Majelis hakim dalam putusan selanya yang dibacakan pada Rabu, 9 Oktober 2013 menyatakan tidak berwenang memeriksa dan mengadili gugatan yang diajukan oleh perusahaan dikarenakan mogok kerja yang didalilkan adalah perselisihan hubungan industrial dan merupakan kewenangan Peradilan Hubungan Industrial. Putusan sela tersebut juga menjadi akhir perjalanan dari gugatan PMH PT. Doosan Cipta Buana Jaya kepada Moch Halili Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional Jakarta Utara dan Umar Faruq Ketua PSP tingkat pabrik Serikat Pekerja Nasional yang meminta ganti kerugian sebesar Rp. 2.004.000.000,- (Dua Milyar Empat Juta Rupiah) karena melakukan mogok kerja.
Awal mula gugatan ini dilayangkan adalah karena perbuatan Moch Halili mengirimkan surat permintaan mogok kepada perusahaan yang mana sebagai ketua DPC mewakili anggotanya di Pabrik PT. Doosan Cipta Buana jaya. Aksi mogok kerja yang dilaksanakan pada tanggal 7-8 maret 2013 di depan perusahaan tersebut dipicu karena adanya tuntutan buruh terhadap pelanggaran pembayaran upah dibawah KHL 2012 dan pelanggaran hak normatif lainnya seperti: Tunjangan jabatan yang dihilangkan, Uang makan ditiadakan, Berjalannya scoring, Premi hadir yang dihapus, dll.
Setelah aksi mogok kerja selama dua hari perusahaan melakukan tindakan balasan terhadap buruh yaitu dengan memecat 13 orang buruh secara sepihak dan pada 16 Mei 2013 perusahaan melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum kepada dua orang tersebut diatas. Gugatan ini pada awalnya juga terindikasi adanya niat buruk dari perusahaan untuk memperpanjang persoalan dan menghambat perjuangan tuntutan normatif yang sedang dilakukan.
Ada dua hal yang bisa dipetik pelajaran dalam putusan sela tidak berwenangnya pengadilan negeri untuk memutus perselisihan hubungan industrial ini, yang pertama Mogok Kerja adalah Hak dasar tidak hanya bagi buruh akan tetapi bagi serikat pekerja yang tentunya hal tersebut menjadi bagian dari Hak Kebebasan Berserikat yang dilindungi oleh Undang-Undang. Kedua, putusan sela tersebut menjadi preseden bahwa seharusnya perusahaan menyelesaikan persoalan sengketa perburuhan pada mekanisme PHI bukan melalui Pengadilan Negeri bahkan menggugat buruh atas mogok kerja yang dilakukannya.
Kami dari LBH Jakarta dan DPD Serikat Pekerja Nasional DKI Jakarta mengapresiasi atas pertimbangan dari Majelis Hakim PN Jakarta Utara yang terdiri dari Hendri Tarigan, S.H., M.H. (Hakim Ketua), Wisnu Wicaksono, S.H. (Hakim Anggota)dan Richard Silalahi, S.H., M.H. (Hakim Anggota) yang telah melihat secara jernih dan mendalam melihat pokok permasalahan dan latar belakang munculnya gugatan ini sehingga dapat memutus secara komprehensif dalam putusan sela. Putusan sela ini juga sekaligus menegaskan pembedaan kewenangan mengadili secara khusus yang tertuang dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang mempunyai domain Kewenangan menyelesaikan perselisihan yang timbul antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, jatuh menjadi yurisdiksi absolut Pengadilan Hubungan Industrial.
Demikianlah press release ini kami buat dengan harapan informasi dan sikap LBH Jakarta dan DPD SPN DKI Jakarta terkait Putusan Sela Majelis Hakim PN Jakarta Utara dapat menjadi informasi yang berharga kepada masyarakat luas.
Jakarta, 10 Oktober 2013
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Dewan Perwakilan Daerah Serikat Pekerja Nasional DKI Jakarta
Press Release Nomor: 1104 /SK/LBH/X/2013
CP: Handika Febrian (085691733221), Halili (081584846111)