Press release No : 490/SK/LBH/IV/2014
Gugatan Warga Negara menolak swastanisasi air dengan No 527/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terus bergulir. Majelis Hakim yang dipimpin oleh IIm Nurrohim membuka persidangan pukul satu siang dengan agenda mendengar keterangan Ahli Dr. Maruarar Siahaan ,S.H. Ahli merupakan pakar hukum konstitusi dan tata Negara dan pernah bekerja sebagai hakim Mahkamah Konstitusi. Ahli ini diajukan oleh Kuasa Hukum Warga , Tim Advokasi dari Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ).
Maruarar Siahaan membuka keterangan keahliannya dengan menerangkan bahwa air bukan hanya hak asasi manusia, air adalah kehidupan itu sendiri. Oleh karenanya berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, Negara seharusnya berdaulat dari hulu ke hilir dalam pengelolaan sumber daya air. Pengelolaan air tidak mungkin dikelola oleh swasta yang secara karakter profit oriented. Swasta tidak mungkin mengupayakan pemenuhan hak atas air masyarakat secara maksimal karena tujuan usahanya adalah keuntungan. Ahli meyakini bahwa pengelolaan air oleh Negara pasti lebih baik sebagaimana praktek-praktek di berbagai Negara di dunia. Bahkan di Negara seliberal apapun pengelolaan air yang terbaik untuk pemenuhan hak asasi manusia adalah pengelolaan air oleh Negara.
Air adalah sebagai bagian dari hak hidup yang merupakan hak yang melekat dari Tuhan kepada setiap manusia. Oleh karenanya air adalah milik rakyat. Menurut Ahli sangat lucu jika rakyat disuruh untuk membeli miliknya sendiri tarif air harus terjangkau seluruh warga Jakarta. Kedaulatan Negara untuk menentukan tarif air haruslah sejati bukan berdasarkan tekanan perjanjian, atau apapun.
Menanggapi perjanjian air yang dilakukan oleh PAM Jaya mewakili Pemprov DKI Jakarta, menurut ahli Pemerintah berhak menghentikannya secara sepihak. Prinsip Pacta sunservanda (perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya) seharusnya tidak menghalangi pemutusan sepihak. Justru perjanjian tersebut wajib dihentikan karena perjanjian merugikan dan menghilangkan kebebasan Negara untuk mengelola air. Beliau mengatakan pemerintah harus tegas dan jangan takut sengketa. Justru swasta harus dituntut penggantian atas kerugian yang dialami masyarakat karena pengelolaan air yang buruk. Kesimpulannya, perjanjian air di DKI Jakarta harus dinyatakan batal demi hukum.
Sebagai penutup, Hakim Konstitusi 2003-2009 ini menutup keterangannya dengan lantang mengatakan bahwa perjanjian yang dilakukan oleh PAM Jaya dengan operator swasta baik local maupun asing adalah bentuk PENJAJAHAN BARU. Masyarakat Indonesia harus sadar dan melawan.
Berdasarkan keterangan ahli hari ini, kami KMMSAJ mendesak Pemerintah DKI untuk berani melakukan pemutusan kontrak sepihak dengan PT. Palyja dan PT. Aetra karena terbukti kontrak tersebut merugikan Negara dan masyarakat. Kami meyakini bahwa pegambilalihan saham oleh swasta tidak menyelesaikan masalah, karena air tetap dikelola dengan prinsip profit oriented.
Koalisi Mayarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ)
Koalisi Masyarakat Untuk Hak Atas Air (KRuHa), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), Koalisi Anti Utang (KAU), Solidaritas Perempuan, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, Jaringan Rakyat Miskin Kota, Indonesia Corruption Watch (ICW)
Kontak:
Muhamad Isnur (LBH Jakarta) : 081510014395 | [email protected]
Muhammad Reza (KruHA) : 081370601441 | [email protected]
Tama S. Langkun (ICW) : 0817889441 | [email protected]