Lampiran 1
Kerangka Acuan
Diskusi Publik
“Evaluasi dan Rekomendasi untuk Capres – Cawapres 2014 dalam Perlindungan dan Kesejahteraan Pedagang Stasiun”
A. PENDAHULUAN
Sejak Desember 2012 sampai Agustus 2013 kemarin PT. KAI (Persero) melakukan pengusiran paksa tershadap seluruh pedagang kios yang berjualan di area stasiun kereta api Sejabodetabek. Pengusiran tersebut mengakibatkan 2617 Pedagang kehilangan pekerjaan dan penghasilan, hancurnya hak milik bangunan kios dan rusak serta hilangnya barang-barang yang ada di dalam kios, selanjutnya warga yang mengalami pengusiran tersebut harus kehilangan rumah tempat tinggal mereka sehari-hari. PT KAI yang seharusnya perusahaan yang bergerak di bidang tranportasi perkeretaapian sebenarnya tidak mempunyai kewenangan melakukan pengusiran paksa tersebut, tetapi karena adanya pengabaian dan pembiaran dari institusi negara maka hal tersebut tetap terlaksana.
Dalam setiap perbuatannya PT. KAI juga melibatkan otoritas keamanan seperti kepolisian seperti aparat Polda, Polres dan Polsek serta satuan Brimob setempat dimana akan dilakukan pengusiran paksa, serta adanya pelibatan TNI seperti Marinir. Hal ini menyebabkan adanya ketakutan dan trauma dari korban.
Perbuatan yang dilakukan oleh PT. KAI tidak hanya terjadi di Jabodetabek akan tetapi meluas secara nasional dan menimpa masyarakat di daerah-daerah lain, seperti yang terjadi di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY. Yogyakarta, perbuatan tersebut dilakukan dengan cara melarang pedagang kecil berjualan di stasiun kereta api diantaranya yang terjadi di Stasiun Madiun, Stasiun Tegal, Stasiun Wates, Stasiun Tugu Yogyakarta, Stasiun Solo Jebres, Stasiun Klaten, Stasiun Solo, Stasiun Sragen, Stasiun Ngawi, dan wilayah PT KAI Daop V Purwokerto.
Korban akibat pengusiran tersebut di daerah Jabodetabek diperkirakan sejumlah 2617 kios jika hal tersebut terjadi kepada pemilik kios sebagai kepala keluarga, jumlah korban dapat bertambah sampai empat kali lipat menjadi 10.468 ketika setiap KK bertanggung jawab terhadap anak dan istrinya, belum lagi ditambah jumlah ribuan korban lain yang berada di daerah-daerah.
Pedagang kios di stasiun yang mempunyai hak kepemilikan atas bangunan dengan cara perolehan membeli juga dirampas hak miliknya secara sewenang-wenang dan dihancurkan begitu saja tanpa ada ganti rugi yang jelas dari PT. KAI.
Perbuatan sepihak yang dilakukan oleh PT. KAI terhadap pedagang sebenarnya bukan tanpa perlawanan. Segala upaya dilakukan untuk menghentikan pengusiran dengan cara mendatangi lembaga Negara seperti Komnas HAM, Ombudsman RI, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Perhubungan Kementerian Kordinator kesejahteraan Rakyat bahkan Presiden RI. Hal tersebut tidak membuahkan hasil karena tidak adanya itikad baik untuk menyelesaikan persoalan dan pimpinan negara ini terkesan abai terhadap permasalahan tersebut. Terakhir pedagang stasiun pemilik kios dan beberapa pemilik rumah yang dihancurkan kios dan rumahnya mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan mekanisme class action dengan Tergugat PT. KAI (Persero) dan Presiden serta kementerian terkait.
Saat ini sedang terjadi transisi kepemimpinan di Indonesia dalam siklus lima tahunan mencari pemimpin baru yang akan menahkodai arah Negara ini melalui Pemilihan Presidenn 2014. Catatan buruk terhadap perlindungan pedagang informal khususnya yang menimpa pedagang stasiun tidak boleh terulang pada kepemimpinan kedepannya dan Negara harus memberikan perlindungan kepada rakyatnya.
Permasalahan yang sedemikan besar tersebut seharusnya juga mendapat perhatian pemimpin negeri ini yaitu Presiden Republik Indonesia karena dampaknya sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat dan juga korban yang tidak sedikit terutama kalangan ekonomi kecil. Dalam pendekatan hak ekonomi social budaya pekerjaan non formil diartikan negara belum mampu untuk memenuhi dan kurangnya jaminan lapangan pekerjaan dalam sektor formil, ditambah pula dengan tingginya angka pengangguran yang mendorong terjadinya pekerjaan non formil. Seseorang memilih menjalani ekonomi informal sebagian besar dilakukan untuk kebutuhan bertahan hidup dan tidak mempunyai pilihan lain. Selanjutnya dalam pemenuhan hak atas pekerjaan negara mempunyai kewajiban untuk mengurangi sebanyak mungkin jumlah pekerja yang bekerja diluar sektor formal, dimana pada situasi tersebut seorang pekerja tidak akan memperoleh perlindungan. belum mampunya negara untuk memenuhi pekerjaan formil seharusnya tidak membuat negara menambah beban rakyat dengan menghilangkan pekerjaannya dalam mencari nafkah untuk kehidupan sehari-harinya dengan cara menggusur secara sepihak.
Negara dalam hal ini Presiden yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan memiliki empat kewajiban penting terkait dengan hak tersebut: Tugas non-diskriminasi, menghormati, melindungi dan memenuhi
Dalam momentum Pemilihan Presiden tahun 2014 ini pedagang stasiun akan melakukan evaluasi serta memberikan rekomendasi kepada masing-masing Calon Presiden dan Wakil Presiden 2014 yaitu Prabowo-Hatta dan Jokowi Jusuf Kalla. Bahwa saat ini ada persoalan besar menyangkut perlindungan hak pedagang kecil salah satunya pedagang kios stasiun yang diusir paksa dari tempat mencari nafkahnya oleh perusahaan BUMN yang notabene adalah kepanjangtanganan pemerintah dalam hal menyediakan transportasi kereta yang berkualitas yaitu PT. KAI (Persero).
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Berdasarkan hal tersebut, maka secara khusus melalui Diskusi Publik ini, kami berharap tercapai tujuan-tujuan, yang antara lain sebagai berikut :
1. Peserta diskusi mengetahui dan memahami persoalan pengusiran paksa yang menimpa pedagang kios stasiun Sejabodetabek;
2. Peserta diskusi mengetahui dan memahami advokasi yang sudah dilakukan oleh pedagang kios stasiun selama pra pengusiran – proses pengusiran – pasca pengusiran paksa;
3. Peserta diskusi mengetahui dan memahami adanya upaya pengabaian dari pemerintah terhadap perlindungan penggusuran pedagang kios stasiun;
4. Peserta diskusi memberikan masukan dan rekomendasi untuk diberikan kepada masing-masing Capres dan Cawapres 2014 terkait perlindungan pedagang stasiun;
C. POKOK BAHASAN
Adapun pokok-pokok bahasan dari diskusi publik adalah sebagai berikut :
1. Pandangan Pembicara selaku korban pengusiran paksa terhadap pemerintahan saat ini dan harapan kepada pemerintah berikutnya;
2. Pandangan mahasiswa selaku pendamping pedagang korban pengusiran paksa;
3. Pandangan LBH Jakarta selaku kuasa hukum pedagang stasiun;
4. Pandangan Ibu Sandra Moniaga tentang perlindungan HAM terhadap pedagang dan kewajiban Negara untuk memenuhinya dalam konteks pengusiran pedagang stasiun;
D. PEMBICARA
1. Dr. Otto Nur Abdullah Komnas HAM
2. Sri Wahyuni R. Pedagang Stasiun
3. Muti BEM FH UI
4. Handika Febrian Pengacara Publik LBH Jakarta
E. PESERTA
Peserta berasal dari pedagang stasiun, warga korban pengusiran paksa, akademisi, mahasiswa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Non-Ilmu Hukum dan/atau Klien/Paralegal/Simpul LBH Jakarta. Keseluruhan peserta berjumlah 200 orang.
F. METODE
Metode yang digunakan dalam penyampaian materi ini adalah partisipatif dan komunikatif, yang dimaksudkan agar terjadi interaksi antara peserta dengan pemberi materi sehingga dapat menambah kematangan pemahaman materi serta memberikan konsep atau teori terbaru.
G. PENUTUP
Semoga Kerangka Acuan ini dapat memberikan gambaran yang cukup mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan dan materi yang akan dibawa oleh Pembicara. Untuk keterangan lebih lanjut, Pembicara dapat menghubungi Panitia. Terima kasih.