Pers Rilis
Tak ada seorang manusia pun yang layak diperjualbelikan karena siapa yang melakukannya, orang tersebut sesungguhnya sedang menjual dirinya sendiri!
Sampai hari ini berbagai peristiwa yang diindikasi sebagai tindak pidana perdagangan orang (human trafficking) di Indonesia belum memperoleh penegakkan hukum yang berkeadilan. Ketidakpastian proses hukum hingga waktu yang tidak ditentukan, terhentinya proses di tingkat Kepolisian, maupun vonis di lembaga peradilan yang jauh dari rasa keadilan korban menjadi warna yang menghiasi penegakkan hukum kasus-kasus tersebut. Keterlibatan aparat penegak hukum dalam hal ini dimulai dari oknum Kepolisian, Jaksa, maupun Hakim menjadi salah satu dugaan penyebabnya[1].
Beberapa tahun terakhir, NTT menempati posisi tertinggi dalam jumlah korban perdagangan orang di indonesia. Faktor persoalan ekonomi, kebudayaan, rendahnya pemenuhan hak atas pendidikan, keterbatasan lapangan pekerjaan menjadi latar belakang yang dimanfaatkan oleh sindikat mafia perdagangan orang untuk melakukan aksinya. Kasus-kasus seperti Nirmala Bonat dan Wilfrida Soik adalah segelintir persoalan yang terungkap. Masih banyak ratusan bahkan ribuan kasus perdagangan orang yang menimpa warga NTT di dalam maupun di luar negeri, namun tidak terungkap kepada publik. Tidak sedikit juga warga NTT yang “dijual” dan tak pernah kembali lagi ke kampung halaman.
Komnas Perempuan tahun 2013 dalam Catatan Tahunan nya memaparkan jumlah kasus perdagangan orang yang ditangani sebanyak 614 kasus. Sedangkan IOM (International Organization for Migration) menangani 1.559 korban di tahun yang sama. Belum lama ini kasus perdagangan orang kembali mencuat menjadi isu nasional dimana PT Malindo Mitra Perkasa (MMP), Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS, biasa dikenal dengan PJTKI) di NTT diduga menyalahi aturan hukum namun tetap beroperasi dan terindikasi melakukan praktik perdagangan orang.
Namun sangat disayangkan, penyelidikan kasus perdagangan orang tersebut dihentikan atas perintah pimpinan Rudi Soik, Direktur Pidana Khusus Polda NTT, Kombes M Slamet tepat saat Brigadir Polisi Rudi Soik yang ditugaskan dalam satuan tugas (satgas) anti perdagangan orang Polda NTT hendak mengungkap jaringan perdagangan orang di NTT.
19 November 2014, Brigadir Polisi Rudi Soik ditahan dengan tuduhan melakukan penganiayaan saat ia menjalankan tugas. Proses hukum terhadap Rudi Soik mencuat dan terus berjalan bahkan berlari dengan kencang hingga saat ini sudah berada dalam proses pengadilan. Ironisnya, kasus perdagangan orang yang diselidikinya justru terhenti sama sekali. Sindikat perdagangan orang di NTT gagal terungkap dan masih dapat beroperasi dengan leluasa. Hal ini jelas menjadi ancaman bagi warga NTT, dan dalam hal ini Negara harus bertindak.
Menyadari tingginya angka korban perdagangan orang terutama dari propinsi NTT dan NTB, Mei 2014 Kemenlu R.I. mengadakan penyadaran bagi para stafnya di wilayah tersebut. Beralihnya tampuk pemerintahan ke tangan Presiden Joko Widodo pun menangkap bahaya laten yang sama terkait tindak pidana perdagangan orang di NTT. Presiden Joko Widodo dalam kunjungan nya memperingati HUT 56 tahun NTT, 20 desember 2014, memerintahkan Kapolda NTT untuk menghentikan perdagangan manusia di NTT. Presiden mengingatkan Kapolda agar aparat keamanan tidak boleh melindungi pelaku perdagangan manusia. “Saya sudah perintahkan Kapolda, perdagangan manusia dihentikan, jangan sampai ada yang melindungi pelaku, tidak bisa dibiarkan! Siapapun yang terlibat diusut tuntas!”
Sehubungan dengan kondisi di atas dan adanya mandat yang telah diberikan oleh Presiden Jokowi kepada Kepolisian di NTT, Aliansi Masyarakat Sipil Anti Perdagangan Manusia (Amasiaga) melakukan audiensi dengan Wakil Kepala Kepolisian R.I. (Wakapolri) untuk mengingatkan dan mendesak komitmen Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) sebagai satu bagian yang utuh dengan pemerintahan Jokowi untuk membongkar mafia perdagangan orang secara khusus di wilayah NTT.
Adapun dalam pertemuan ini kami meminta dan mendesak Kepolisian R.I. dalam hal ini Wakil Kepala Kepolisian R.I. (Wakapolri) untuk:
1. Melakukan upaya terstruktur dan sistematis dalam membongkar sindikat perdagangan orang di seluruh wilayah Indonesia, yang secara khusus dimulai dengan mengungkap sindikat perdagangan orang di wilayah NTT;
2. Memerintahkan Kapolda NTT untuk melanjutkan proses penyelidikan terhadap kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang yang terjadi di PT Malindo Mitra Perkasa (MMP) dan laporan-laporan lain terkait dugaan tindak pidana perdagangan orang yang berada di wilayah Polda NTT;
3. Memerintahkan Kepala Divisi Propam R.I. untuk segera merespon laporan publik terkait nama-nama anggota Kepolisian Daerah NTT yang diindikasikan terlibat dalam membantu sindikat perdagangan orang di NTT, melakukan proses pemeriksaan internal terhadap anggota Kepolisian tersebut, serta memberikan sanksi tegas sesuai dengan hasil pemeriksaan;
4. Mengeluarkan kebijakan yang sama sebagaimana di isu tindak pidana korupsi Kepolisian R.I. pernah mengeluarkan Surat Edaran No.B/345/III/2005/Bareskrim yang intinya kepolisian harus mendahulukan pengusutan kasus korupsi dari pada kasus pencemaran nama baik, pada isu tindak pidana perdagangan orang;
5. Meminta Wakapolri dan seluruh jajaran kepolisian agar memberikan perhatian pada titik-titik rawan yang terjadi menimpa kepolisian pada saat menangani kasus trafficking.
Demikian pernyataan sikap ini kami sampaikan. Salam Berantas Mafia Perdagangan Orang!
Hormat Kami,
Jakarta, 13 Januari 2014
Aliansi Masyarakat Sipil Anti Perdagangan Manusia –AMASIAGA-
“VIVAT Indonesia, Migrant Care, PADMA Indonesia, AMPERA NTT, Institute Perempuan, POKJA MPM, PP PMKRI, FORMMADA NTT, JPIC FSGM, JPIC FMM, JPIC OFM, JPIC SVD Kalimantan, DD Law Firm, BNJ Law Office, KOMMAS Ngada Jakarta, PUSAM Indonesia, dan Ocean Watch Indonesia (OWI), LBH Jakarta, JALA PRT, Jaringan Buruh Migran (JBM)”
Orang Kontak:
Rm. Paul Rahmat – Kordinator AMASIAGA (081332603855), Asfinawati – LBH TKI (08128218930), Pratiwi – LBH Jakarta (081387400670)
[1] Penyekapan 19 PRT asal NTT, Lusiana Dairo Ounga, dkk. (bulan Maret dan September 2012) dan 17 PRT, Yuliana Hesti Lewier, dkk. (13 Februari 2014), Bogor, Jawa Barat, Februari 2014 oleh isteri Brigadir Jendral Polisi (Purnawirawan) Mangisi Situmorang; PT Citra Kartini Mandiri, perusahaan penyalur pekerja rumah tangga (PRT), di Bintaro, Tangerang Selatan, Jumat 18 Oktober 2013, yang diduga menyekap 88 orang wanita muda.