Jakarta, 10 Desember 2024 – Pada momentum hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional 2024, kelompok masyarakat sipil dari berbagai latar belakang berkumpul dalam Karnaval HAM yang berlangsung di Jakarta. Dengan tema besar Menggugat Kezaliman Negara, Menghidupkan Perlawanan Warga Melawan Koalisi Gentong Babi, acara ini menjadi momen perlawanan terhadap kekerasan struktural dan pelanggaran HAM yang terus berlangsung di Indonesia. Karnaval HAM ini merupakan bagian dari rangkaian acara Festival Suara Warga, sebuah inisiatif yang digagas oleh berbagai organisasi masyarakat sipil, khususnya yang berfokus pada isu-isu Hak Asasi Manusia. Acara karnaval HAM diawali dengan parade atau long march sebagai simbol perayaan perlawanan warga.
Refleksi mengenai situasi hak asasi manusia dalam ruang lingkup sipil, dan politik, maupun ekonomi, sosial, dan budaya, beberapa tahun terakhir terlihat semakin memburuk. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peristiwa pelanggaran yang terjadi terhadap hak asasi warga negara.
Dalam ruang lingkup sipil dan politik, mulai dari masifnya pembungkaman atas kebebasan sipil dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi di ruang publik maupun digital, brutalitas kekerasan aparat penegak hukum dalam penanganan massa aksi saat menyampaikan aspirasi terhadap kebijakan-kebijakan kontroversial dan revisi undang-undang bermasalah, serta tindakan penyiksaan dan penganiayaan terhadap warga negara, hingga bentuk-bentuk intimidasi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas, keadilan dan kesetaraan gender.
Beragam bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang terjadi belakangan ini adalah bukti nyata dari pelanggengan impunitas, seolah negara enggan untuk belajar dari banyak kasus Pelanggaran Berat HAM Masa Lalu yang hingga kini korban dan keluarga korban masih belum mendapatkan keadilan, alih-alih menyelesaikan secara tuntas hingga menghukum terduga pelaku, justru pemerintah semakin memperkeruh suasana dengan memecah belah solidaritas perjuangan korban dan keluarga korban Pelanggaran Berat HAM.
Demikian juga dengan situasi hak asasi manusia dalam ruang lingkup Ekonomi, Sosial, dan Budaya, hak atas pendidikan dan jaminan sosial bagi setiap warga negara yang belum menyeluruh dan adil, hal ini dapat dilihat dari timpangnya gaji guru honorer, kenaikan biaya UKT di perguruan tinggi negeri, dan mahalnya biaya pendidikan akibat masifnya komersialisasi pendidikan yang justru ditambah dengan beban mahalnya biaya hidup seperti kenaikan harga BBM dan kebutuhan pokok.
Selain itu hak atas pekerjaan yang layak terus dihadapkan dengan peraturan-peraturan yang memiskinkan dan menindas mulai dari UU Cipta Kerja yang menghilangkan hak-hak pekerja, upah murah hingga tingginya potensi PHK terhadap pekerja. Bahkan dalam aspek kehidupan yang layak, warga negara justru selalu dihadapkan dengan penggusuran rumah, lahan hingga mata pencaharian petani dan nelayan baik di kota maupun di desa, belum lagi penyingkiran masyarakat adat dan perusakan konservasi alam akibat masifnya pembangunan industri ekstraktif di Pulau Sumatra, Sulawesi, Maluku, NTT, Papua dan pembangunan eco city seperti di Rempang dan IKN di Kalimantan Timur, belum lagi akses warga negara terhadap lingkungan yang sehat dan keadilan iklim yang hingga kini masih sering terabaikan seperti hak atas air bersih dan udara yang bersih.
Negara memiliki kewajiban dalam menghargai, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia terhadap setiap warga negara, maka dalam banyaknya pelanggaran yang terjadi terhadap hak asasi manusia baik dalam ruang lingkup Sipil, dan Politik maupun Ekonomi, Sosial dan Budaya, negara juga harus bertanggung jawab dalam menyelesaikannya secara tuntas dan berkeadilan. Upaya tersebut tidak hanya berhenti pada berdirinya Lembaga Penegakan HAM seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan hasil rekomendasinya saja, tentu hal tersebut juga harus dibarengi dengan pembentukan kebijakan dan peraturan yang berpihak pada upaya penegakan hak asasi manusia melalui lembaga legislatif dan diimplementasikan secara pemerintahan yang baik oleh lembaga eksekutif serta pendampingan dan pemantauan secara menyeluruh melalui penegak hukum dalam wewenang lembaga yudikatif.
Namun, dalam 10 tahun terakhir, check and balances dalam trias politica di Indonesia tidak berjalan dengan baik sehingga menghilangkan sendi-sendi demokrasi, hal ini akibat tidak adanya oposisi dalam menjalankan sistem politik pemerintahan hari ini. Koalisi Gentong Babi yang terus menggemuk hanya akan menjadi lingkaran setan yang memiliki kecenderungan menabrak dan menghabisi siapapun lawan politiknya termasuk partisipasi publik dari solidaritas warga yang haknya dilanggar dan warga negara secara umum. Tindakan yang culas dan memalukan seringkali diperlihatkan mulai dari bentuk-bentuk pembangkangan konstitusi, korupsi, kolusi dan nepotisme, hal tersebut justru melahirkan budaya impunitas layaknya tembok yang semakin menebal hingga hari ini dan semakin mematikan demokrasi.
Upaya dalam menghadapi situasi demokrasi dan politik yang kacau tersebut selalu dilakukan, mengisi ruang-ruang kosong dengan diskursus persoalan-persoalan hak asasi manusia dan situasi demokrasi menjadi sebuah keniscayaan, bentuk aktivitas publik dan penggalangan solidaritas juga terus dilakukan, mulai dari okupasi ruang publik hingga kolaborasi lintas disiplin pengetahuan, forum-forum pertemuan dan konsolidasi juga masif dilakukan baik oleh organisasi masyarakat sipil seperti NGO, Serikat Pekerja/Petani/Nelayan, Masyarakat Adat, Komunitas atau Kelompok Studi dll. Meskipun upaya-upaya tersebut masif dilakukan dalam beberapa momen seperti, Reformasi DiKorupsi 2019, Tolak Omnibus Law 2020, hingga Peringatan Darurat dan hanya meninggalkan korban represif aparat.
Parade dengan rute YLBHI – Komnas HAM – Bundaran HI – YLBHI, menjadi kesempatan bagi masyarakat sipil untuk menyampaikan kritik terhadap berbagai bentuk kekerasan negara, mulai dari tindakan represif aparat, perampasan lahan, hingga pembungkaman kebebasan berekspresi. Parade diramaikan dengan orasi dan penampilan seni jalanan untuk menyerukan pentingnya perubahan. Perjalanan diakhiri dengan pentas musik dan mimbar bebas, menjadi ruang ekspresi kreatif untuk menyuarakan kemarahan dan aspirasi warga secara lantang.
Karnaval ini bertujuan untuk mengingatkan publik bahwa pelanggaran HAM oleh negara bukanlah masalah yang hanya berdampak pada individu atau kelompok tertentu, melainkan ancaman serius terhadap demokrasi dan kebebasan. Ketidakadilan sistemik terus membayangi kehidupan masyarakat, sementara negara terus menciptakan korban melalui kebijakan yang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Kini, saatnya menyalakan alarm darurat dan membangun solidaritas untuk melawan musuh bersama: kekuasaan yang sewenang-wenang.
Berangkat dari berbagai keresahan yang disampaikan melalui kegiatan ini, kami menuntut Negara untuk:
- Akhiri Kekerasan oleh Aparat Negara
Menuntut penghentian segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil, baik berupa tindakan represif, penghilangan paksa, maupun kriminalisasi terhadap buruh, jurnalis, warga yang melawan, Pembela HAM, dan Perempuan Pembela HAM. - Mewujudkan Keadilan untuk Korban Pelanggaran HAM, Akhiri Politik Impunitas
Segera wujudkan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dan masa kini secara transparan serta pemberian keadilan substantif bagi para korban. - Hentikan Seluruh Kebijakan Pembangunan yang Menindas dan Melanggar HAM
Pemerintah harus menghentikan seluruh kebijakan pembangunan baik itu yang berkategori sebagai PSN maupun status hukum lainnya yang menindas masyarakat dan bertentangan dengan nilai-nilai HAM, karena apabila tragedi penggusuran, kekerasan, pemberangusan kebebasan berpendapat, hingga kriminalisasi terhadap pegiat HAM dan Lingkungan Hidup, masih terus terjadi hanya guna memuluskan proyek pembangunan dan memenuhi kepentingan segelintir oligark belaka, maka dengan tegas dapat dinilai bahwa “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan “Keadilan Sosial bagi Seluruh Warga Indonesia” hanya merupakan Slogan Gimik tanpa nilai belaka. - Berikan Jaminan Perlindungan Hak-Hak Kelompok Rentan
Pemerintah harus menjamin perlindungan dari intimidasi dan diskriminasi terhadap kelompok rentan. Pemerintah juga wajib memberikan tindakan afirmatif agar kelompok rentan tetap memiliki akses untuk mendapatkan hak-haknya. - Hapus Konglomerasi Media, Wujudkan Pers yang Merdeka
Negara wajib menciptakan ruang aman bagi jurnalis serta menjamin hak setiap warga negara atas informasi yang transparan, akurat, dan bebas distorsi. Akses masyarakat terhadap informasi yang jujur dan berimbang sering terhambat oleh tekanan politik, sensor dan pengaruh pemodal besar yang menguasai ekosistem media. Negara juga harus menjamin perlindungan terhadap jurnalis dari kriminalisasi, kekerasan serta risiko-risiko lainnya. Negara harus berkomitmen dalam menjaga kekokohan pilar keempat demokrasi dengan memastikan media tetap independen, berintegritas dan berpihak pada kepentingan publik, demi keberlangsungan demokrasi yang sehat dan berkeadilan. - Penuhi Pendidikan Gratis, Sejahterakan Guru dan Dosen, serta Hentikan Komersialisasi Pendidikan
Pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan-kebijakan konkret yang menjamin pemenuhan hak atas pendidikan. Kebijakan yang berlabel otonomi kampus atau sekolah hanya menjadi selubung bagi komersialisasi. Seharusnya, mandat konstitusional tentang anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD mampu menjamin pendidikan gratis, serta kesejahteraan guru dan dosen. - Penuhi Hak atas Penghidupan yang Layak dan Berkelanjutan
Pemerintah harus menjamin perlindungan Hak atas Penghidupan yang Layak dan Berkelanjutan khususnya bagi kelompok buruh, petani, nelayan, baik di perkotaan maupun di desa. Penindasan, perampasan ruang hidup, dan pemiskinan sistemik yang seringkali menimpa buruh, petani, dan nelayan, wajib dihentikan sekarang juga, karena sepatutnya Hak atas Penghidupan yang Layak dan Berkelanjutan sebagai prasyarat masyarakat untuk dapat menikmati taraf hidup yang berkualitas merupakan bagian penting dari HAM yang harus bisa dinikmati oleh seluruh golongan dan tidak dapat diganggu gugat pengakuan dan perlindungannya sama sekali oleh negara. - Penuhi Hak atas Lingkungan Hidup yang Sehat dan Kebijakan Iklim yang Berkeadilan
Pemerintah harus mengakui dan menjamin sepenuhnya Hak atas Lingkungan Hidup yang Sehat dan Kebijakan Iklim yang Berkeadilan, karena keberlanjutan lingkungan hidup merupakan sesuatu yang fundamental dan berkaitan secara langsung terhadap kelangsungan peradaban manusia itu sendiri. Pengrusakan Lingkungan Hidup yang sampai saat ini masih terus berjalan hanya karena atas nama Nation dan Pembangunan belaka, oleh karena itu Wajib dihentikan. Berkeadilan yang kami maksud pun, bukan sekedar adil hanya karena memenuhi kepentingan para Investor dan Oligark, melainkan Nilai Berkeadilan yang secara tegas pro terhadap Konservasi Alam dan Keberlanjutan Lingkungan Hidup yang baik dan sehat.
Hari HAM Internasional kali ini bukan hanya peringatan, tetapi panggilan aksi untuk melawan penindasan. Sebuah pesan jelas bagi pemerintah yang zalim: suara rakyat tidak akan pernah diam. Parade ini menunjukkan bahwa ketika negara mengabaikan hak asasi, wargalah yang akan melawan.