Jakarta. Nanik Sumarni kini bernafas lega, setelah delapan puluh lima hari mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Pondok Bambu, akhirnya pada 10 Maret 2014 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur diketuai H. Purwadi S.H., M.H., menyatakan Nanik Sumarni dilepaskan dari segala tuntutan hukum dan memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya.
Kasus ini bermula dari kerjasama dalam usaha catering milik Sri Amiati Hastuti yang juga menjadi terdakwa dalam kasus ini, pada Agustus 2011 Sri Amiati Hastuti meminta agar Nanik Sumarni berbicara kepada Haryati untuk meminjamkan modal usaha kateringnya sebesar enam puluh juta rupiah, Haryati setuju karena sebelumnya tahun 2009 pernah memberikan pinjaman modal untuk usaha catering milik Sri Amiati Hastuti sebesar sembilan puluh juta rupiah dan telah mendapatkan bagi hasil keuntungan sebesar delapan belas juta empat ratus empat puluh ribu rupiah.
Ternyata ketika pinjaman modal enam puluh juta rupiah dimintakan kembali oleh Haryati berikut bagi hasil keuntungannya, Sri Amiati Hastuti tidak dapat mengembalikan sepeser pun dengan alasan usahanya bangkrut, akhirnya Nanik Sumarni terseret ke permasalahan dan Haryati melaporkan Nanik Sumarni serta Sri Amiati Hastuti ke Polres Jakarta Timur dengan tuduhan Penipuan dan Penggelapan.
Dalam Pledooi/Nota Pembelaannya, Ahmad Hardi Firman, S.H., Lana Teresa Siahaan, S.H., dan Ruhut M. Tobing, S.H., Pengacara Pembela Pidana LBH Jakarta menyatakan bahwa persetujuan antara ketiga orang tersebut terkait penggunaan uang enam puluh juta rupiah untuk modal usaha catering sudah cukup membuktikan bahwa sudah terjadi hubungan keperdataan, walaupun tidak ada perjanjian tertulis namun perjanjian yang dibuat secara lisan/tidak tertulis pun tetap mengikat para pihak, dan tidak menghilangkan, baik hak dan kewajiban dari pihak yang bersepakat, disisi lain tidak ada satupun syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang mengharuskan suatu perjanjian dibuat secara tertulis.
Majelis Hakim yang diketuai H. Purwadi S.H., M.H., serta Rukman Hadi, S.H., M.Si., dan Sigit Sutriono, S.H., M.Hum., sebagai anggotanya sepakat dengan Pledooi Kuasa Hukum Nanik Sumarni tersebut di atas yang akhirnya “Memerintahkan agar Terdakwa dibebaskan dari Tahanan Negara setelah putusan ini diucapkan”.
Selain dikriminalisasi yang berakibat penahanan selama delapan puluh lima hari, keluarga Nanik Sumarni pun pernah “diperas” oleh seseorang yang mengaku dari kejaksaan supaya menyerahkan uang tiga puluh juta rupiah agar dikenakan tuntutan yang ringan.
Terkait dugaan pemerasan itu, dengan bukti berupa percakapan yang berhasil direkam, LBH Jakarta telah melaporkan oknum kejaksaan tersebut ke Jamwas Kejaksaan Agung serta ditembuskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena sesuai Pasal 12 huruf e Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pemerasan oleh pegawai negeri merupakan suatu bentuk tindak pidana korupsi. (Ahmad Hardi Firman, S.H)