Jakarta, bantuanhukum.or.id – Pengacara dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) harus bekerja keras dalam “membumikan” HAM, baik dalam pengajuan konsep maupun dalam cara berkomunikasi ke masyarakat. Walaupun Indonesia sudah memiliki Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia (UU No. 39 Tahun 1999), ratifikasi berbagai instrumen HAM internasional, dan memiliki satu Bab mengenai HAM dalam konstitusinya, ternyata HAM banyak tidak dimengerti oleh masyarakat awam.
Tidak pahamnya masyarakat terhadap HAM terbukti ketika LBH Jakarta mengadakan kegiatan diskusi HAM Masuk Kampung untuk memperingati Hari HAM Internasional di Kelurahan Tomang pada Jumat malam, 3 Desember 2014. Belasan ibu-ibu yang menjadi peserta diskusi tidak mampu menjawab ketika pengacara dan asisten pengacara publik bertanya: “Apa itu HAM?”. Dua orang ibu dengan cepat menjawab: “Apa? Kita gak ngerti! Hamburger?”. Satu orang ibu menjawab: “Saya tahu ham itu dari film Dono.”-maksudnya hamburger-. Satu orang nenek berusia 80 tahun menjawab: “Hammmmpir jatoh. Eh, hammmmpir kepeleset.”. Dan kemudian si nenek tertawa. Satu orang ibu menjawab: “HAM itu yang Munir dibunuh itu kan?”
Jawaban tersebut mengingatkan kita pada salah seorang pejabat publik Jakarta yang pernah mengatakan HAM (Hak Asasi Manusia) sebagai Hamburger. Hal tersebut seakan mengisyaratkan bahwa ternyata kita masih jauh dari kehidupan yang penuh penghormatan dan pemenuhan HAM. Banyak yang belum memahami apa itu HAM, bahkan seorang pejabat publik juga meremehkan HAM. Padahal HAM sudah menjadi bagian yang tidak dipisahkan dari konstitusi.
Gading, Asisten Pengacara Publik LBH Jakarta, pada kesempatan tersebut memberikan pemahaman tentang HAM kepada ibu-ibu di Kelurahan Tomang. “HAM adalah hak dasar manusia yang didapat oleh manusia sejak ia lahir, anugerah Tuhan, dan wajib dipenuhi oleh Negara”, ucap Gading.
Diskusi dengan ibu-ibu Kelurahan Tomang ini pun dilanjutkan dengan penjelasan pembagian HAM, yaitu Hak Sipil dan Politik, serta Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Gading kemudian menjelaskan contoh-contoh Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, antara lain hak atas pekerjaan, hak atas upah dan kondisi kerja yang layak, hak untuk berserikat dan melakukan mogok, hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas tempat tinggal, dan lain sebagainya.
Setelah diberikan pemaparan mengenai jenis-jenis hak asasi manusia, suasana pun menjadi riuh. Ternyata persoalan yang mereka hadapi sehari-hari adalah persoalan HAM. Tempat tinggal mereka terancam digusur, banyak pengangguran, bekerja tapi upah tidak layak, seorang ibu harus berhutang untuk biayai pendidikan, seorang ibu bercerita anak dari saudaranya tidak bisa masuk sekolah jika tidak membeli buku, seorang ibu berharap anaknya kelak bisa kuliah gratis, dan berbagai permasalahan lain yang biasa mereka hadapi sehari-hari. Mereka sangat antusias untuk bertanya dan berkonsultasi lebih dalam untuk dapat mengatasi permasalahan HAM yang mereka alami.
Alghif, Pengacara Publik LBH Jakarta kemudian memaparkan mengenai tanggung jawab Negara dalam pemenuhan HAM. Negara berjanji untuk memenuhi HAM tersebut dengan melakukan ratifikasi-ratifikasi kovenan internasional, membuat undang-undang, dan bahkan memasukkan di dalam konstitusi. Oleh karenanya Negara punya tanggung jawab menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM setiap warga negaranya.
Kemudian, tanya-jawab kembali terjadi antara ibu-ibu dan Alghif, “Lho, kalo begitu kenapa kita mau digusur? Kenapa pemerintah gak penuhi?”.
Alghif kemudian menjawab, “Karena itu HAM harus selalu disuarakan, HAM harus dituntut, tidak ada HAM yang diberikan dengan cuma-cuma.”
Di akhir diskusi, ibu-ibu di Kelurahan Tomang ini bersepakat bahwa HAM harus diperjuangkan dan meminta LBH Jakarta untuk membantu. Mereka sepakat jika tetangganya atau saudara mereka memiliki permasalahan HAM, maka harus diperjuangkan bersama. Setelah diskusi mengenai HAM di acara HAM Masuk Kampung, lalu bagaimanakah cara HAM itu dipromosikan seperti hamburger? Bagaimana cara “hamburger” itu direbut dan diperjuangkan?. (@AlghifAqsa)