Jakarta, 15 Oktober 2025 – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah menggodok rencana perubahan badan hukum Perusahaan Umum Daerah Air Minum (PAM) Jaya menjadi Perseroan Terbatas Daerah (Perseroda). Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BPBUMD) mengeklaim perubahan ini ditujukan untuk memastikan tata kelola perusahaan yang lebih baik, fleksibilitas menjalankan usaha, serta terkait dengan alternatif pendanaan atau yang diperlukan agar PAM Jaya tidak ketergantungan dengan APBD. Kami menilai langkah tersebut tidak tepat dan bertentangan dengan prinsip air sebagai hak asasi manusia. Skema Perseroda memungkinkan masuknya modal swasta melalui penerbitan saham dan pembentukan anak usaha yang berpotensi meninggalkan mandat konstitusional: air adalah hak rakyat, bukan komoditas dagangan.
Saat ini, cakupan layanan air perpipaan di Jakarta baru sekitar 70,29 persen per tahun 2024. Artinya masih banyak keluarga berpenghasilan rendah yang belum terlayani dan mengandalkan sumber air lain dengan biaya yang lebih mahal dan kualitas lebih rendah. Transformasi PAM Jaya ke Perseroda tidak menjawab persoalan tersebut, justru adanya perubahan bentuk badan hukum akan mengurangi kontrol publik karena keputusan strategis seperti penerapan tarif dan pengelolaan modal berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD akan ditentukan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang berpotensi menyisakan 51 persen saham minimum yang dipegang oleh Pemprov DKI Jakarta, bukan lagi melalui mekanisme pengawasan DPRD dan APBD yang selama ini menjamin transparansi dan akuntabilitas publik.
Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Putusan MK No. 85/PUU-XI/2013 turut menegaskan pengelolaan sumber daya air yang lebih berdasar pada nilai ekonomi akan cenderung memihak kepada pemilik modal serta dapat mengabaikan fungsi sosial sumber daya air. Pasal 3 huruf (a) dan (b) Undang-Undang No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air juga memerintahkan negara untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok rakyat atas air yang aman, berkualitas dan terjangkau.
Sehingga, rencana transformasi PAM Jaya ke Perseroda berpotensi mengulang kesalahan yang sama, apabila orientasi pengelolaan air bersih Jakarta bergeser ke pencarian keuntungan, maka hak atas air sebagai hak dasar manusia akan perlahan menghilang.
Transformasi PAM Jaya menjadi Perseroda juga telah terjadi setidaknya di 14 daerah seperti Surabaya, Bandung, Palembang, Depok, Semarang dan Banjarmasin. Meskipun seluruh saham saat ini masih dimiliki oleh pemerintah daerah, struktur badan hukum Perseroda memberikan dasar bagi pelepasan saham kepada pihak lain melalui persetujuan DPRD dan RUPS. Perubahan bentuk hukum tidak otomatis meningkatkan cakupan layanan. Berbagai PDAM berstatus Perseroda tetap menghadapi kendala efisiensi, penurunan transparansi, dan potensi kenaikan tarif air bagi warga berpendapatan rendah.
Kami menilai, rencana transformasi PAM Jaya menjadi Perseroda merupakan bentuk kemunduran dalam pemenuhan hak atas air bagi warga Jakarta. Oleh karena itu, kami berpendapat sebagai berikut:
Pertama, rencana transformasi PAM Jaya menjadi Perseroda bertentangan dengan mandat konstitusi dan kerangka Hak Atas Manusia atas air. Pasal 33 ayat (3) UUD NRI menegaskan penguasaan negara untuk kemakmuran rakyat, Undang-Undang No. 17/2019 mewajibkan negara menjamin ketersediaan, kualitas, dan keterjangkauan air. Air adalah res commune (milik publik), bukan objek komersialisasi.
Kedua, perubahan ke Perseroda membuka kemitraan kepada pihak lain dan privatisasi parsial melalui kepemilikan saham pihak privat. Peraturan Pemerintah No. 54/2017 mendefinisikan privatisasi sebagai penjualan saham Perseroda. Akuntabilitas juga secara tidak langsung bergeser dari APBD ke RUPS, sehingga peran kontrol publik makin menyempit.
Ketiga, orientasi profit dalam struktur perseroan beresiko menaikkan tarif dan memperlemah akses kelompok berpenghasilan rendah. Penerapan prinsip full cost recovery dan kewajiban membayar dividen yang ada dalam mekanisme perseroda mendorong perseroda menyesuaikan harga demi menutup biaya dan memperoleh laba, yang pada akhirnya berpotensi meningkatkan tarif air bagi warga. Ini juga tidak sejalan dengan fakta bahwa cakupan layanan perpipaan Jakarta masih sekitar 70,29 persen.
Keempat, transformasi merupakan pengulangan preseden buruk privatisasi air di Jakarta. Putusan MA No. 85/2015 memerintahkan pengelolaan air kembali ke tangan publik karena privatisasi bertentangan dengan konstitusi dan menimbulkan kembali kerugian secara sosial-ekonomi bagi warga.
Kelima, pemenuhan hak atas air merupakan tanggung jawab negara. Keterbatasan APBD tidak bisa dijadikan alasan untuk menyerahkan layanan dasar yang harusnya dapat diakses oleh khalayak publik secara gratis kepada logika untung-rugi yang dianut oleh logika perusahaan atau Perseroda.
Keenam, dalam prinsip hak asasi manusia, terutama dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, dikenal prinsip progressive realization, artinya pemenuhan hak asasi manusia yang dilakukan pemerintah harus semakin meningkat seiring berjalannya waktu dan harus memaksimalkan seluruh sumber daya yang dimiliki. Maka dari itu, dibandingkan berusaha untuk merubah badan hukum dari Perumda dan Perseroda dengan tujuan untuk mendapat sumber pendanaan lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seharusnya melaksanakan tanggung jawabnya untuk memperbaiki dan mengoptimalkan tata kelola PAM Jaya sehingga memperluas akses warga Jakarta terhadap air bersih dan meningkatkan kualitas air bersih di Jakarta.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, kami mendesak:
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini DPRD Provinsi DKI Jakarta dan Gubernur DKI Jakarta untuk membatalkan rencana transformasi PAM Jaya menjadi Perseroda dan mempertahankan status Perumda sesuai amanat konstitusi dan putusan Mahkamah Agung.
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PAM Jaya untuk menetapkan tarif sosial dan mekanisme subsidi silang berbasis keadilan agar kelompok berpenghasilan rendah tidak menjadi korban kenaikan tarif.
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PAM Jaya untuk melakukan pelaporan terbuka dan audit independen serta membentuk forum masukan dan aduan publik yang dapat diakses dengan mudah oleh warga Jakarta;
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan supervisi dan pengawalan terhadap PAM Jaya untuk mencapai target cakupan layanan 100 persen secara bertahap dengan prioritas pada wilayah warga kampung kota dan kelompok rentan;
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PAM Jaya untuk menjamin pelibatan publik yang bermakna kepada warga Jakarta terkhusus warga kampung kota dan kelompok rentan dalam setiap pengambilan keputusan strategis.
“Tanpa adanya implementasi yang nyata, segala narasi efisiensi dan modernisasi hanyalah retorika semata yang mengabaikan hak rakyat atas air bersih dan terjangkau.”
Narahubung:
Alif Fauzi Nurwidiastomo ([email protected]);
Daniel Winarta ([email protected])