PERNYATAAN SIKAP LBH JAKARTA
No. 244/SK/LBH/III/2015
Pemberantasan korupsi di Indonesia kembali diuji setelah kasus Budi Gunawan yang selama ini ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi dilimpahkan ke Kejaksaan Agung (2/3). LBH Jakarta menilai tindakan tersebut sebagai upaya melemahkan optimisme masyarakat dalam pemberantasan korupsi yang kelak berpotensi akan mematikan gerakan anti korupsi di indonesia.
Pelimpahan perkara Budi Gunawan dari KPK kepada Kejaksaan mungkin saja akan menyelamatkan kelembagaan KPK dari proses kriminalisasi yang sedang terjadi. Namun, tindakan ini bukanlah bentuk perlawanan terhadap kriminalisasi yang telah terjadi terhadap dua orang pimpinan KPK non-aktif sementara dan salah seorang Penyidik KPK –Bambang Widjojanto, Abraham Samad dan Novel Baswedan-, dan juga bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang sesungguhnya.
Kriminalisasi akan terus berlangsung dan semangat gerakan pemberantasan korupsi akan mengalami kelesuan. Pelaksana tugas Pimpinan KPK yang sifatnya sementara bukannya mengurai benang kusut yang ada dan menyelesaikan persoalan kriminalisasi yang dialami KPK, sebaliknya mereka justru menghancurkan roh utama pemberantasan korupsi yang dimandatkan rakyat kepada KPK.
Febi Yonesta, Direktur LBH Jakarta menyatakan, “Langkah yang diambil oleh para Pimpinan KPK ini menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi dan lembaga antirasuah, karena telah meng-aminkan tuduhan Jaksa Agung yang menyatakan KPK belum menangani kasus BG dengan maksimal.” Disamping itu Febi Yonesta juga menambahkan bahwa sikap pimpinan KPK yang demikian sama saja dengan mundur sebelum bertempur. Hal ini dinyatakan mengingat pasca putusan praperadilan dari Hakim Sarpin yang kontriversial, masih terdapat upaya hukum dan upaya hukum luar biasa yang dapat ditempuh oleh KPK.
“Keputusan para pimpinan KPK yang melimpahkan penyidikan kasus BG ke Kejaksaan Agung membuktikan skenario yang sempurna pelemahan KPK. Pelimpahan ini merupakan episode lanjutan dari drama pelemahan KPK, mulai dari kriminalisasi AS dan BW, penerbitan keppres pemberhentian sementara, penerbitan perpu Plt pimpinan KPK, penghentian upaya hukum terhadap putusan praperadilan, dan tsekarang pelimpahan penyidikan. Kita akan saksikan episode-episode selanjutnya drama ini, sampai usaha pemberantasan korupsi yang dipimpin oleh KPK benar-benar hancur! Oleh karena itu kita tidak bisa membiarkan skenario ini diteruskan dan harus melakukan berbagai cara untuk menghentikannya agar KPK dan pemberantasan korupsi bisa terselamatkan.” tegas febi Yonesta.
Penggembosan KPK melalui rekayasa kasus dan kriminalisasi terhadap orang-orang di dalamnya serta pengalihan proses penyidikan atas kasus BG dari KPK ke Kejaksaan akan sangat menentukan keberlangsungan pemberantasan korupsi Indonesia ke depan. Presiden Joko Widodo jelas adalah orang yang paling bertanggung jawab sepenuhnya dalam hal ini.
Oleh karenanya, kami LBH Jakarta meminta kepada Presiden Joko Widodo menggunakan wewenangnya yang berdasarkan hukum untuk:
1. Membatalkan pengalihan penanganan kasus dugaan korupsi Budi Gunawan (BG) dari KPK kepada Kejaksaan Agung, dan menghormati proses hukum yang masih berlangsung (Kasasi) serta memberikan kesempatan kepada KPK untuk melakukan upaya hukum luar biasa atas putusan praperadilan BG;
2. Mendorong dilakukannya Gelar Perkara Khusus oleh Mabes Polri atas kasus BW dan AS serta NB dalam waktu dekat.
Jakarta, 2 Maret 2015
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Narahubung:
Febi Yonesta: 087870636308; Muhamad Isnur: 081510014395