Menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo telah mengundangkan PP No. 38/2024 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Edukasi, Teknologi, dan Kesehatan Internasional Banten pada 7 Oktober 2024. Dalam PP tersebut, diatur bahwa KEK tersebut memiliki luas sebesar 59,68 Ha yang terletak dalam Kecamatan Cisauk dan Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Meskipun digadang-gadang sebagai langkah untuk mempercepat penciptaan lapangan kerja serta mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut, LBH Jakarta dan Walhi Jakarta menilai sebaliknya. Kebijakan ini justru rawan konflik kepentingan dan sarana bagi-bagi konsesi, serta berpotensi merampas ruang hidup warga sekitar.
Lebih lanjut, terkait kebijakan ini, kami berpandangan sebagai berikut:
Pertama, nuansa konflik kepentingan dalam kebijakan ini sangat kental. Hal tersebut lantaran KEK di kawasan tersebut ditetapkan atas usul PT Surya Inter Wisesa yang berada di bawah Sinar Mas Group. Adapun korporasi tersebut dimiliki oleh salah satu investor yang tergabung dalam Konsorsium Nusantara, yang sedang getol berinvestasi di Ibu Kota Negara (IKN)–sebagai proyek ambisius pemerintah–di tengah sepinya minat investasi asing di sana. Rangkaian fakta tersebut membentuk persepsi dan dugaan kuat bahwa kebijakan ini adalah politik balas budi.
Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai konflik kepentingan atau setidak-tidaknya berpotensi konflik kepentingan. Hal tersebut karena dalam pengambilan keputusan atau tindakan, Penyelenggara Negara harus memperhatikan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berlaku dan dilarang mengambil keputusan berdasarkan keuntungan pribadi atau dipengaruhi preferensi pribadi ataupun afiliasi bisnis, agama, profesi, partai atau politik, etnisitas, dan keluarga.
Secara normatif, pejabat administrasi pemerintahan dilarang untuk melakukan tindakan administrasi pemerintahan dalam hal adanya potensi konflik kepentingan. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 42 ayat (1) UU No. 30/2014 yang menyatakan, “Pejabat Pemerintahan yang berpotensi memiliki Konflik Kepentingan dilarang menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.” Selain itu, penyelenggara negara berkewajiban untuk tidak melakukan tindakan-tindakan yang menguntungkan kepentingan kroni.
Kedua, kebijakan ini berpotensi membuka celah yang besar bagi praktik-praktik pencarian rente (rent-seeking). Merujuk pada hasil kajian Indonesian Corruption Watch (ICW) pada 2021 yang berjudul “Kawasan Ekonomi Khusus dan Potensi Rent-Seeking”, besarnya wewenang pemerintah untuk menetapkan suatu kawasan sebagai KEK membuka ruang bagi praktik-praktik rent-seeking. Hal tersebut karena berbagai insentif dan kemudahan bagi KEK dipandang oleh banyak korporasi sebagai iklim yang baik bagi pencarian keuntungan.
Dalam konteks penetapan BSD sebagai KEK, dikhawatirkan terjadi monopoli penyelenggaraan bisnis oleh pihak tertentu. Hal tersebut karena urgensi penetapan KEK di kawasan tersebut patut dipertanyakan. Jika memang betul bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi; kenapa BSD yang secara infrastruktur sudah memadai dipilih ditetapkan sebagai KEK?
Ketiga, KEK merupakan ancaman serius terhadap ruang hidup warga. Konflik agraria merupakan bagian tak terpisahkan di dalamnya. KEK Mandalika misalnya, pada 2021, Olivier De Schutter, UN Special Rapporteur on extreme poverty and human rights (Pelapor khusus PBB bidang kemiskinan ekstrim dan hak asasi manusia) mempersoalkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia sehubungan dengan proyek tersebut oleh AIIB, ITDC, dan pemerintah Indonesia yang merampas ruang hidup warga.
Begitu pula KEK Bitung, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Manado, menilai, persiapan pembangunan KEK Bitung mengabaikan hak-hak masyarakat. Salah satunya, adalah penggusuran tempat tinggal sekitar 500 kepala keluarga di Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Matuari, Kota Bitung, Sulawesi Utara pada awal Februari 2016.
Keempat, Mengutip dari laman Tempo.id, Dalam PP 38/2024 disebutkan bahwa KEK BSD terdiri atas Kawasan Ekonomi Khusus Edukasi, Teknologi, dan Kesehatan Internasional Banten dengan luas 59,68 Ha yang berada di wilayah Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, dan Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang.Target realisasi investasi saat KEK di BSD beroperasi penuh sebesar Rp 18,8 triliun, serta diharapkan dapat menyerap tenaga kerja hingga 13.446 orang. Fakta dimana keberadaan KEK sebagai pemecah kebuntuan terhadap Tsunami permintaan atas lapangan pekerjaan hanyalah sebagai gigitan jari semata, sektor pekerjaan yang ditawarkan justru tidak sesuai dengan masyarakat yang sejak lama menempati tanah tersebut, secara kultural masyarakat di daerah tersebut dengan menggarap tanah untuk ladang pertanian yang memanfaatkan tanah sebagai ruang hidupnya, adanya perubahan secara cepat membuat masyarakat tidak berdaya dan dapat dimungkinkan masyarakat yang sejak lama menggarap tanah akan kehilangan identitasnya dan perebutan ruang pekerjaan dapat dipastikan masyarakat lokal akan menempati posisi pada sektor pekerjaan yang tidak strategis. Masyarakat yang sebelumnya berdaya atas tanahnya justru dengan keberadaan KEK menjadi masyarakat yang rentan.
Kelima, Potensi kerusakan terhadap Lingkungan Hidup terhadap keberadaan KEK ini dapat mengikis ruang-ruang hijau yang sebelumnya dapat dinikmati langsung oleh masyarakat, dengan keberadaan KEK akan berpotensi terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup, krisis air bersih, Polusi Udara dan masalah-masalah lainya, sebagaimana terjadi pada kota-kota yang telah berubah menjadi suatu Kawasan. pada praktiknya seringkali pemilik izin dan pemberi izin melakukan pengabaian terhadap lestarinya lingkungan hidup dan hanya berorientasi pada keuntungan semata. gerbang kerusakan tersebut dimulai dari pemberi izin dengan memudahkan perizinan yang kemudian pemilik izin juga dengan mudahnya mengabaikan kelestarian lingkungan hidup, dari praktik-praktik yang abai akan menjadi suatu akumulatif terhadap kehancuran lingkungan hidup.
Selain itu, KEK BSD sebagaimana praktik pembangunan serupa di seluruh kota di dunia juga dapat mencerabut kohesi sosial dan memunculkan ketidakadilan spasial yang menjadi syarat pembangunan kota yang berkeadilan. Individualisme yang muncul sebagai implikasi dari keterbatasan partisipasi masyarakat dalam pembangunan membuat inklusifitas perkotaan sulit dicapai sehingga memunculkan kesenjangan baru dan mempertajam ketimpangan antar kelompok masyarakat.
Penerapan superblock seperti BSD dalam praktik penataan ruang perkotaan telah menghilangkan partisipasi masyarakat dan menyingkirkan masyarakat lokal dari pembangunan wilayahnya. Masyarakat hanya dianggap sebagai pasar konsumen yang harus menerima konsep yang ditawarkan pengembang tanpa bisa mengintervensi peruntukan dan pemanfaatan ruang sesuai dengan kebutuhan keberlanjutan hidup masyarakatnya.
Perlu diketahui, Kecamatan Cisauk dan Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten dihuni oleh warga yang juga masih mengandalkan pertanian dalam kehidupannya. Oleh karenanya, dengan adanya KEK di BSD, ruang pertanian sebagai sumber penghidupan warga tersebut juga terancam.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka kami, LBH Jakarta dan Walhi Jakarta mendesak agar:
- Presiden RI segera mencabut PP No. 38/2024 yang menetapkan kawasan BSD sebagai KEK karena dibentuk dengan dugaan kuat konflik kepentingan;
- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memerintahkan jajarannya untuk melakukan investigasi (penyelidikan-penyidikan) guna mencari dan menemukan ada tidaknya tindak pidana korupsi di balik penetapan kawasan BSD sebagai KEK;
- Komnas HAM RI proaktif sesuai cakupan kewenangannya untuk memeriksa dan memetakan potensi pelanggaran HAM yang dapat terjadi dalam implementasi KEK di BSD. Hal tersebut penting dilakukan demi mencegah keberulangan seperti KEK Mandalika dan KEK Bitung;
- Ombudsman RI sesuai cakupan kewenangannya untuk memeriksa dan memetakan potensi maladministrasi yang dapat terjadi dalam perumusan kebijakan dan implementasi KEK di BSD. Hal tersebut penting dilakukan demi mencegah keberulangan seperti KEK Mandalika dan KEK Bitung.
Jakarta, 14 Oktober 2024
Hormat kami,
LBH Jakarta dan Walhi Jakarta