Jakarta, bantuanhukum.or.id—Selasa, 13 Januari 2015, JALA PRT yang tergabung dalam KAPPRTBM (Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran) melakukan audiensi dengan Komisi IX DPR RI sehubungan dengan pembahasan RUU PRT. Dalam audiensi tersebut, pimpinan Komisi IX DPR, yakni Dede Yusuf menegaskan bahwa RUU PRT sebagai daftar isu prioritas dan masuk dalam daftar prolegnas (program legislasi nasional) untuk periode 2015-2019. “Komisi IX telah memutuskan bahwa isu pekerja rumah tangga merupakan isu prioritas dari Komisi IX DPR RI untuk dimasukkan dalam daftar prolegnas”, tegas Dede Yusuf.
Selain menegaskan bahwa pembahasan RUU PRT menjadi isu prioritas bagi Komisi IX, salah satu anggota Komisi IX, Ribka Tjiptaning juga menyarankan agar JALA PRT bersama dengan KAPPRTBM untuk mendesak fraksi-fraksi yang ada di DPR RI agar mendukung pengesahan RUU PRT menjadi undang-undang. “Teman-teman JALA PRT jangan hanya mengejar Komisi IX saja, tapi kawan-kawan juga harus mendesak fraksi di DPR agar mereka bisa anggotanya di komisi untuk mendukung RUU ini”, lanjutnya.
Audiensi JALA PRT kali ini juga turut memberikan 17.500 tanda tangan petisi melalui Change.org yang mendukung pengesahan RUU Perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILO 189. Penyerahan petisi secara simbolik dilakukan oleh Wina, PRT dari Serikat PRT Sapu Lidi.
Perjuangan JALA PRT dalam mengusung RUU PRT agar masuk ke dalam prolegnas sudah berlangsung selama lebih dari 10 tahun, namun belum dianggap sebagai hal yang penting bagi DPR RI. Pembahasan RUU PRT ini pun pernah bergulir kembali di tahun 2009 saat periode DPR 2009-2014, hingga DPR melakukan studi banding ke Afrika Selatan. Meskipun demikian, tetap saja DPR RI tidak menjadikan isu pekerja rumah tangga menjadi suatu hal yang prioritas.
Dengan masuknya RUU PRT ini ke dalam prolegnas, membuka babak baru bagi perjuangan para pekerja rumah tangga dalam memperjuangkan haknya. Para pekerja rumah tangga harus untuk mengawal RUU PRT ini mulai dari pembahasan hingga pengesahannya nanti di DPR agar tidak ada muatan dalam undang-undang yang justru tambah merugikan para pekerja rumah tangga di kemudian harinya. Sehingga perjuangan para pekerja rumah tangga belum selesai dan masih jauh dari kata selesai. (Matthew)