Pemilihan Jaksa Agung di era kepemimpinan Joko Widodo adalah langkah awal yang menentukan wajah reformasi Kejaksaan Republik Indonesia 5 tahun kedepan. LBH Jakarta berpandangan Presiden selayaknya menggunakan pendekatan diluar kebiasaan namun tidak bertentangan dengan hukum dalam proses pemilihan Jaksa Agung baru. Pendekatan diluar kebiasaan ini tidak terbatas mengenai penentuan figur Jaksa Agung, namun juga kepastian bahwa Jaksa Agung terpilih memiliki sumber daya manusia dan dukungan yang memadai untuk melakukan reformasi Kejaksaan.
LBH Jakarta menilai setidaknya ada 2 agenda reformasi yang harus menjadi perhatian utama Presiden. Pertama adalah perbaikan manajemen perkara, masih banyaknya kasus-kasus yang melibatkan pejabat negara atau pemilik modal serta merugikan keuangan negara maupun kepentingan publik justru mandek di Kejaksaan. Di sisi lain kriminalisasi terhadap warga miskin dan buta hukum terus berlangsung. Kedua, yakni pembenahan dan penguatan sistem pengawasan kejaksaan yang didalamnya mencakup penegakan hukum terhadap jaksa-jaksa nakal dan penghargaan atau promosi berkeadilan terhadap jaksa bersih dan berprestasi. Untuk melakukan kedua agenda tersebut, Presiden memerlukan tim yang kuat dan solid.
Berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia, kewenangan pengangkatan Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung dan Jaksa Agung Muda berada ditangan Presiden. “Presiden harus menggunakan segala kewenangan yang berada dalam gengamannya pada penentuan Jaksa Agung kali ini dengan tidak hanya menentukan Jaksa Agung saja namun juga paket unsur pimpinan dan unsur pembantu pimpinan yang akan menyertai Jaksa Agung terpilih” ujar Febi Yonesta, Direktur LBH Jakarta.
Lebih lanjut Febi Yonesta berpendapat “paket pimpinan dan pembantu Jaksa Agung pilihan presiden dapat diisi oleh figur-figur yang berasal dari dalam dan luar Kejaksaan Agung, anak-anak terbaik bangsa yang sudah teruji integritasnya, bersih, tidak mempunyai catatan tercela dari rekam jejaknya dan memiliki keahlian yang memang diperlukan dalam reformasi Kejaksaan RI”.
Ketiga calon Jaksa Agung yang direkomendasikan oleh Tim Transisi Joko Widodo dengan dipadupadankan bersama beberapa jaksa karirbisa menjadi kekuatan signifikan yang dapat digunakan oleh Presiden untuk membangun tim tersebut. Namun selain harus memperhatikan hasil penelitian rekam jejak yang dilakukan KPK terhadap sosok-sosok tersebut, LBH Jakarta juga menyarankan agar presiden meminta masukan dari Komnas HAM atas kinerja dan perspektif para calon terhadap pemenuhan dan perlindungan HAM.
Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi :
Febi Yonesta (081319085905), Tommy (081315554447)