“Buruh bersatu, tak bisa dikalahkan..!! Perempuan Indonesa, bangkit melawan penindasan..!!“
Apa jadinya ketika hukum terbujur kaku dan tak lagi ditaati? Apa jadinya ketika undang-undang dan peraturan lainnya hanya teks mati yang tak lagi berarti?
Adakah kita hanya berpangku tangan ketika segala bentuk pelanggaran hukum nyata di hadapan kita? Adakah kita hanya legowo ketika hak-hak kita yang dilindungi hukum terinjak-injak?
Jawabnya satu kata “LAWAN..!!” Itulah yang diteriakkan 200-an buruh ketika melakukan aksi demonstrasi di depan PT Panarub Industri, Tangerang pada 26 Februari 2014.
Rintik gerimis dan langit yang diselimuti mendung tak menyurutkan tekad mereka menuntut tanggung jawab menajemen PT Panarub Group yang melakukan PHK sepihak terhadap 1.300 buruh pada Juli 2012. Sudah lebih dari 1,5 tahun mereka ditelantarkan, selama itu pula aksi demi aksi hingga tak terhitung sudah berapa kali mereka lakukan.
Mereka menilai PHK yang dilakukan pengusaha tidak sah. Mereka menuntut untuk dipekerjakan kembali di PT Panarub Group dan dibayarkan hak-hak yang layak didapatkan. Upah proses, tunjangan kesehatan dan tunjangan-tunjangan lain yang tak pernah mereka nikmati.
“Hendri Sasmito, perampas upah buruh..!! Bayarkan hak kami, sekarang juga..!!“
Itulah suara Kokom Komalawati dari atas mobil komando yang disahuti peserta aksi lainnya yang sebagian besar kaum hawa. Tak henti-hentinya ia membangkitkan semangat kawan-kawannya dalam memperjuangkan hak-haknya yang diacuhkan manajemen tempat mereka bekerja dulu.
Ia mengungkapkan realita yang terjadi, sebagai ekses PHK masal tersebut. Salah seorang buruh, bernama Maesaroh, harus menghembuskan nafas terakhir karena tak ada kepedulian dari pengusaha. Selain itu, 4 anak-anak buruh tak bisa lanjutkan sekolahnya dan derita demi derita silih berganti menghampiri.
Mengadu pada penguasa pun sudah mereka lakukan. Komisi Yudisial, Polres Tangerang, Polda Metro Jaya, Kemenakertans dan lembaga negara lainnya mereka datangi. Satu per satu pintu diketok, tapi apa yang terjadi? Laporan ke Komisi Yudisial tak ada kabar sampai dimana kini, laporan ke Polda Metro mental, laporan ke Polres Tangerang dan Kemenakertrans dilempar bagai bola dalam permainan voli.
Nihil, satu kata yang mereka dapati. Tak ada kepedulian dari penguasa atas kecongkakan pengusaha menelanjangi hukum. Pertanyaan besar yang layak terlontar kini adalah masih pantaskah kita teriakkan hukum adalah panglima di negeri ini?