Rilis Pers Nomor 390/RILIS-LBH/X/2024
Rilis Pers Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Menanggapi Substansi Debat Kedua Pilkada Jakarta 2024
Minggu, 27 Oktober 2024, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta menggelar debat kedua Pilkada Jakarta 2024 di Beach City International Stadium, Jakarta Utara. Pada debat kali ini mengusung tema, “Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial”. LBH Jakarta memantau bahwa program yang diutarakan oleh masing-masing Pasangan Calon (paslon) masih belum konkrit dan menjawab permasalahan empirik yang dialami warga Jakarta.
Lebih lanjut, LBH Jakarta berpandangan sebagai berikut:
Pertama, permasalahan air bersih di Jakarta sempat diutarakan pada debat tersebut. Namun, tidak ada penjelasan yang konkret dan metodologis berkenaan dengan jaminan penyelesaian masalah tersebut. Dalam hal ini, LBH Jakarta mengingatkan bahwa permasalahan air bersih tidak dapat terlepas dari kebijakan privatisasi air yang dikeluarkan oleh Gubernur Jakarta terdahulu. Privatisasi air di Jakarta terjadi sebagai akibat perjanjian kerjasama negara dengan swasta sejak tahun 1998, sampai dengan sekarang. LBH Jakarta yang menjadi bagian dari Koalisi Warga Jakarta Menentang Privatisasi Air (KMMSAJ) mengadvokasikan permasalahan ini. Pada Tahun 2015, KMMSAJ memenangkan gugatan pembatalan kontrak PT Aetra dan PT Palyja. Sedangkan Tahun 2016, Mahkamah Agung memutuskan pengelolaan air oleh pihak swasta adalah pelanggaran hukum. Namun, perusahaan tersebut masih beroperasi sampai dengan sekarang. Juga, ada pengabaian dari Gubernur saat itu untuk tidak memutus hubungan kerjasama. Ditemukan fakta bahwa adanya kerugian negara serta biaya air bersih untuk masyarakat miskin lebih mahal. Pengelolaan air yang diserahkan kepada swasta telah menjadi praktik yang bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 sebagaimana yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003 mengenai penguasaan negara. Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 85/PUU-XI/2013 tentang Pengujian Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air juga telah menegaskan bahwa pengelolaan air semestinya dilakukan oleh negara melalui pemerintah, bukan swasta. Sehingga, seharusnya Gubernur Jakarta pada periode selanjutnya dapat menghentikan privatisasi air di Jakarta, mengembalikan kedaulatan air untuk kesejahteraan masyarakat tanpa dikomersialisasi, membuka partisipasi publik yang bermakna, dan menjamin pemulihan hak bagi masyarakat, khususnya terhadap kelompok rentan yakni terhadap ibu dan anak yang perlu mendapatkan gizi terbaik dan kesejahteraan dalam pengembangan kehidupannya. Faktanya, privatisasi/swastanisasi air Jakarta telah mengkapitalisasi keuntungan dari masyarakat yang dimiskinkan secara struktural.
Kedua, dalam debat tersebut, Paslon Nomor 1 mengutarakan perlunya special economic zone atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Pulau Seribu. Sayangnya, wacana pembuatan KEK ini berpotensi mendatangkan permasalahan baru. LBH Jakarta mencatat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh warga kawasan Kepulauan Seribu ketika berhadapan dengan pembangunan, diantaranya yaitu privatisasi pulau-pulau, perampasan lahan, ganti kerugian yang tidak sepadan, ruang partisipasi masyarakat yang terbatas dalam mengusulkan rancangan pembangunan, abai terhadap hak-hak nelayan, terdegradasinya mata pencaharian nelayan, dan ancaman kriminalisasi bagi warga/nelayan yang menolak pembangunan. Justru hal ini akan memperpanjang kesenjangan kemiskinan secara struktural yang merupakan paradoks dari tema debat dan program yang diutarakan serta bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-VIII/2010 atas Uji Materi UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjadi dasar larangan praktik privatisasi serta komersialisasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Ketiga, permasalahan pendidikan di DKI Jakarta yang dijanjikan ketiga paslon seakan seperti de javu yang terus berlangsung dari Pilkada ke Pilkada. Belum ada langkah yang lebih konkrit dalam mensejahterakan guru honorer. Selain itu, solusi yang diberikan belum menjangkau masalah utama dari Guru Honorer, yaitu kepastian kerja dan kesempatan pengembangan karir yang jelas. Pada pos pengaduan LBH Jakarta di tahun 2024, tercatat 77 guru honorer diberhentikan dan 72 guru honorer lainnya masih bekerja dengan pemberitahuan bahwa mereka akan terdampak kebijakan cleansing. Selain itu, solusi yang ditawarkan seperti melibatkan Guru Honorer dalam kegiatan ekonomi agar menambahkan sumber penghasilan juga kurang tepat mengingat tanggung jawab dan tugas guru honorer yang berat dalam rangka menciptakan pendidikan yang berkualitas.
Keempat, permasalahan kelas menengah di DKI Jakarta berkaitan dengan isu ketenagakerjaan. Dalam debat kemarin, Paslon Nomor Urut 2 mengajukan jawaban normatif terhadap kebutuhan kelas menengah terutama mengenai kondisi kelas pekerja di Jakarta. Seluruh paslon belum sepenuhnya memahami permasalahan mengenai kelas pekerja di Jakarta. Melalui beberapa catatan dalam pengaduan yang diterima, LBH Jakarta mencatat banyaknya aduan mengenai pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan permasalahan mengenai pekerja kontrak pasca diundangkannya UU Cipta Kerja. LBH Jakarta menilai bahwa hal ini turut disebabkan oleh pengawasan dan penegakan hukum dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Provinsi DKI Jakarta yang kurang maksimal. Sayangnya, melalui debat kemarin, belum ada paslon yang dapat memberikan jawaban konkrit terhadap permasalahan tersebut.
Melihat perkembangan debat pertama dan kedua, kami menilai tidak ada program tegas dan konkret yang diusung oleh seluruh paslon. Tidak ada kemajuan perdebatan dan penggalian akar masalah yang signifikan. Semua hanya merangkai retorika tanpa ada ketegasan pernyataan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat, termasuk hak atas air, penghentian swastanisasi air, hak masyarakat nelayan, hak-hak ketenagakerjaan, dan hak guru honorer, serta permasalahan struktural lainnya yang sudah berpuluh-puluh tahun terus terjadi.
Empat masalah diatas merupakan sebagian kecil dari kompleksitas permasalahan Jakarta yang seharusnya seluruh paslon dapat menganalisis lebih dalam permasalahan struktural Jakarta. Melihat perkembangan debat yang tidak ada kemajuan, kami juga mengevaluasi kepada KPUD Jakarta untuk membangun partisipasi debat yang demokratis dan inklusif dengan memberikan seluas-luasnya kesempatan masyarakat untuk bertanya dan mengomentari langsung dihadapan seluruh paslon pada agenda debat selanjutnya, tidak hanya melalui panelis dan tidak cukup hanya menghadirkan pendukung paslon yang notabenenya pasti mendukung argumentasi paslon masing-masing. Melainkan, KPUD Jakarta harus mengundang secara terbuka dan langsung masyarakat-masyarakat yang dirugikan atas kebijakan-kebijakan yang telah berlangsung di DKI Jakarta, misalnya masyarakat miskin dan kelompok rentan lainnya. Debat seharusnya menjadi sarana beradu argumentasi. Setiap kelompok masyarakat harus diberikan kesempatan.
Jakarta, 30 Oktober 2024
Hormat kami,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Narahubung:
Alif Fauzi Nurwidiastomo ([email protected]);
Astatantica Belly Stanio ([email protected]).