Tes Keperawanan yang Diterapkan Bagi Calon Polwan Adalah Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengutuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang mewajibkan para calon polwan untuk menjalani tes keperawanan sebagai syarat masuk. Tes keperawanan adalah tindakan diskriminatif, kejam, melecehkan, merendahkan dan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan.
Tes keperawanan sebagai syarat menjadi polwan yang ternyata sudah dipraktekkan sejak lama oleh Polri mencoreng kredibilitas Polri sebagai satuan penegak hukum karena praktek tersebut jelas-jelas melanggar hukum. Walau praktek tersebut didasarkan pada Peraturan Kapolri Nomor 5 Tahun 2009 pasal 36, namun pasal tersebut sebenarnya tidak secara eksplisit mengharuskan adanya tes keperawanan, melainkan hanya pemeriksaan kesehatan termasuk alat kelamin. Maka, tes keperawanan hanyalah sebuah praktek kebiasaan dan akan dengan mudah dihilangkan tanpa ada prosedur hukum tertentu apabila memang Polri berniat untuk menghapus kebiasaan tersebut.
Tes keperawanan tersebut dilakukan dengan memasukkan dua jari ke dalam vagina perempuan untuk memeriksa selaput dara. Tindakan tersebut menyakiti perempuan korban baik fisik maupun mental. Seperti yang sudah diketahui dari hasil investigasi dan laporan Human Rights Watch yang dirilis pada tanggal 18 November 2014, ada perempuan calon polwan yang menjalani tes keperawanan tersebut hingga pingsan karena stress dan sakit.
Ketentuan tersebut melanggar berbagai konvensi internasional yang memang sudah diratifikasi oleh Indonesia yakni pasal 7 Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan tentang Hak-hak Sipil dan Politik, pasal 16 Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Anti Penyiksaan, dan Undang–Undang No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
“Logika Polri yang bilang kalau tidak perawan lantas tidak bermoral itu sangat tidak berdasar dan tidak nyambung. Saya tanya balik, apakah suatu institusi yang melakukan kekerasan terhadap perempuan secara sistematis itu bermoral?” kecam Veronica Koman, Pengacara Publik LBH Jakarta.
Belakangan muncul dalil dari Kepala Polri Sutarman bahwa yang dilakukan adalah tes kesehatan dan bukannya tes keperawanan. Daripada berdalih, lebih baik Polri memang menghapus tes keperawanan dan menjadi satuan penegak hukum yang berintegritas. Begitu pula di seluruh bumi Indonesia, tes keperawanan harus dihapuskan.
Kontak: Veronica Koman: 082298343067