Pada hari rabu 21 Mei 2014 Kelompok Kerja (Pokja) RUU Disabilitas serta beberapa wakil Organisasi Disabilitas tingkat nasional melakukan pertemuan bersama sekjen DPR yang didampingi Deputi Hukum dan Perundang-Undangan. Dalam pertemuan tersebut Pokja RUU Disabilitas mempresentasikan dan menyerahkan naskah RUU disabilitas usulan dari masyarakat.
Sejak bulan November 2013 Pokja RUU telah melakukan penyusunan RUU dengan melakukan berbagai kegiatan yaitu FGD bersama Organisasi Penyandang Disabilitas nasional, Konsultasi dengan berbagai Ahli, melakukan Sosialisasi RUU dan Pertemuan Nasional RUU Penyandang Disabilitas. Tujuan dari berbagai kegiatan tersebut adalah mengumpulkan sebanyak-banyaknya masukan dan membangun Gerakan Bersama Mendukung RUU Penyadang Disabilitas.
Dalam pertemuan tersebut tim pokja menyampaikan agar pembahasan RUU Disabilitas dilakukan sebuah Panitia Khusus “pansus”. Selain itu Pokja menyampaikan agar sebelum masa periode DPR 2009-2014 selesai RUU dapat disahkan. Sekjen DPR RI memberikan apresiasi adanya RUU Disabilitas dari masyarakat dan mengingat luasnya cakupan RUU disabilitas yang melingkupi seluruh aspek kehidupan penyandang disabilitas di Indonesia, memang sangat masuk akal jika pembahasannya dilakukan oleh “panitia khusus”.
Pada kesempatan pertemuan ini, Sekjen DPR juga menyampaikan naskah RUU disabilitas yang telah disusun oleh tenaga ahli DPR. Sekjen menyampaikan bahwa Adanya masukan bahan dari masyarakat penyandang disabilitas akan melengkapi draft yang telah dibuat oleh DPR selama ini. Sekjen menyampaikan pula bahwa pembahasan RUU disabilitas di Badan Legislasi (Baleg) juga sudah berlangsung.
RUU disabilitas baru yang akan menggantikan Undang-Undang nomor 4 tahun 1997 merupakan Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM). Sebagai sebuah Undang-Undang HAM, Undang-Undang disabilitas baru ini yang terdiri dari 15 bab dan 290 pasal bersifat implementatif.
Beberapa hal penting yang akan diatur oleh Undang-Undang disabilitas baru ini, antara lain adalah pendataan penyandang disabilitas yang dilakukan satu kali dalam lima tahun, penyandang disabilitas di Indonesia akan memiliki “kartu tanda disabilitas (KTD), dengan KTD ini penyandang disabilitas berhak mendapatkan “konsesi” atau potongan biaya di pelbagai bidang, misalnya transportasi, biaya listrik dan air.
Undang-Undang disabilitas baru juga akan melahirkan “komisi nasional disabilitas Indonesia (KNDI)”, sebuah lembaga negara independen yang akan memantau pelaksanaan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia.