Tanggal 1 November 2013 menandai langkah baru dalam perwujudan akses pada keadilan bagi masyarakat miskin. LBH Jakarta menandatangani Nota Kesepahaman dengan Kantor Hukum Ginting & Reksodiputro dalam melakukan kerja-kerja bantuan hukum. Bentuk kerja sama yang dilakukan ada 3 bentuk, pertama dengan merujuk pengaduan klien ke Kantor Hukum Ginting & Reksodiputro, kedua dengan melakukan gelar perkara untuk kasus-kasus yang ditangani LBH Jakarta, dan ketiga berupa pelayanan konsultasi cuma-cuma atas kasus korporasi yang LBH tangani.
Acara penandatanganan MoU diawali dengan Diskusi Publik bertema “Mewujudkan Akses Keadilan bagi Masyarakat Miskin melalui Layanan Pro Bono”. Diskusi Publik dimulai pada pukul 14.00 WIB di LBH Jakarta, dengan panel narasumber Febi Yonesta, Direktur LBH Jakarta dan Daniel Ginting, Managing Partner dari Ginting & Reksodiputro.
Febi Yonesta atau Mayong menyampaikan bahwa setiap tahunnya LBH Jakarta menerima rata-rata 1000 pengaduan yang datang, namun hanya 30 persen yang dapat ditangani karena keterbatasan sumber daya manusia yang tersedia. Selain keterbatasan tenaga, LBH Jakarta juga mengalami keterbatasan dana. Undang-undang Bantuan Hukum hanya mengakomodir dana untuk penanganan 60 kasus saja, walaupun LBH Jakarta mendapatkan akreditasi A. Maka banyak sisa kasus yang tidak tertangani karena kurangnya sumber daya.Selain itu, Febi Yonesta juga menambahkan bahwa Peraturan Menteri yang ada belum mengatur mengenai keterlibatan law firm dalam kerja-kerja pro bono. Seharusnya PERADI datang dalam diskusi ini untuk mengklarifikasi kesulitan PERADI mengawasi pelaksanaan praktek pro bono anggotanya, juga mendorong agar kerja sama seperti ini disebarluaskan menjadi kultur sehingga pro bono menjadi kewajiban moral, bukan sekedar kewajiban hukum.“Diharapkan kerjasama dengan Ginting & Reksodiputro ini dapat menginspirasi kantor hukum lainnya untuk memberikan layanan pro bono bagi masyarakat miskin,” adalah salah satu harapan dari Mayong yang disampaikan saat diskusi publik.
Daniel Ginting menceritakan bahwa pendirian kantor hukumnya bertujuan membentuk sebuah kantor hukum yang memiliki pengacara Indonesia yang dihargai dan dipandang dengan baik, tidak kalah dengan pengacara-pengacara asing. Selain itu, Ginting & Reksodiputro juga berkeinginan untuk melakukan sesuatu untuk masyarakat, dan hal ini yang kemudian bagai gayung bersambut dengan kebutuhan LBH Jakarta untuk lebih maksimal memberikan bantuan hukum bagi masyarakat miskin.
Kantor Hukum Ginting & Reksodiputro berharap dapat memberikan pelayanan yang optimal dan premium bagi masyarakat miskin yang dirujuk oleh LBH Jakarta nantinya, dan juga agar praktek pro bono menjadi gaya hidup bagi pengacara, minimal para pengacara di Ginting & Reksodiputro.
Dalam diskusi, para hadirin memberikan pendapat dan masukan mengenai perwujudan akses pada keadilan melalui bantuan hukum bagi masyakarat miskin. Siti Aminah dari Indonesian Legal Resource Center (ILRC) menyampaikan pendapat bahwa seharusnya kredit pro bono di Indonesia tidak diwajibkan untuk advokat individual saja, melainkan juga untuk kantor-kantor hukum. Di Negara lain, kantor hukum berlomba melakukan pro bono sebanyak-banyaknya sebagai poin penambah intergritas dan publisitas. Hal ini bisa diadopsi di Indonesia untuk mendorong pemberian layanan pro bono dari kantor hukum profit, yang juga menjamin terpenuhinya hak atas bantuan hukum bagi masyarakat miskin.
Harun Reksodiputro menambahkan, bahwa sebenarnya banyak sekali law firm yang ingin melakukan praktek pro bono membantu masyarakat miskin dan termarginalkan, namun mereka tidak memiliki akses kepada masyarakat, mereka tidak tahu kebutuhan dan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu peranan LBH sangat baik untuk memperluas kerja-kerja pro bono ke advokat Indonesia.
Acara penandatanganan Nota Kesepahaman ini diharapkan dapat menginspirasi kantor hukum profit lainnya untuk memberikan layanan pro bono sehingga akses pada keadilan bagi masyarakat miskin dapat lebih meluas dan merata. Tentu kultur pro bono ini akan semakin maksimal jika PERADI memanfaatkan posisinya secara maksimal sebagai organisasi advokat tunggal di Indonesia. Walaupun layanan pro bono akan sangat membantu masyarakat miskin yang memerlukan bantuan hukum, namun signifikansinya hanya akan terwujud apabila dilakukan dengan keberpihakan dan perspektif yang tepat. Pro bono yang dilakukan dengan perspektif hak asasi manusia dan keberpihakan pada rakyat kecil akan mewujudkan akses pada keadilan bagi masyarakat miskin yang sempurna.