Selasa, 24/06/14 kemarin terjadi konflik agraria antara warga dari tiga Desa di Karawang. Desa Wanasari, Wanakerta dan Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, berkonflik dengan PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) yang sahamnya sudah dibeli oleh Agung Podomoro Land.
Eksekusi lahan yang dilaksanakan oleh PN Karawang atas permohonan PT. SAMP tersebut dipimpin oleh Kapolres Karawang, Dedi Hartadi, dan wakapolda Jawa Barat (Rycko Amelza) dengan 7.000 personil Brimob yang dilengkapi persenjataan lengkap.
Adapun masyarakat 3 Desa tersebut dibantu oleh Aliansi Besar Karawang (Federasi Serikat Pekerja, Federasi Serikat Kerakyatan Indonesia dan Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia), PBHI Jakarta, KPA, JMPH, LBH Street Lawyer, Serikat Petani Karawang, Aliansi Masyarakat Karawang dan BEM Universitas Singaperbangsa Karawang. Perlawanan tersebut berpusat di Jalan Konsorsium, Desa Wanasari.
Iring-iringan juru sita beserta aparat kepolisian sempat terhambat oleh aksi solidaritas buruh di depan pintu gerbang Tol Karawang Barat dan Timur. Bentrokan antara serikat buruh dan aparat kepolisian yang mengakibatkan 10 buruh terluka, dan 4 petani ditangkap.
Konflik agraria ini merupakan akibat dari pengingkaran hak-hak rakyat atas tanahnya, karena warga telah sejak 1954 telah menguasai dan menggarap lahan secara produktif. Warga juga taat membayar pajak tanah dan bangunan kepada negara. Selain itu warga tidak pernah melepaskan tanah seluas 350 Ha kepada siapapun dan pihak manapun.
Proses Eksekusi ini sangat cacat karena objek yang dieksekusi tidak jelas dan tidak sesuai dengan amar putusan, masih ada putusan yang tumpang tindih dan masih berjalan perkara di Pengadilan. Dalam hal penunjukan batas, orang yang ditunjuk bukan orang yang berkompeten yaitu bukan pemohon eksekusi atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk batas-batas.
Tindakan eksekusi yang cacat prosedur juga dilindungi oleh aparat kepolisian dengan tindakan kekerasan. Hal ini melanggar nilai-nilai HAM baik secara nasional maupun secara internasional seperti yang diatur dalam konvensi Hak Anak dan Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Atas kejadian tersebut, Aliansi Menolak Eksekusi Telukjambe Barat Karawang menolak eksekusi lahan Telukjambe Barat, mendesak Pemerintahan SBY mengambil tindakan tegas kepada aparat yang cacat prosedur dalam mengeksekusi lahan, dan menuntut tanggung jawab Bupati Karawang dan Kapolda Jawa Barat atas jatuhnya korban di wilayah konflik agrarian Telukjambe Barat, Karawang.
(Sumber : kpa.or.id)