Pengadilan Tinggi kuatkan putusan hakim yang perintahkan Presiden, para Menteri dan kepala daerah untuk segera atasi polusi udara Jakarta yang semakin parah
Jakarta, 20 Oktober 2022 – Pengadilan Tinggi telah memberi keputusannya atas banding yang diajukan pihak tergugat yaitu pemerintah pusat, di antaranya Presiden, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan dan Menteri Lingkungan Hidup. Putusan tersebut dikeluarkan pada tanggal 17 Oktober 2022 menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 374/PDT.G-LH/2019/PN.JAK.PUS yang di terbitkan pada tanggal 16 September 2021 telah memenangkan atau mengabulkan sebagian besar tuntutan yang telah diajukan 32 warga dalam citizen lawsuit pencemaran udara Jakarta (CLS Udara).
“Banding yang diajukan oleh pemerintah sejak awal jelas menunjukan bahwa pemerintah gagal melihat bahwa gugatan ini sebagai upaya evaluasi pengendalian polusi udara di DKI Jakarta. Kemenangan kembali warga Jakarta atas proses banding gugatan polusi udara ini menguatkan fakta bahwa udara bersih sejatinya adalah kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari warga DKI Jakarta. Hal tersebut kembali diakui dengan tegas dalam putusan Banding kali ini.” terang Jeanny Sirait, Tim Advokasi warga.
Gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta yang telah dilayangkan oleh 32 warga negara sejak tanggal 4 Juli 2019. Penggugat yang terdiri atas berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, wiraswasta, karyawan sampai dengan aktivis lingkungan menuntut 7 tergugat yang terdiri atas Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.
Pada tanggal 16 September 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa lima dari tujuh tergugat telah melawan hukum dan menghukum para tergugat tersebut untuk menjalankan 9 poin putusan hakim sebagai upaya untuk mengendalikan pencemaran udara Jakarta.
Walaupun terdapat dukungan publik luas atas kemenangan gugatan CLS Udara dalam bentuk petisi dan dukungan media sosial, para tergugat dari pemerintah pusat yaitu Presiden dan para Menteri memutuskan untuk melakukan banding pada Oktober 2021 ketimbang menjalankan putusan hakim, yang menyebabkan terhambatnya upaya penyelesaian masalah polusi Jakarta yang kian hari bertambah parah.
“Kami mendesak pemerintah untuk tidak lagi mengajukan kasasi atas putusan banding yang dimenangkan warga ini. Bagi warga dan seluruh rakyat Indonesia, ini bukan lagi waktu yang tepat untuk adu kuat dalam proses hukum, kesehatan dan kekuatan nafas warga Jakarta menjadi taruhannya. Dibandingkan dengan melakukan kasasi, menurut kami akan lebih bijaksana bagi pemerintah memanfaatkan waktu yang ada untuk segera memastikan berjalannya perbaikan sistem pengendalian udara bersih di Jakarta dengan cepat, tidak boleh lagi ada penundaan. Memastikan standar baku mutu udara (BMUA) yang sesuai WHO misalnya.” Lanjut Jeanny.
Hingga saat ini, standar baku mutu udara ambien (BMUA) di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian dan 15 mikrogram per kubik untuk tahunan. Angka ini tiga kali lebih rendah dari standar WHO yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan.
Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Kota dan Semesta (IBUKOTA) menyebutkan bahwa kualitas udara Jakarta kian memburuk sejak kemenangan gugatan CLS Udara tahun lalu. Data dalam satu tahun terakhir menunjukkan hanya ada satu bulan di mana kualitas udara di DKI Jakarta mengalami perbaikan, yakni Desember 2021 dimana nilai PM 2.5, polutan utama penyebab pencemaran udara, mengalami penurunan akibat musim hujan.
Namun yang terjadi pada musim kemarau (Juni-Juli 2022) data menunjukkan bahwa nilai PM2.5 melonjak. Dari lima wilayah yang telah didata yakni Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Utara, tak ada satu pun yang menunjukkan nilai rata-rata tahunan PM2.5 sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yakni 5 μg/m3 per tahun. Sebaliknya, kelima wilayah DKI Jakarta tersebut melampaui rekomendasi WHO hingga 7,2 kali lipat. Yang menempatkan Jakarta di posisi 1 kota terpolusi.
Elisa Sutanudjaja salah satu penggugat mendorong pemerintah pusat dan daerah agar segera mengambil tindakan nyata untuk selesaikan masalah polusi udara dan berhenti menunda menggunakan cara-cara hukum.
“Langit yang kami lihat abu-abu. Lambat dan minimnya aksi Negara dalam pengendalian dan penanggulangan pencemaran udara telah membuat saya, keluarga dan banyak orang sakit kronis dan kritis, perlahan tapi pasti pembunuh senyap ini akan turut serta memperburuk masa depan generasi muda dalam bertumbuh dan berkembang. Hentikan bersilat kata di pengadilan, terima keputusan dengan lapang dada, serta benar-benar melakukan moto dari kerja-kerja-kerja yang betul bermakna, berguna dan bukan pencitraan,” ujar Elisa.
Catatan bagi Redaksi:
Putusan PN Jakarta Selatan tgl 16 September 2021 menyatakan bahwa lima dari tujuh (Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri dan tergugat, yakni Gubernur DKI Jakarta dinyatakan melanggar Pasal UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tercantum juga dalam gugatan ini Gubernur banten dan Gubernur Jawa Barat sebagai tergugat. Berikut adalah sanksi yang dijatuhkan:
- Menghukum tergugat 1 (Presiden Joko Widodo) untuk menetapkan baku mutu udara ambien nasional yang cukup untuk melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem, termasuk kesehatan populasi yang sensitif berdasarkan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
- Menghukum tergugat 2 (Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar) untuk melakukan supervisi terhadap Gubernur DKI (Anies Baswedan), Gubernur Banten (Wahidin Halim) , dan Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil), dalam melakukan inventarisasi emisi lintas batas Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat,
- Menghukum tergugat 3 (Menteri Dalam Negeri) untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja tergugat 5 (Gubernur DKI) dalam pengendalian pencemaran udara
- Menghukum tergugat 4 (Menteri Kesehatan) untuk melakukan penghitungan penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di Provinsi DKI yang perlu dicapai sebagai dasar pertimbangan tergugat 5 (Gubernur DKI) dalam penyusunan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui www.donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.