Diskusi yang diadakan oleh LBH Jakarta dan Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa bertemakan “Buruh, Militerisme dan Pilpres 2014” ini di adakan pada hari Jumat, 09 Mei 2014 bertempat di LBH Jakarta. Adapun tujuan diadakannya diskusi ini adalah Mengingatkan kembali peristiwa yang dialami oleh Marsinah atas sikap represifitas rezim militer pada saat itu dan Pilpres yang sebentar lagi diadakan adalah momentum untuk mengingatkan kepada pemerintah agar menuntaskan kasusnya dan kepada publik agar jangan sampai memilih calon presiden yang dapat membawa kembali kepada zaman yang serba mengekang terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul bagi buruh serta rakyat Indonesia pada umumnya.
Diskusi yang diawali dengan menyanyikan Indonesia Raya ini mengahadirkan sejumlah narasumber, yaitu Poengky Indarti (Direktur Imparsial, mantan pengacara Marsinah), Febi Yonesta (Direktur LBH Jakarta), Muradi (Dosen Universitas Padjajaran, Pengamat Militer) dan Ari Widistari (Pengurus Serikat Pekerja di Federasi Buruh Lintas Pabrik).
Poengky Indarti mengisahkan perjuangan Marsinah kala itu hingga proses advokasi yang ia lakukan ketika ia menjadi Pengacara Publik di LBH Surabaya. Marsinah merupakan cerminan aktifis buruh perempuan yang tak mengenal takut, walau di zaman itu kental sekali dengan intervensi militer baik itu di dalam pabrik maupun di luar pabrik, ujarnya. Poengky biasa ia disapa juga mengisahkan Marsinah di temukan tak bernyawa di suatu gubuk di tengah sawah di daerah nganjuk dengan luka-luka ditubuhnya. Dalam visum jasad Marsinah ditemukan sejumlah kejanggalan, dimana visum pertama dijelaskan bahwa terdapat luka di perut secara horizontal, namun dalam visum kedua luka yang ada secara vertikal, jelasnya. Mba Poengky yang kini menjabat sebagai Direktur Imparsial menceritakan atas kematian Marsinah, ia bersama-sama dengan dua belas teman Marsinah mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) ke Pengadilan Negeri Surabaya, pada saat itu yang menjadi tergugat adalah Presiden, Pimpinan Perusahaan tempat Marsinah bekerja dan TNI. Namun gugatan tersebut oleh Majelis Hakim dalam putusan selanya ditolak karena tidak berwenang mengadili Perkara Perburuhan. Majelis Hakim dan Ketua PN Surabaya telah mendapatkan intervensi dari pihak militer, gugatan yang kami ajukan tersebut adalah PMH bukan perburuhan, tegas Mba Poengky.
Dalam mengenang kegigihan perjuangan Marsinah, Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) bersama Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa mengadakan acara Obor Marsinah, serangkaian acara yang dimulai sejak 1-10 Mei 2014 ini konvoi melewati 20 kota di Pulau Jawa dan melakukan nyekar ke makam Marsinah yang berada di Nganjuk, Jawa Timur. Kami mengadakan acara Obor Marsinah coba mengingatkan kembali kepada masyarakat sosok Marsinah itu sendiri, ujarnya. Marsinah merupakan sosok Aktivis buruh perempuan yang berani demi memperjuangkan hak-hak buruh agar lebih sejahtera, tegasnya. Disamping itu kami juga membuat radio komunitas yaitu Marsinah FM di Jakarta Utara, tambahnya.
Muradi (Dosen Universitas Padjajaran Pengamat Militer), dalam penelitian yang ia lakukan menemukan sejumlah fakta yang mencengangkan, dimana masih terdapat keterlibatan jajaran militer dalam pemenangan partai tertentu. Disini dapat kita lihat bagaimana masih kentalnya keterlibatan militer dalam pemilu dalam tahun ini untuk memenangkan partai. Temuan berikutnya, buruh di daerah Jawa Barat di arahkan oleh organisasinya untuk mendukung dan memcoblos partai tertentu. Ketiga, buruh perkebunan dalam temuan adanya arahan-arahan untuk memilih partai tertentu oleh oknum tertentu. Keempat, organisasi buruh melakukan blocking mendukung partai-partai tertentu.
LBH Jakarta telah menerima dua pengaduan dari buruh-buruh yang berasal dari dua perusahaan milik salah satu Calon Presiden dari Partai Gerinda, Prabowo Subianto. Laporan itu berasal dari 13 orang pekerja dari PT Kiani Lestari, perusahaan kayu Prabowo yang beroperasi di Batu Ampar Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Pada Maret 2012, mereka mengadukan upaya perusahaan tersebut memaksa karyawannya untuk mengundurkan diri dengan janji akan membayar tunggakan gaji sejak Agustus 2011-Januari 2012. Disamping itu Karyawan tersebut juga tidak pernah mendapatkan program jaminan sosial ketenagakerjaan dan diwajibkan meneken kontrak kerja secara berulang-ulang. Febi Yonesta yang merupakan Direktur LBH Jakarta, menuding perusahaan Prabowo melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Undang-Undang Ketenagakerjaan. “Masalah ini baru selesai setelah kami terus mengadvokasi mereka,” ujarnya.
Perusahaan kedua milik Prabowo yaitu PT Kertas Nusantara, 24 buruh-nya mengadu ke LBH Jakarta, dimana mereka mengadu selama bekerja di perusahaan tersebut tidak mendapatkan hak-haknya seperti Uang penghargaan masa kerja, uang jamsostek dan hak lainnya yang tidak di bayarkan, mereka pun dipaksa untuk mengundurkan diri apabila tidak mau nanti akan di mutasi dari Jakarta ke Kalimantan, ujarnya. Tetapi setelah karyawan tersebut mundur, hak-hak yang mereka dapatkan hanyalah sebesar 30% saja, tegas Febi. (Fauzi)