Ikut aksi demo menolak kebijakan pimpinan kampus, sejumlah mahasiswa Universitas Nasional (Unas) Jakarta dipecat. Ada juga yang dikenai skorsing. Beberapa di antaranya melawan pemecatan itu. Salah satunya Wahyu Dharmawangsa Purba.
Mahasiswa Fakultas Hukum Unas ini menggugat dekannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Menurut Veronica K, pengacara LBH Jakarta yang mendampingi Wahyu, menjelaskan kliennya menggugat Dekan Fakultas Hukum karena pemecatan Wahyu diteken Dekan pada 7 Juli 2014 lalu.
Veronica melihat ada kejanggalan dalam penerbitan SK pemecatan. Surat tidak langsung diberitahukan padahal informasi pemecatan itu penting. Gara-gara tidak diberitahu langsung, kliennya sempat membayar SPP untuk semester berikutnya dan diterima pihak kampus. “Kalau memang pihak kampus sudah pecat, jangan diterimalah (SPP—red). Ini masih diterima,” ujar Veronica.
Selain itu, Veronica menilai aneh ada SK pemecatan dengan dalih terlibat kericuhan padahal belum ada pembuktian terlibat tidaknya Wahyu. Lagipula tidak ada peringatan lebih dahulu sebelum SK terbit. “Prosedurnya menyalahi ketentuan,” jelas Veronica.
Dekan FH Unas, Surajiman, sudah mengetahui adanya gugatan mahasiswa itu. Tergugat, dalam kasus Wahyu dan perkara mahasiswa lain, diwakili Pusat Bantuan Hukum Unas.
Surajiman menjelaskan langkah pemecatan diambil karena Wahyu ikut demo menentang kebijakan pembatasan operasional kampus yang berujung pada perusakan aset. Unas memberlakukan ketentuan kampus hanya terbuka mulai pukul 08.00 hingga 22.00 Wib. Mahasiswa menentang dengan cara menggelar aksi, yang berujung pengrusakan.
“Aset yang dirusak itu tata tertib, spanduk, banner. Itu diturunkan terus dibakar. Kemusian dipasang lagi yang baru, diturunkan dan dibakar lagi. Dua kali dirusak,” jelas Surajiman.
Mustakim dari Pusat Bantuan Hukum Unas mengatakan hak Wahyu dan mahasiswa Unas yang dipecat untuk menempuh upaya hukum. Tinggal bagaimana memperkuat bukti di pengadilan. Kliennya, kata Mustakim punya bukti pengiriman surat keputusan pemecatan.
Mustakim bercerita, semula ada tiga orang yang mengajukan gugatan sekaligus. Tetapi atas permintaan hakim, berkasnya dipisah karena SK pemecatan berbeda-beda. Yang sudah disidangkan di PTUN Jakarta adalah gugatan mahasiswa FISIP, sedangkan gugatan mahasiswa FH Mustakim belum tahu perkembangannya. “Kalau ada yang mengajukan lagi (setelah berkas dipisah—red), kami belum tahu karena belum ada panggilan,” jelasnya. Veronica mengamini. “Sidangnya belum dikasih kabar sama PTUN”.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, ada empat orang mahasiswa yang dipecat setelah aksi pembakaran spanduk tata tertib di depan Blok I Kampus Unas, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Mereka adalah Lukmanul Hakim dan Reza Wahyu Pratama (Komunikasi), Wahyu Dharmawangsa Purba (hukum), dan Firman Suryana (Pertanian). Reza dipecat berdasarkan SK Rektor Unas No. 03 Tahun 2014. Yang lain, seperti Wahyu Dharmawangsa, dipecat melalui SK Dekan. Karena itu, ia menggugat Dekan FH ke PTUN. (hukumonline.com)