Pasca terbentuknya Panja Outsourcing dan Ketenagakerjaan untuk perusahaan BUMN di bulan April 2013 lalu mendorong terjadinya sejumlah kondisi kontraproduktif atas respon dari kesimpulan-kesimpulan rapat kerja ataupun rapat panja tersebut. Ancaman tindakan PHK sepihak dari perusahaan BUMN, malah mengemuka. Bahkan sebagiannya telah benar-benar diputuskan. Tengok saja kasus PHK pekerja OS PLN NTB, kasus PHK OS Jamsostek serta rencana PHK massal di kedua perusahaan BUMN tersebut yang kabarnya akan diambil pada akhir oktober nanti. Dengan berbagai dalih, pekerja OS ini akan diputus kontrak kerjanya.
Meski hasil rapat kerja dan rapat panja dengan meneg BUMN dan Menakertrans serta para Dirut BUMN telah sepakat untuk tidak mengambil keputusan PHK sebelum ada rekomendasi dari Panja ini, tetap saja para Dirut-Dirut BUMN ini tidak menghiraukannya. Akibatnya, Buruh ataupun Serikat-serikat pekerja di BUMN pun menolak sekaligus mengecam adanya rencana dan tindakan phk sepihak apalagi phk massal. Keterancaman ini, membawa situasi ke arah KEBUNTUAN dalam bentuk pengabaian atas kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya. Sehingga, keputusan MOGOK NASIONAL pun harus ditempuh.
Mogok Nasional akan dilangsungkan di seluruh perusahaan-perusahaan BUMN. Wujudnya, bisa dilaksanakan secara parsial di tiap-tiap daerah. Ataupun secara serentak berlangsung diseluruh daerah dalam waktu yang bersamaan. Mogok Nasional ini dilakukan sebagai pelaksanaan dari hak dasar pekerja yang telah dijamin oleh undang-undang.
Rencana Geber BUMN untuk mogok nasional tersebut, ada dugaan, dihalang-halangi sekaligus digagalkan. Bentuknya, bisa diindikasikan dalam modus-modus yang kini sedang terjadi.
Pertama, adanya dugaan upaya kriminalisasi yang dialami oleh berbagai pengurus serikat pekerja di BUMN. Seperti yang terjadi di PT ASDP dan Petrokimia Gresik. Kedua, Perusahaan BUMN PT PLN juga akan melibatkan TNI dan Polri guna mengantisipasi mogok kerja daerah yang akan dilakukan oleh pekerja-pekerja OS se Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Ketiga, munculnya intervensi yang mempengaruhi niatan para pekerja OS tersebut guna menjalankan hak mogoknya. Ketiga cara ini bisa menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran di kalangan para pekerja di BUMN. Sehingga, harapan untuk bisa melakukan mogok kerja pun menjadi sult diwujudkan.
Padahal dalam aturan perundangan yang ada, hak mogok kerja sebagaimana diatur dalam UU No. 13 tentang ketenagakerjaan jelas-jelas menyebutkan, hak tersebut adalah hak dasar pekerja. Pada Pasal 137 dan 143 UU Ketenagakerjaan, negara memberikan “ruang” agar hak mogok kerja itu bisa terpenuhi. Bahkan ditekankan pula disana, untuk tidak adanya penangkapan ataupun penahanan pula terhadap para pekerja yang melaksanakan hak mogok kerjanya. Dan Pasal 144 malah tegas-tegas menyebutkan pula bahwa tidak boleh ada pergantian personil dari para pekerja yang melaksanakan hak mogoknya.
Pada soal pelibatan TNI dan Polri nantinya, inipun tidak dibenarkan. Disamping pasal 144 tadi di UU No.13 tentang ketenagakerjaan. Pada Perkap Kapolri No. 1 tahun 2005 dan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan aturan penggunaannya. Pelibatannya hanya dilakukan pada saat negara dalam keadaan darurat dan seizin dari DPR RI. Dan yang terjadi di PLN wilayah Jawa Tengah, sesungguhnya, tidaklah dalam kondisi yang memenuhi keadaan darurat itu.
Meski demikian, kekhawatiran PLN akan adanya gangguan jika mogok daerah itu terjadi terungkap dalam rapat panja di 7 oktober kemarin. Dari kekhawatran ini, juga semakin menegaskan bahwa pekerjaan para pekerja OS itu adalah pekerjaan inti dari perusahaan BUMN tersebut. Karenanya, tuntutan menjadi pekerja tetap sudah selayaknya bisa diakomodir oleh jajaran manajemen perusahaan dari PT PLN itu sendiri.
Atas dasar adanya hal-hal tersebut, oleh karenanya, Geber BUMN menyatakan sikap sebagai berikut;
- Mengecam tindakan-tindakan perusahaan BUMN, yang diduga kuat melakukan tindakan upaya penghalang-halangan serikat buruh/pekerja untuk melakukan mogok kerja secara nasional.
- Meminta dan mendesak kepada Panglima TNI untuk menarik pasukannya untuk intervensi konflik hubungan industrial antara pekerja dengan pengusaha.
- Meminta dan mendesak Kapolri, untuk tidak melakukan penghalang-halangan terhadap serikat buruh yang menjalakan kegiatan serikat pekerjanya dan menolak segala bentuk pembungkaman yang dialami oleh Polri dengan mengkriminalisasi serikat pekerja serta melakukan kekerasan terhadap para buruh.
- Meminta dan mendesak Komisi IX DPR RI untuk melakukan protes keras kepada Kapolri dan Panglima TNI untuk menarik pasukannya kembali yang diturunkan dengan berlebihan dari perusahaan BUMN, karena hal konflik hubungan industrial bukan dalam keadaan darurat sebagaimana diatur dalam UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.
- Mendorong Panja OS dan Naker untuk mendesak Pemerintah guna menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan di perusahaan BUMN dengan mengangkat pekerja/buruh OS sebagai pekerja/buruh tetap tanpa syarat, mematuhi seluruh putusan Pengadilan yang sudah tetap, serta rekomendasi dari Komisi-komisi negara.
- Apabila Pemerintah tidak mau dan membiarkan permasalahan ketenagakerjaan berlarut-larut terjadi, maka DPR RI perlu mengambil “impeachment” kepada Presiden RI sebagai konsekuensi logisnya. Karena kegagalan Presiden dalam menjalankan perintah undang-undang dengan membiarkan kejahatan terus menerus terjadi.
- Apabila Pemerintah dan DPR tidak bersungguh-sungguh dan serius dalam menuntaskan permasalahan outsourcing dan ketenagakerjaan di perusahaan BUMN, Geber BUMN akan melakukan Aksi-aksi strategis yang berkelanjutan mulai dari aksi nasional, mogok kerja di daerah-daerah, sampai mogok kerja nasional di perusahan BUMN. guna melawan “kejahatan” di bidang ketenagakerjaan, yang mana hal ini kami putuskan pada saat Panja OS dan Ketenagakerjaan mengeluarkan rekomendasi.
Jakarta, 9 Oktober 2013
Hormat Kami
GEBER BUMN
PRESS RELEASE : 012/IX/2013
KONTAK :
MARULI-081369350396 (LBH Jakarta), AIS-081585859973 (KOORDINATOR), NINING-081317331801 (KASBI), STAVIP-081383658633 (OPSI), SABDA-081802887788 (ASPEK), RIJANTO TIMBUL-0818175150 (BUMN Strategis, SP PLN), WAYAN-087860218827, WIDODO-08128096278 (BUMN Bersatu), MAS’UD-081289069392 (DPP PPMI), M SIDARTA-082126844759 (FSPLEM SPSI), YUDI-085715552091 (FSPMI).