Jakarta, 11 Maret 2015—Putusan kasus Gugatan Warga Negara terhadap Privatisasi Air Jakarta kembali ditunda oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Belum lengkapnya dokumen elektronik proses persidangan dari pihak tergugat menjadi alasan penundaan persidangan. Berbeda dengan situasi penundaan sebulan sebelumnya, Kuasa Hukum Pemprov DKI Jakarta yang pada 10 februari 2015 meminta penundaan untuk mengupayakan perdamaian dengan para pihak, dalam persidangan kemarin justru menyatakan sikap sebaliknya, menyampaikan arahan staff khusus Gubernur agar gugatan yang dilayangkan oleh KMMSAJ diputus oleh Hakim. Sementara itu, KMMSAJ dalam persidangan mengaku terbuka untuk perdamaian asalkan dikuatkan dalam putusan dan tanpa pencabutan gugatan sesuai dengan hasil pertemuan membahas perdamaian dengan Gubernur.
Sidang (10/03) dibuka dengan pertanyaan hakim mengenai hasil dari proses perdamaian yang diupayakan oleh Pemprov DKI, selaku Tergugat V dan PAM Jaya, selaku Tergugat VII dengan Pihak Penggugat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ).
“Pada prinsipnya Penggugat terbuka untuk berdamai dan dalam pertemuan dengan Gubernur dan PAM Jaya juga sudah tercapai kesepakatan. PAM Jaya sudah mengusulkan draf perdamaian dan menyatakan bahwa mengadakan pertemuan dengan Para Tergugat di mana para tergugat lainnya pada prinsipnya juga sepakat untuk berdamai. Pihak Penggugat juga sudah menanggapi draf tersebut dengan mengusulkan draf perdamaian berdasarkan poin-poin yang disepakati bersama Gubernur dan PAM Jaya, namun belum mendapatkan tanggapan lagi. Kemudian tiba-tiba pada pertemuan terakhir Jumat lalu, Pihak Pemprov dan PAM Jaya mengubah usulannya dan proses berujung deadlock.” Ungkap Arif Maulana dari LBH Jakarta selaku Kuasa Hukum Penggugat.
Kuasa hukum Pemprov DKI juga menjelaskan bahwa “pada pertemuan terakhir jumat lalu tidak tercapai kata sepakat dan harus ditentukan hari itu juga. Jadi arahan terakhir ke kami, kebetulan tadi pagi juga, dari staf ahli Gubernur, tolong disampaikan agar diputus saja di pengadilan.”
Nur Hidayah dari Solidaritas Perempuan Jabotabek, selaku salah satu penggugat, kemudian menambahkan, “Kami sudah berdialog dengan Pak Gubernur dan isi daripada draf itu, prinsip-prinsipnya sudah kita sampaikan ke gubernur. Gubernur di dalam pertemuan itu meng-iya-kan, katanya, dengan melalui putusan maupun acta van dading lebih mengikat kedua belah pihak. Itu yang kami pegang. Kemudian, berubah lagi tawaran mereka, mereka meminta hanya 3 pihak, kita, PDAM dan Pemprov. Itu disampaikan pada tanggal 6 Maret melalui stafnya dan kuasa hukumnya. Dan yang anehnya juga, mereka meminta kepada kita untuk mencabut gugatan. Kami dari Penggugat, tidak mau mencabut gugatan, seperti itu”.
Majelis Hakim masih berupaya untuk mendorong terjadinya perdamaian, namun menyerahkan kepada para pihak. Kemudian menjelaskan bahwa putusan belum selesai hari itu juga, karena ada hambatan kurangnya soft copy beberapa berkas dari Tergugat I, II, III, dan IV, sehingga meminta perpanjangan waktu untuk mempersiapkan putusan dan memerintahkan para pihak untuk melengkapi soft copy berkasnya yang masih kurang.
“Soft copy mohon dilengkapi dalam 3 hari ini dan sidang ditunda selama 2 minggu hingga Selasa, 24 Maret 2015. Apabila selama waktu tersebut tercapai kesepakatan, dapat disampaikan kepada Hakim.” Tegas Ketua Majelis Hakim, Iim Nurohim, S.H. sebelum menutup persidangan.
“Kami sudah melalui berbagai pertemuan dengan PDAM dan Pemprov di mana kami telah menemukan beberapa kesepahaman. Namun, karena pihak Tergugat yang agak lambat memproses upaya perdamaian yang mereka ajukan, hingga kini prosesnya tidak tuntas”. Ungkap Arif saat diwawancara oleh awak media seusai sidang.
“Pada prinsipnya, KMMSAJ terbuka untuk berdamai dan kami tidak pernah menghalangi rencana Pemprov DKI untuk mengambil alih pengelolaan air. Kami bahkan mendorong itu untuk pengambilalihan 100% oleh negara, demi melaksanakan tanggung jawab untuk pelayanan publik air minum yang berkualitas, mudah diakses, tarif air terjangkau dan menjamin hak atas air masyarakat tanpa diskriminasi serta di kelola dengan prinsip non-komersial. Dalam hal ini, penting juga bagi kami mengenai rencana pengelolaan air paska pengambilalihan agar sesuai dengan prinsip HAM dan amanah konstitusi, sebagaimana sudah diperkuat dengan keluarnya Putusan MK yang membatalkan UU Pengelolaan Sumber Daya Air yang membuka privatisasi, pada 18 Feb kemarin. Putusan MK memberikan prinsip dasar dalam pengelolaan sumber daya air yang mutlak dikelola oleh negara dan menjamin pemenuhan setiap warga negara untuk mendapatkan air sebagai hak asasi manusia. Oleh karenanya, komunitas warga harus dilibatkan dalam fungsi pengawasan sistem pengelolaan air ke depan”. Lanjut Marthin Hadiwinata dari KIARA, yang juga kuasa hukum KMMSAJ.
Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ)
Koalisi Rakyat Untuk Hak Atas Air (KRuHa), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Koalisi Anti Uang (KUA), Solidaritas Perempuan, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Jaringan Rakyat Miskin Kota dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Contact Person:
Ahmad Marthin Hadiwinata (081286030453)
Nur Hidayah (081297356167)