RILIS PERS No.: 1344/SK/LBH/XI/2014
LBH Jakarta menyatakan kekecewaan yang mendalam atas penunjukan dan pelantikan tiba-tiba M. Prasetyo sebagai Jaksa Agung yang baru oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis siang (20/11) . “Di tengah optimisme publik tentang slogan “revolusi mental” Jokowi sekaligus sinisme terhadap kondisi penegakan hukum, hampir dapat dipastikan penegakan hukum dalam masa pemerintahan Jokowi akan berjalan di tempat” ujar Febi Yonesta, Direktur LBH Jakarta.
“Penunjukan bos Korps Adhyaksa yang baru tidak bisa dipandang remeh. Masalahnya, di sinilah sebetulnya momen pembuktian tentang komitmen politik hukum pemerintahan yang baru, di mana pemberantasan korupsi, impunitas terhadap pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM), dan kriminalisasi terhadap rakyat kecil masih kerap terjadi. Jokowi dapat memakai kesempatan ini karena kewenangan untuk memilih Jaksa Agung murni hak prerogatif Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan)” tambah Febi.
Soal pemberantasan korupsi di dalamnya termasuk pemberantasan mafia hukum, di mana bukan rahasia lagi bahwa Jaksa-Jaksa sendiri yang menjadi aktornya. Salah satu yang “kebetulan” mencuat adalah kasus Jaksa Urip Tri Gunawan. Jangan lupakan juga tentang proses rekrutmen di Kejaksaan yang sarat uang. Belum lagi tentang kejahatan korupsi di masa lalu seperti kasus korupsi Soeharto dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tentang impunitas terhadap pelanggaran HAM bisa kita lihat bersama dari kasus-kasus kejahatan HAM berat seperti Peristiwa ’65, Talangsari, Tanjung Priok, Petrus, Trisakti, Marsinah, Udin, Kerusuhan Mei ’98, serta Semanggi I dan II yang tidak jelas arah penyelesaiannya. Kriminalisasi terhadap rakyat kecil terus terjadi, untuk mengambil contoh terbaru adalah kasus Pembunuhan Cipulir yang ditangani oleh LBH Jakarta, di mana 6 (enam) orang (4 (empat) diantaranya adalah anak-anak) diajukan ke muka pengadilan tanpa ada satupun bukti yang sah secara hukum.
Jika berkaca kepada rekam jejak M. Prasetyo, sangat sulit untuk mengatasi hal-hal di atas karena secara praktis, tidak ada hal yang spesial selama ia mengemban berbagai jabatan di Kejaksaan dengan jabatan terakhir sebagai Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum. Yang ada justru kedudukannya sebagai politisi sekaligus anggota DPR aktif periode 2014-2019 dan dugaan keras terlibat dalam kasus Kredit Macet di Bank Mandiri. Padahal, seorang Jaksa Agung harus bebas dari kepentingan politik dan memiliki rekam jejak cemerlang untuk menghadapi pekerjaan yang menggunung.
LBH Jakarta menantang M. Prasetyo untuk membuktikan kinerjanya dengan menuntaskan kasus-kasus korupsi skala besar, pelanggaran HAM masa lalu, perbaikan administrasi perkara dan mereformasi Kejaksaan dalam jangka 6 (enam) bulan. Jika tidak, kepada Presiden Jokowi: silakan cari Jaksa Agung yang lain! Atas hal-hal tersebut diatas, kami meminta:
- Presiden Joko Widodo untuk tidak segan mencopot M. Prasetyo jika tebang pilih dalam penegakan
hukum; - M. Prasetyo sebagai Jaksa Agung baru untuk menuntaskan kasus-kasus besar yang ditangani Kejaksaan;
- M. Prasetyo untuk melakukan reformasi skala besar di Kejaksaan.
Narahubung: Febi Yonesta: +6287870636308; Muhamad Isnur: +6281510014395.