Senin, 19 Mei 2014, bertempat di LBH Jakarta. Serikat Buruh/Serikat Pekerja yang tergabung di dalam Gerakan Buruh Melawan Lupa mendeklarasikan gerakan ini. Gerakan ini terlahir dilatar belakangi, dimana kaum buruh melihat semakin menguatnya militer bahkan ingin mengontrol gerakan kaum buruh, dengan cara melindungi pengusaha dan mengintimidasi kaum buruh dalam memperjuangkan hak-haknya. Berkaca pada zaman Presiden Soeharto, gerakan serikat buruh dihambat bahkan gerakan serikat buruh diberangus, terbukti hanya ada satu wadah serikat pekerja yang diperbolehkan pada zaman tersebut.
Menyikapi 16 tahun reformasi, ternyata semakin lama kekuatan militer semakin menguat. Ditandai banyaknya legislasi yang dilahi8rkan yang merepresif pergerakan kaum buruh, bahkan tidak jarang TNI dan POLRI secara bersama-sama merepresi kaum buruh saat menuntut dan memperjuangkan haknya.
Dalam menyambut Pilpres 2014, upaya militer untuk mengembalikan kejayaannya pada saat orde baru semakin tampak, ditandai dengan adanya Capres dari eks militer mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto yang mempunyai potensi besar untuk merepresi pergerakan kaum buruh guna menuntut hak-haknya. Disamping itu Prabowo juga mempunyai catatan terkait merusak tatanan demokrasi dengan menculik aktifis dan pejuang demokrasi dan sampai hari ini masih hilang.
Gerakan Buruh Melawan Lupa juga meluncurkan catatan hitam militer dan 16 tahun reformasi di sektor perburuhan. Dalam catatan tersebut menyoroti bagaimana keterlibatan militer dalam sektor perburuhan, ini dapat kita lihat bercokolnya Purnawirawan TNI-PORI yang masuk dalam struktur komisaris perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan-perusahaan swasta yang strategis, diantaranya adalah PT Pertamina (Persero) salah satu jabatan Komisaris di duduki oleh Purnawirawan Jenderal Tni yaitu Mayjen (Pur) Nurdin Zainal, dengan jabatan terakhir di karier militernya adalah Kepala Badan Intelejen Strategis TNI (2006), Marsekal (Pur) Agus Suhartono, mantan Panglima TNI yang kini menjabat sebagai Komisaris Utama dan Komisaris Independent PT Bukit Asam Tbk, Jenderal (Pur) Agum Gumelar sebagai Komisaris di Lippo Group, Jenderal (Pur) A.M Hendropriyono, mantan Kepala Badan Intelejen Negara, menjabat sebagai komisaris PT. Duta Graha Indah 2001-2004.
Mantan Purnawirawan Jenderal Polisi pun demikian pula, banyak yang menjabat sebagai Komisaris di Perusahaan BUMN dan Perusahaan Swasta diantaranya adalah Irjen (Pur) Pol Adang Firman, kini ia menjabat sebagai komisaris PT KAI (Persero), ia pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya (2006-2008) dan Jenderal (Pur) Pol Sutanto yang pernah menjabat Kepala POLRI dan Kepala BIN, kini menjabat sebagai Presiden Komisaris Wilmar Group.
Keterlibatan militer di sektor buruh yang kedua adalah upaya militer dalam pengkerdilan Gerakan Serikat Buruh. Upaya pengkerdilan dan pemberangusan kegiatan pergerakan serikat buruh juga tak terlepas dari sejarah rezim otoritarian dan militerisme pada masa Presiden Soeharto. Kini, hal yang terjadi dimasa lampau perlahan kembali berulang dengan meningkatnya represifitas TNI-POLRI terhadap anggota dan pengurus SP/SB. Bentuk-bentuk represifitas dan intimidasi yang dialami berupa buruh mengalami langsung bentuk-bentuk kekerasan baik secara fisik maupun psikis, keterlibatan langsung anggota TNI dalam mengamankan aksi-aksi buruh menuntut hak-haknya dan bentuk-bentuk pelarangan dan penghalang-halangan kegiatan SP/SB.
Capaian dalam 16 tahun reformasi di sektor perburuhan, legislasi yang dihasilkan masih Militeristik dan Represif. Legislasi yang dihasilkan di sektor perburuhan khususnya keberadaan UU PHI mengakibatkan menghilangkan intervensi negara, mengalihkan hukum publik menjadi hukum privat, mengkebiri fungsi pengawasan, formalisme proses penyelesaian perselisihan dan mengadu domba serikat buruh.
Di era Pemerintahan SBY banyak melahirkan legislasi yang merepresif gerakan masyarakat sipil khususnya serikat buruh, diantaranya UU No 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, Inpres No. 2 tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri dan Inpres No. 9 tahun 2013 tentang Kebijakan Penetapan Upah Minimum Dalam Rangka Keberlangsungan Usaha dan Peningkatan Kesejahteraan Pekerja, dimana Inpres tersebut melanggengkan politik upah murah yang menguntungkan kaum pemodal dan merugikkan kaum buruh. Ada juga UU No. 17 tahun 2003 tentang Organisasi Kemesyarakatan, dimana semangat UU ini adalah mengekang kebebasan berserikat dan berorganisasi.
Oleh karenanya, di 16 tahun reformasi ini sekaligus harapan kepada Presiden yang akan terpilih nanti dalam Pilpres tahun 2014 untuk melakukan beberapa hal di sektor perburuhan, yaitu:
- Hapuskan Outsourcing, sistem kerja ini sangatlah merugikan kaum buruh yang mengakibtkan buruh-buruh akan terus hidup dalam kemiskinan;
- Cabut regulasi yang represif dan militeristik, Cabut Inpres No. 9 tahun 2013 tentang Kebijakan Pengupahan, Inpres No.2 tahun 2013 tentang Penaganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri UU Konflik Sosial dan UU Ormas;
- Bentuk Desk Pidana Perburuhan dan Pengawasan Ketenagakerjaan Satu Atap
- Akhiri rezim politik upah murah.
Gerakan Buruh Melawan Lupa, merupakan gabungan dari berbagai SP/SB yang terpanggil untuk menjaga nilai-nilai demokrasi, memastikan pelaku pelanggar HAM masa lalu dihukum dan menolak calon presiden dan atau pengusaha yang militeristik. Adapun SP/SB yang tergabung dalam Gerakan ini adalah GSBI, FSP-LEM SPSI, KSPSI AGN, NIEKEUBA SBSI, FEDERASI OPSI, FBLP, SERBUK, KSBSI, DPD SPN DKI JAKARTA, SPKAJ, SP JOHNSON, KPO-PRP, POLITIK RAKYAT, PEREMPUAN MAHARDIKA, PEMBEBASAN, PPR, GSPB, DAN SBTPI. Gerakan Buruh Melawan Lupa juga didukung oleh Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa. (FAUZI)