Siaran Pers Bersama
LBH Jakarta, LBH Pijar, dan Pena Masyarakat
Senin, 03 Februari 2025 – Upaya melancarkan proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 oleh pengusaha dan penguasa kian hari dilakukan secara culas dan terang-terangan. Sebelumnya, publik diramaikan oleh pemasangan pagar laut sepanjang 30,16 km yang mencaplok wilayah pesisir 16 desa di 6 kecamatan, dengan disusul penerbitan hak atas tanah di sepanjang pagar laut yang berdiri di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang berupa 263 hak guna bangunan (HGB) seluas 390,7 Ha dan 17 bidang hak milik (SHM) seluas 22 Ha.
Saat ini, publik khususnya warga tapak kembali diperlihatkan dengan tindakan sepihak Penjabat (Pj.) Gubernur Banten yakni Al-Muktabar yang mengusulkan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di wilayah PIK 2 Kab. Tangerang. Tindakan ini diduga karena Proyek Strategis Nasional (PSN) Pariwisata Tropical Coastand di PIK 2 Kab. Tangerang. Menurut Nusron Wahid selaku Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan bahwa 1.705 Ha yang ditetapkan sebagai PSN, 1.500 Ha diantaranya merupakan kawasan hutan lindung.
Alih-alih Pemprov Banten melakukan pelindungan terhadap hak atas ruang hidup dan ekologi sebagaimana mandat dari Konstitusi, justru mantan Pj. Gubernur Banten yakni Al-Muktabar diduga kuat terlibat kepentingan dengan pengusaha PIK 2 untuk mengusulkan perubahan fungsi hutan lindung tersebut. Keterlibatan ini terungkap setelah publik mengetahui bahwa di tahun 2023, Al-Muktabar mengeluarkan surat nomor 000.7.2./3526-BAPP/2023 perihal dukungan untuk pengusulan PSN yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yakni Airlangga Hartarto dan adanya perjanjian antara Al-Muktabar dengan direksi PT. Intan Mutiara Permai yang merupakan anak perusahaan PT. Agung Sedayu Group.
Bak gayung bersambut, Pemerintah Pusat melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian kemudian menetapkan PIK 2 sebagai PSN Pariwisata Tropical Coastand berdasarkan Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Tidak cukup sampai disitu, Pemprov Banten melalui Al-Muktabar kembali melakukan akrobasi hukum dengan menerbitkan surat nomor B.00.7.2.1/1936/BAPP/2024 pada tanggal 25 Juli 2024 yang ditujukan kepada Perum Perhutani dan Kementerian Kehutanan tentang pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi. Atas tindakan Al-Muktabar tersebut, saat ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Prov. Banten Wawan Gunawan dan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Prov. Banten beramai-ramai menyampaikan tidak pernah dilibatkan dengan pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi tersebut.
Atas temuan-temuan tersebut, kami berpandangan sebagai berikut:
Pertama, tindakan pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi yang dilakukan oleh mantan Pj. Gubernur Banten yakni Al-Muktabar merupakan bentuk abuse of power dari Pj. Gubernur Banten yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan pemerintah daerah yang bersifat strategis. Sedangkan, Pj. Gubernur sendiri memiliki kewenangan yang relatif terbatas dibandingkan Gubernur definitif dalam mengambil atau membuat keputusan-keputusan yang strategis sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, Dan Penjabat Wali Kota serta Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di Kabupaten Tangerang dalam rencana tata ruang wilayah Prov. Banten merupakan kebijakan yang bersifat jangka panjang karena akan sangat berimplikasi terhadap kondisi ekonomi, ekologi, sosial dan kultural di wilayah Kabupaten Tangerang. Pengambilan keputusan yang diduga kuat merupakan kolusi antara pejabat dengan pengusaha. Disisi lain, Al-Muktabar telah menjadi Pj. Gubernur Prov. Banten untuk ketiga kalinya, dimana hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 4 tahun 2023 yang menyebutkan “Masa jabatan Penjabat Gubernur 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) tahun berikutnya dengan orang yang sama atau berbeda”.
Kedua, Pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di Kabupaten Tangerang dalam rencana tata ruang wilayah Prov. Banten yang dilakukan oleh mantan Pj. Gubernur Banten yakni Al-Muktabar terbukti tidak dilakukan secara partisipatif secara khusus melibatkan warga yang berpotensi akan terdampak kebijakan tersebut. Hal ini bertentangan dengan perencanaan tata ruang yang diatur dalam PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang.
Sepatutnya, berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Pasal 2 & 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemprov Banten dan Pemerintah Pusat melakukan kebijakan berdasarkan partisipasi yang bermakna dan melakukan perlindungan lingkungan hidup.
Ketiga, Pembangunan sejatinya harus dimaknai secara inklusif dengan memasukkan kesejahteraan manusia dan lingkungan sebagai komponen penting kalkulasinya (degrowth). Sehingga, kerugian yang dialami manusia dan alam bisa diminimalisir, sedangkan Proyek PIK 2 ini merupakan wujud dari rakusnya perampasan ruang hidup warga dan memunculkan berbagai pelanggaran HAM mulai dari intimidasi, penggusuran paksa, perampasan lahan, dan kerusakan lingkungan yang parah dari adanya proyek pembangunan secara besar-besaran (pembangunan-isme).
Jika perubahan fungsi dilakukan tanpa kajian lingkungan yang memadai, maka dapat bertentangan dengan Pasal 18 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mewajibkan perlindungan lingkungan hidup dalam pengelolaan sumber daya alam.
Selain itu, adanya potensi kerusakan terhadap kawasan hutan lindung, pembangunan PSN PIK 2 juga berdampak terhadap sawah eksisting di Prov. Banten yang berpotensi menyusut sebesar 5%. Hasil audit BPN dari luas baku sawah Banten tercatat seluas 204.000 Ha. Sedangkan menurut SK ATR/BPN, sawah eksisting tercatat seluas 154.000 Ha, hal tersebut berarti terdapat deviasi secara merata sebesar 5%. Faktor penyusutan sawah tersebut terjadi lantaran ada sejumlah pengembang perumahan hingga pergudangan mengabaikan pola ruang di Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Berdasarkan uraian di atas, maka LBH Jakarta, LBH Pijar dan Pena Masyarakat mendesak:
- Presiden RI dan Menko Bidang Perekonomian untuk meninjau ulang dan mencabut penetapan status PSN PIK 2 yang berdampak pada perampasan ruang hidup warga, dan melahirkan berbagai bentuk pelanggaran HAM;
- Pemerintah Provinsi Banten untuk mencabut Surat Nomor B.00.7.2.1/1936/BAPP/2024 tertanggal 25 Juli 2024 tentang pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi serta menghentikan segala dukungan untuk memperlancar proyek PSN PIK 2;
- Menteri Kehutanan untuk menolak pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di Kabupaten Tangerang Banten;
- Kepala Ombudsman RI dan Ketua KPK RI untuk melakukan investigasi terhadap dugaan tindakan maladministrasi dan tindak pidana korupsi yang terkait dengan pengusulan perubahan kawasan hutan lindung menjadi kawasan produksi di Kabupaten Tangerang Banten.
Serang, 03 Februari 2024
Hormat Kami,
LBH Jakarta, LBH Pijar dan Pena Masyarakat