Satgas Outsourcing (OS) BUMN yang dibentuk tidak amanah. MENYIMPANG JAUH dari mandat yang diberikan di awalnya. Satgas OS yang dipimpin oleh Direktur Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Kemenakertrans ini, beranggotakan tim gabungan yang berasal dari Kementerian BUMN dan Kementrian Nakertrans.
Satgas OS BUMN dibentuk dan diberi mandat guna menuntaskan permasalahan outsourcing di berbagai perusahaan BUMN. BUMN-BUMN tersebut adalah PT. PLN, PT. PERTAMINA, PT. TELKOM, PT. JAMSOSTEK (BPJS TK), PT JASA MARGA, PT. PGN, PT KAI, PT KIMIA FARMA, PT INDOFARMA, PT GARUDA, PT PETROKIMIA, PT KRAKATAU STEEL, PT PUPUK KALTIM, PT POS INDONESIA, PT. BRI, PT. BNI, PT BANK MANDIRI.
Secara esensial, persoalan ketenagakerjaan di BUMN, khusunya outsourcing, bisa dipastikan sebagai bentuk pelanggaran atas berbagai norma kerja. Norma status hubungan kerja yang eksploitatif, norma upah dan waktu kerja serta jaminan perlindungan yang terabaikan serta dominasi tindakan arogansi dengan mem-PHK secara sepihak para pekerja (unionis) yang kritis. Pelanggarannya pun bersifat massif dan sudah sangat merugikan kehidupan pekerja/buruh. Bahkan kecenderungannya, sudah pula berdimensi pidana. Tindakan anti serikat, kecelakaan kerja yang berdampak pada kematian buruh serta indikasi dimungkinkannya korupsi pada proses “pemenangan” tender pekerjaan yang akan mendulang jasa “fee” bagi oknum pejabat BUMN.
Pada kasus kecelakaan kerja yang terjadi di PT PLN misalnya. Korban pekerja meninggal dalam kecelakan kerja, terus terjadi. Sulit dipastikan, bahwa BUMN ini mau bertanggungjawab atas kejadian ini. Belum lagi soal selisih upah yang terindikasi patut diduga berupa “penyunatan”. Inipun potensial terjadi. Upah yang diterima berbeda dengan diperjanjikan. PT PLN dan PT TELKOM sudah kita laporkan ke KPK untuk kasus ini.
Atas dasar mandatnya, seyognya Satgas OS BUMN hanya bekerja pada tataran “teknis” eksekusi. Pengklasifikasian dan dukungan data kuantitatif atas para pekerja OS yang akan dipekerjakan kembali, dibayarkan hak-hak normatifnya serta dinormalisasikan statusnya menjadi pekerja tetap di perusahaan BUMN. Diharapkan “bank data” dari tiap klasifikasi itu tersedia secara akurat, sehingga memudahkan BUMN guna mengeksekusinya secara langsung. Faktanya, Satgas kontradiktif dengan amanah mandatnya itu !!!
Mandat SATGAS OS BUMN sebenarnya sudah ditegaskan di rekomendasi panja os bumn DPR RI serta di detail dan dikuatkan kembali melalui hasil kesepakatan raker antara komisi ix dengan MenBUMN dan Menakertrans di 4 Maret 2014 lalu.
Faktanya, hingga saat ini, SATGAS belum bekerja sesuai dengan kedua acuan basis tersebut. Dari proses yang sempat teramati, SATGAS, mengabaikannya. Hingga kini, kesepakatan dan kesimpulan raker-raker di DPR belum diakomodir. Ketelibatan GEBER BUMN yang tak kunjung diturut-sertakan sebagai bagian keanggotaan Satgas. Pekerja yang di PHK sepihak, belum dibayarkan upahnya dan belum dipekerjakan kembali. Padahal, “bunyi” kesepakatannya adalah selama proses berlangsung, BUMN wajib membayarkan dan mempekerjakannya kembali.
Karenanya, Rumusan SATGAS OS BUMN, nantinya dikhawatirkan bisa menjadi alat LEGITIMASI pemerintah/BUMN dalam mengklaim penyelesaian soal outsourcing BUMN. Padahal yang sesungguhnya terjadi adalah PELESTARIAN DAN PEMBIARAN pelanggaran outsourcing di perusahaan BUMN. Mengikuti dari proses pembentukan hingga proses kerjanya, SATGAS sangat potensial “melahirkan” rumusan kebijakan sepihak yang bisa saja MENYESATKAN.
GEBERBUMN, menolak RUMUSAN Satgas jika saja rumusan itu “lari” dari hasil Rekomendasi Panja OS BUMN DPR RI serta kesepakatan raker 4 Maret 2014 lalu.