dan perumahan terutama kepada masyarakt bawah di DKI Jakarta
Jakarta, 15 Maret 2015
Hormat Kami,
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta
*Contact Person : Handika Febrian (0856 9173 3221)