Jakarta, bantuanhukum.or.id-Pada minggu, 8 Maret 2015 sebanyak perwakilan 360 organisasi, koalisi masyarakat sipil se-Indonesia serta berbagai tokoh agama dan masyarakat berkumpul di pelataran Mahkamah Konstitusi untuk memberikan mandat kepada Tim 9. Pemberian mandat ini sebagai bentuk reaksi dari rakyat atas sikap Presiden yang tidak melegitimasi tim ini dan hanya menjadikan tim ini sebagai tim konsultatif saja. Atas hal tersebut maka rakyat memberikan mandat yang dituangkan di Surat Keputusan Rakyat (Kepra) Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pembentukan Tim Independen Penghentian Kriminalisasi dan Penghancuran Komisi Pemberantasan Korupsi.
Tim 9 terdiri dari Prof. Dr. Syafii Maarif (Ketua), Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (Wakil Ketua), Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, S.H. (Sekretaris), dan Erry Riyana Hardjapamekas, S.E., Tumpak Hatorangan Panggabean, S.H., Komjen. Pol (Purn). Oegroseno, S.H., Jenderal Pol (Purn). Drs. Sutanto, Kombes. Pol (Purn). Prof. Dr. Bambang Widodo Umar, serta Dr. Imam Budidarmawan Prasodjo sebagai anggota. Dalam acara pemberian mandat tersebut tidak semua anggota Tim 9 yang hadir, hadir diantaranya Jimly Asshiddiqie, Hikmahanto Juwana, Imam B Prasodjo, Ery Riyana Hardjapamekas, dan Bambang Widodo Umar.
Sebelum pemberian mandat dibuka dengan nyanyian kebangsaan Indonesia Raya, yang dilanjut dengan acara teatrikal dari kawan-kawan koalisi masyarakat sipil dan tak lupa pembacaan Mandat dilakukan bergantian oleh Jumisih FBLP, Nuraeni buruh migrant perempuan, dan Agus dari LMND. Mandat tersebut pada pokoknya menugaskan kepada tim 9 untuk mengambil langkah-langkah berikut yakni, pertama, mendorong dihentikannya upaya-upaya penghancuran KPK oleh para koruptor dan oligarki politik di Indonesia, kedua, mendorong dihentikannya kriminalisasi terhadap pimpinan KPK, penyidik dan staf KPK, media, aktivis anti korupsi, serta masyarakat yang mendukung pemberantasan korupsi dan ketiga, mendorong agenda pemberantasan korupsi tetap berlanjut, dimulai dengan membatalkan pelimpahan kasus Komjen Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung dan mendesak KPK melakukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan praperadilan yang diajukan tersangka korupsi Komjen Budi Gunawan.
Dalam aksi ini juga turut hadir kawan-kawan buruh perempuan yang pada hari itu juga tengah memperingati International Woman Day. Acara pemberian mandat ini dimulai pukul 1 siang. Mandat diberikan oleh perwakilan buruh migran perempuan bernama Nuraeni, perwakilan dari mahasiswa Agus LMND dan perwakilan tokoh Agama yaitu Romo Frans Magnis Suseno dan yang menerima dari Tim 9 adalah Jimly Asshiddiqie.
“Kami berjanji akan menyampaikan mandat tersebut ke Presiden Jokowi.” kata Jimly.
“Jadi kita akan menjembatani antara aspirasi rakyat dengan berkembang di lingkungan istana, kita menyampaikan ide ini kepada Presiden,” lanjutnya.
Setelah pemberian mandat diberikan kepada perwakilan tim 9 acara pun berakhir. Meskipun dianggap tidak memiliki dasar hukum yang jelas, mandat kepada Tim 9 ini dianggap perlu, bukan hanya karena situasi darurat korupsi, tujuan kemerdekaan Indonesia harus diselamatkan. Karenanya organisasi-organisasi masyarakat sipil menjadikan alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar NRI 1945 sebagai dasar pemberian mandat.
“Hari ini kami sebagai Tim 9 diberi mandat oleh tokoh-tokoh yang mewakili kesadaran umum masyarakat Indonesia. Tim 9 siap menjalankan tugas dengan segala keterbatasan yang ada.” kata Jimly seusai aksi pemberian mandat. (Akom)