Hari HAM yang dirayakan setiap tanggal 10 Desember diseluruh dunia, juga dirayakan oleh sejumlah organisasi non-pemerintah di Indonesia yang tergabung dalam KOPER HAM (Koalisi Peringatan Hari HAM)[1]. Untuk hari HAM 2013, KOPER HAM menyelenggarakan serangkaian acara sejak 3 Desember 2013-10 Desember 2013 dengan tema “Melawan Lupa untuk Indonesia yang Menghormati HAM.”
Pemutaran Film
Pada tanggal 3-6 Desember 2013, peringatan hari HAM diawali dengan pemutaran film. Film yang diputar adalah “Kemijen Bergerak”, “Menunggu Jakarta Tenggelam”, “Tanah di Rumpin”, “Maju atau Mundur – Suara dari Perkebunan Sawit”, “Para Pejuang HAM”, “Parallel”, “Jembatan Bacem” dan “Bunga Kering Perpisahan”. Semua film diputar gratis dan bergiliran di LBH Jakarta, KontraS, Komnas HAM, dan Wahid Institute. Pemutaran film dilanjutkan dengan diskusi publik mengenai film yang telah diputar.
Aksi Simpatik
Selain pemutaran film, bertepatan dengan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (car free day)hari Minggu, 8 Desember 2013, KOPER HAM melakukan Aksi Simpatik di Bundaran HI. Koper HAM menggelar sejumlah tulisan untuk menyuarakan berbagai pelanggaran HAM yang belum mendapat keadilan dari Pemerintah pada pukul 06.00 – 08.30 WIB.
Panggung Seni – Budaya
Puncak dari rangkaian peringatan hari HAM yang diadakan Koper HAM adalah Panggung Seni-Budaya pada hari Selasa, 10 Desember 2013. Selain panggung seni budaya, para pengunjung juga dapat melihat pameran foto HAM yang berisi potret pembela HAM dan foto-foto pelanggaran HAM.
Panggung Seni Budaya dibuka dengan penampilan dari Iksan Perkusi, kemudian pembacaan puisi oleh Dewi Nova.
Acara dilanjutkan dengan Testimoni Korban, diawali dengan Perwakilan dari GKI Yasmin yang mengisahkan pengalamannya ketika gereja mereka disegel walaupun sudah memenangkan gugatan di Pengadilan. Kemudian Ibu Sumarsih, ibu dari Wawan, korban penembakan 1998 menceritakan bahwa anaknya ditembak ketika menolong korban lain yang tertembak. Hingga saat ini Ibu Sumarsih dan korban Peristiwa 98 lainnya belum mendapatkan keadilan walaupun sudah ada hasil penyelidikan Komnas HAM. Ibu Sumarsih mengajak semua untuk menagih janji Presiden SBY untuk menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu.
Testimoni dilanjutkan oleh Bapak Gobang, nelayan di Teluk Jakarta. Beliau menceritakan bahwa sekarang nelayan sulit hidup di Teluk Jakarta, karena pantai terus diuruk dan dijadikan kavling bagi orang yang punya uang.
Acara berlanjut dengan pembacaan puisi oleh Robert Bell Thundang, penampilan Social Kid, dan Pembacaan Pernyataan Sikap dari “Gerakan Rakyat Miskin Kota”UPLINk (Urban Poor Linkage). Okky Madasari kemudian tampil membacakan puisi karya WS Rendra, Wiji Tukul dan terakhir karyanya sendiri yang berjudul Penampungan.
Penampilan Sanggar Ciliwung dan pembacaan puisi oleh Bapak Amir Hamzah dilanjutkan dengan Orasi Budaya dan Refleksi oleh Bapak Sandyawan. Selama acara, hadirin dan juga pengisi acara menandatangani sebuah Deklarasi Masyarakat yang tidak akan memilih wakil rakyat pelanggar HAM sekaligus juga menuntut penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Acara ditutup dengan penampilan Teater SeBUMI dan Performance dari Marjinal. (JAT/Litbang)
[1] LBH Jakarta, Yayasan Yap Thiam Hien, Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air (KRuHA), Arus Pelangi, Transparency International Indonesia, KontraS, Solidaritas Anak Jalanan Untuk Demokrasi, Jaringan Rakyat Miskin Kota, Komunitas Rumpin, Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP ‘65), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Sawit Watch, KIARA, ICRP, KASuM, Solidaritas Perempuan (SP) Jabotabek, LPRKROB