“Saya yakin aksi ini akan jauh lebih hebat dan konsisten dari aksi “Plaza De Mayo”di Argentina, hingga nanti keadilan benar-benar turun dan menghukum para pelaku pelanggar HAM,”
Mendung menyelimuti langit sore Jakarta pada Kamis 17/07/2014. Langit yang kelabu, dan sisa gerimis yang menggenang tak lantas menyurutkan semangat Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) untuk melakukan aksi Kamisan. Sambil menunggu waktu berbuka puasa, mereka kembali lagi ke hadapan Istana Negara, untuk menyampaikan lagi tuntutan mereka.
Sama seperti kamis-kamis sebelumnya, mereka tetap berusaha agar keadilan diberikan kepada mereka. Keadilan yang mereka tuntut sangat sederhana, mereka meminta para korban yang dihilangkan secara paksa dikembalikan. Atau jika memang keluarga, sahabat, atau kawan mereka tidak kembali, minimal negara mengadili para pelaku penculikan tersebut.
Khusus Kamis ke-360 kali ini, para peserta aksi kamisan datang dengan sebuah pesan khusus, pesan kepada kedua pasangan Capres dan Cawapres. Seruan agar kedua belah pihak, pasangan Capres dan Cawapres menghentikan klaim kemenangan, karena menimbulkan kekisruhan dan gejolak di masyarakat. Seperti yang tertulis pada surat Kamisan ke-360,”munculnya gejolak tersebut karena adanya klaim kedua pihak sebagai pemenang pemilu presiden dengan berdasar pada rujukan quick count.”
Setelah kurang lebih satu jam para peserta aksi melakukan aksi diam menghadap ke Istana Negara, dengan membentangkan spanduk dan menggunakan payung berwarna hitam sebagai simbol dan identitas aksi mereka, para peserta aksi kembali melakukan refleksi. Dalam formasi lingkaran, tanpa ada satupun peserta yang tersudut, para peserta satu persatu menyampaikan refleksinya.
Perwakilan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mendapat kesempatan pertama membuka refleksi di Kamis ke-360 kali ini. “Kami dari ICW sangat mendukung aksi kamisan ini, dan menyerukan agar para Capres dan Cawapres bisa menahan diri agar kondisi masyarakat juga ikut kondusif,” ungkap Illian perwakilan ICW dalam refleksinya.
Selanjutnya giliran perwakilan dari LBH Jakarta, Nindya Wulandari yang memberikan refleksi. Perempuan bersuara lembut ini rupanya cukup semangat berbicara sambil sesekali meninggikan suaranya yang kalah bersaing dengan deru suara kendaraan bermotor yang lalu lalang di depan jalanan Istana Negara. Nindya atau yang akrab disapa Ninja oleh teman-temannya, memilih untuk melecut semangat para peserta aksi kamisan dalam refleksinya. “saya yakin aksi ini akan jauh lebih hebat dan konsisten dari aksi “Plaza De Mayo”di Argentina, hingga nanti keadilan benar-benar turun dan menghukum para pelaku pelanggar HAM,”ungkap Ninja dengan lantang.
Aksi Kamisan ini berakhir tepat setengah jam sebelum adzan Maghrib menggema. Sebelum peserta aksi yang terdiri dari beberapa NGO dan individu-individu yang tergerak hatinya untuk memperjuangkan berdirinya dan dilindunginya Hak Asasi Manusia membubarkan diri, seorang peserta yang jauh-jauh hadir dari Bali, mendapat kesempatan untuk memberikan refleksi dalam aksi kamisan ini. Aksi ditutup dengan doa, dengan harapan agar kekisruhan dalam pilpres akibat arogansi dan klaim kedua belah pasangan Capres segera dihentikan. Agar masyarakat tak menjadi bingung bahkan timbul gejolak akibat klaim kemenangan tersebut.