Jemaat Persekutuan Oikumene Umat Kristen (POUK) Tesalonika Teluknaga, Tangerang, bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sebagai bagian dari Koalisi Kebebasan Beragama telah melaporkan Penyidik Polres Metro Tangerang Kota ke Propam dan Wassidik Polda Metro Jaya serta Kompolnas RI pada Rabu, 6 Agustus 2025.
Laporan dilakukan atas Penundaan Berlarut (Undue Delay) Laporan Polisi (LP) Jemaat di Polres Metro Tangerang Kota atas terjadinya dugaan Tindak Pidana Pengrusakan dan Penganiayaan oleh sekelompok orang ketika jemaat sedang melakukan kegiatan ibadah memperingati Jumat Agung dan Paskah di gedung Yayasan POUK Tesalonika pada tanggal 3 April 2024.
Pengacara Publik LBH Jakarta, Khaerul Anwar menjelaskan bahwa, “pengaduan ini kami buat karena telah terjadi penundaan yang berlarut atas proses penyelidikan dugaan tindak pidana pengrusakan dan penganiayaan yang dialami Jemaat POUK Tesalonika, namun hingga saat ini tidak ada perkembangan dari Penyidik.”
Penyerangan itu, telah mengakibatkan kerugian dan jatuhnya korban di pihak jemaat yang salah satunya masih merupakan anak di bawah umur. Selain itu, Jemaat POUK Tesalonika telah menyerahkan bukti permulaan yang cukup seperti saksi-saksi dan rekaman video yang dengan jelas memperlihatkan terjadinya penyerangan terhadap jemaat pada saat LP dibuat.
“Mekanisme pengaduan ini kami tempuh sebagai upaya pengawasan dan perbaikan proses penyelidikan sebagaimana mestinya dan memberikan kepastian hukum bagi korban hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan,” lanjut Khaerul Anwar.
Mandeknya LP selama 1 tahun, menunjukkan gagalnya kinerja Polri dalam melindungi Hak atas Rasa Aman serta Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang notabenenya termasuk Hak Asasi Manusia (HAM). Jemaat POUK Tesalonika, hingga saat ini masih berjuang melawan berbagai bentuk diskriminasi, salah satunya adalah Penyegelan Gedung Yayasan yang dilakukan oleh Pemkab Tangerang.
Michael Siahaan dari Yayasan POUK Tesalonika menyatakan, “Tindakan persekusi harus menjadi perhatian serius aparat pemerintah dalam bentuk penindakan tegas oknum yang mengganggu ibadah umat beragama, karena Pemerintah harus menjamin keamanan dan keberlangsungan hak masyarakat dalam menjalankan ibadahnya sesuai dengan agamanya masing-masing. Pemerintah tidak boleh kalah dengan intimidasi masyarakat dalam menjamin kebebasan beribadah Jemaat Gereja POUK Tesalonika dapat beribadah dengan nyaman dan tenang di rumah doa.”
Sementara itu, Fadilah Rahmatan Al Kafi dari LBH Jakarta berpendapat, “Persoalan ini terjadi bukan semata-mata karena buruknya kualitas dan kinerja dari penyidik, melainkan juga persoalan struktural akibat dari usangnya KUHAP yang sudah berumur 44 tahun, karena tidak ada norma yang tegas melarang Undue Delay terjadi pada saat penyelidikan.”
Terjadinya Undue Delay pada proses penyelidikan LP yang dilaporkan oleh Jemaat Yayasan POUK Tesalonika juga memperlihatkan betapa pentingnya pembaharuan KUHAP yang prosesnya saat ini sedang berjalan, karena KUHAP tidak mengatur secara jelas dan tegas mengenai tenggang waktu proses penyelidikan. Persoalan tersebut, diperburuk dengan tidak adanya norma KUHAP yang menegaskan mekanisme kontrol eksternal, keberatan, atau pengawasan, terhadap proses penyelidikan di kepolisian. Akibatnya, pelapor, tersangka, maupun korban, sulit untuk menuntut kepastian proses hukum, apabila dihadapkan dengan problem terkatung-katungnya proses penyelidikan di kepolisian.
Sayangnya, Pemerintah dan DPR seakan tutup mata atas terjadinya persoalan Undue Delay tersebut, karena di dalam RKUHAP terbaru, apabila dihadapkan dengan masalah penundaan berlarut, pelapor secara efektif hanya bisa membuat pengaduan ke atas penyidik. Merujuk pada Draft RKUHAP 2012, padahal terdapat mekanisme untuk membuat laporan ke Penuntut Umum, jika laporan di penyidik tidak berjalan, dan jika prosesnya tetap tidak dilakukan oleh penyidik dalam waktu 14 hari, Penuntut Umum bisa turun untuk melakukan pemeriksaan.
Kasus Undue Delay tidak hanya dialami oleh POUK Tesalonika saja, namun juga para pelapor lainnya selama tidak adanya KUHAP yang benar-benar memiliki keberpihakan terhadap perlindungan hak-hak sipil dan keadilan.