Pada hari Kamis, 24 Oktober 2013 Sebagai kelanjutan dari diskusi mengenai mendukung di bentuknya unit khusus perburuhan di Kepolisian LBH Jakarta bersama Serikat Buruh melakukan pertemuan dengan Bareskrim Mabes Polri untuk membahas tentang pentingnya dibentuk unit khusus perburuhan di Kepolisian. Sebelumnya LBH Jakarta dan beberapa perwakilan Serikat Buruh melakukan audiensi ke Komisi Kepolisian Nasional pada hari Jumat tanggal 18 Oktober 2013 dan dilanjutkan dengan diskusi bersama ahli hukum pidana. Audiensi ini dihadiri LBH Jakarta yang diwakili oleh Maruli (Pengacara Publik LBH Jakrta), Restaria Hutabarat (Pengacara Publik LBH Jakarta sedangkan Perwakilan Serikat buruh diwakili Ais (Geber BUMN) dan Widodo (Federasi BUMN Bersatu), James (KSBSI) dan beberapa perwakilan serikat buruh lainnya, sedangkan dari Mabes Polri diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Umum Brigjen Pol. Drs. Herry Prastowo, S.H., M.Si dan beberapa Kepala Sub Bidang di bawahnya.
Audiensi di buka oleh Resta, Resta menyampaikan bahwa usaha untuk membentuk unit khusus perburuhan di Polri sudah berlangsung dari 5 tahun lalu. Hal ini dipicu karena ada beberapa kasus yang ditangai oleh LBH Jakarta yang pada saat sudah di laporkan ke Kepolisian tidak ditindaklanjuti, berdasarkan data yang dimiliki oleh LBH Jakarta dan Serikat Buruh sejak ada UU Ketenagakerjaan hanya 1 kasus yang ditangani dan pengusaha dihukum secara pidana yaitu di pasuruan. Resta juga menyampaikan bahwa “pada tahun 2010 kami telah membuat MoU dengan Polri, DPR dan ILO, tetapi tidak ada tindak lanjut, oleh karena itu untuk menindaklanjuti kami datang kesini untuk berdiskusi lebih lanjut dengan pihak Polri” ujar Resta
Selanjutnya Resta menjelaskan bahwa pada tahun 2012 ada sekitar 26 kasus pidana perburuhan yang masuk ke LBH Jakarta, “bentukya macam-macam ada Jamsostek, UMP, dll, biasanya kalau melapor ke kepolisian ujungnya tidak di proses,biasanya disuru berdamai atau ditolak, bahkan seringkali bila pengusaha melaporkan buruh kepada Kepolisian, laporan diterima dan kepolisian sangat cepat menindaklanjuti laporan tersebut bahkan mengarah kepada kriminalisasi kepada buruh yang kritis dan berjuang untuk memperoleh hak-haknya yang tidak diberikan oleh pengusaha. atas dasar itu kami datang kesini untuk meminta kepastian dari Mabes Polri”, ujar Resta.
Brigjen Pol. Drs. Herry Prastowo, S.H., M.Si menyatakan “seharusnya kawan-kawan melakukan audiensi dengan Dirtipiter (Direktorat Tindak Pidana Tertentu) yang membidangi perburuhan, sumber daya lingkungan, illegal logging, mining, tetapi dia pun tidak bisa mutuskan harus ke Kapolri dan masih banyak lanjutannya setelah itu, artinya prosesnya panjang” ujar Herry. Herry mengungkapkan bahwa lebih baik divisi yang sudah ada di berdayakan dan diotimalkan karena memang sudah ada divisi yang menangani perburuhan di Mabes yaitu di bagian Direktorat Tindak Pidana Tertentu, sehingga tidak perlu dibuat divisi baru, tapi dibuat Sub-Direktorat (Subdit), menurutnya bidang yang sudah ada itu di intensifkan, dan dioptimalkan. Herry berjanji akan menyampaikan ke Kabareskrim dan Kapolri mengenai hal ini (membentuk sub-dit perburuhan). “sebenarnya, kalau berbicara mengenai UU tertentu maka harusnya di Tipiter, kami akan mencoba menjembatani” tutur Herry. Selanjutnya Subdit 1 Direktorat Tipidum Bagian Keamanan Negara AKBP Pol. Joko menambahkan bahwa sebenarnya di sub-dit 2 ada unit yang fokus menangani masalah perburuhan, “mungkin nanti antara pidum dan tipiter akan bersama-sama” ujar Joko
“Saya setuju masalah optimalisasi, di lapangan juga ada ketimpangan informasi, teman-teman dalam melaporkannya juga jadi sungkan dan takut, terkadang penyidiknya juga tidak tahu mengenai pidana perburuhan, karena memang di UU Ketenagakerjaan perubahannya sangat cepat” Ujar James