Sudah tujuh belas tahun pengelolaan air di Jakarta diprivatisasi sehingga merugikan keuangan negara dan hak atas air warga. LBH Jakarta dan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta(KMMSAJ) melakukan gugatan warga negara untuk nasionalisasi atau pengembalian pengelolaan air ke publik. Berjalan waktu muncul rencana pembelian saham PT. PAM Lyonnaise Jaya (Palyja)oleh Pemprov DKI Jakarta melalui PT. Jakarta Propertindo dan PT. Pembangunan Jaya.
Sehubungan dengan adanya rencana tersebut LBH Jakarta dan KMMSAJ mengadakan diskusi publik Hak Atas Air. 20 Maret 2014 di LBH Jakarta. Dengan narasumber; Pujiono, Biro Ekonomi, Kepala Bagian Penanaman Modal, Promosi dan BUMD dari Pemerintah Provinsi (pemrov) DKI Jakarta. Emmanuel Lobina, Ahli hak atas air dan dosen utama di University of Greenwich, Inggris.Febi Yonesta S.H, Direktur LBH Jakarta dan kuasa hukum Penggugat privatisasi air di Jakarta.Suhendi Nur, Penggugat privatisasi air di Jakarta.M. Reza, Koordinator Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air.
Menurut Pujiono, “Sikap kami dalam menyikapi masalah ini sangat hati –hati dari segi yuridis dan legalnya. Kami juga sudah berkonsultasi dengan pengacara di pemprov DKI Jakarta untuk menyelesaikan masalah ini. Gubernur juga berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini dengan sebaik-baiknya. Ini bentuk kepedulian pemprov bagi pemenuhan hak atas air untuk masyarakat”
Sedangkan Febi Yonesta S.H mengatakan,“Kami mengajukan gugatan karena kami melihat kesengsaraan warga Jakarta sulit menikmati air karena harganya mahal serta tidak semua warga Jakarta mendapatkan air.Dengan demikian kami mnegajukan tuntutan; Mengubah kebijakan privatisasi; Membatalkan perjanjian kerjasama; Perjanjian bertentangan dengan hukum; Audit PT. Palyja”
Menanggapi gugatan tersebut, Reza mengemukakan data,“Saat ini harga air di Jakarta terbagi di wilayah kerja Palyja adalah tujuh ribu delapan ratus rupiah dan untuk wilayah kerja Aetra sebesar enam ribu delapan ratus ribu rupiah, dimana harga tersebut jauh di bandingkan Surabayasebesar dua ribu enam ratus ribu rupiah dan Bekasi mengenakan harga dua ribu tiga ratus ribu rupiah”
“Dengan harganya mahal serta masih adanya warga Jakarta yang tidak mendapatkan air, kalaupun mendapatkan masih banyak kualitas air yang tidak sesuai dengan harapan. Itu artinya pengelolaan air oleh pihak swasta di Jakarta sangat buruk. Jadi, segera putuskan kontrak dan kembalikan pengeloaan air kepada negara” katanya
Emmanuel Lobina berpendapat, “Dalam pemutusan kontrak, bisa saja pemerintah tidak harus membayar sedikitpun bila terbukti di pengadilan perusahaan swasta melanggar hak atas air tetapi karena strategi yang dijalankan perusahaan biasanya memberikan angka yang cukup besar bila terjadi pemutusan kontrak membuat pemerintah merasa takut untuk melakukan pembatalan yang jelas akan menguntungkan perusahaan”