Pada Senin (10/10), LBH Jakarta mendaftarkan upaya hukum banding atas putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memutus untuk tidak memeriksa dan mengadili perkara gugatan CLS (Citizen Lawsuit) masalah pinjol (pinjaman online). Putusan tersebut sebelumnya telah diputus secara online melalui e-court pada 26 September 2022 -dimana sebelumnya agenda penerbitan putusan telah mengalami penundaan selama hampir 1 (satu bulan) dari jadwal semula- dengan nomor putusan 689/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Pst.
LBH Jakarta bersama Koalisi Masyarakat Sipil baik itu yang menjadi Penggugat dalam gugatan CLS tersebut maupun komunitas warga korban pinjaman online sangat kecewa dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang cenderung formalistik akut dan tidak progresif, dan hal ini justru menutup pintu akses keadilan bagi warga korban pinjaman online maupun warga masyarakat umum dalam dunia peradilan.
LBH Jakarta menilai terdapat beberapa kejanggalan dalam bagian pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan tersebut:
- Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa Gugatan Para Penggugat dalam perkara ini tidak bersifat keperdataan dan/atau bersumber dari perbuatan cidera janji (wanprestasi) oleh penguasa, tetapi merupakan Perbuatan Melawan Hukum dalam urusan pemerintahan (tindakan pemerintahan), sehingga menjadi wewenang Peradilan Tata Usaha Negara.
Atas pertimbangan ini, LBH Jakarta menilai bahwa apa yang diargumenkan oleh hakim tidaklah tepat, mengingat persoalan tindakan Perbuatan Melawan Hukum berasal dari kerangka pengaturan hukum keperdataan yang termaktub pada Pasal 1365 KUHPerdata, yang pada intinya mengatur persoalan: adanya seseorang/pihak (baik orang, atau badan), adanya tindakan, adanya sifat melawan hukum secara materiil pada tindakan, dan timbulnya dampak kerugian secara keperdataan bagi pihak lain yang dirugikan.
Artinya, perkara yang berangkat dari pengaturan hukum keperdataan, seperti dalam konteks gugatan ini berangkat dari dasar hukum Pasal 1365 KUHPerdata, maka diperiksa, diputus, dan diadili di Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) sebagaimana telah diatur di dalam ketentuan Pasal 25 ayat 2 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
- Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan jika Materi Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit) tentang Pinjaman Online yang diajukan oleh Para Penggugat tidak berlaku untuk kepentingan umum, yang berbeda dengan Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit) tentang Lingkungan Hidup yang materinya menjangkau untuk kepentingan umum dan telah diatur secara khusus dalam SK Ketua Mahkamah Agung RI No. 36/KMA/SK/II/2013.
Atas pertimbangan ini, LBH Jakarta berpendapat bahwa apa yang disebut sebagai “Kepentingan Umum”, tidak melulu hanya persoalan Lingkungan Hidup saja. Bila merujuk pada UUD 1945 maupun Pasal 1 angka 6 UU 2/2012, apa yang disebut sebagai “Kepentingan Umum” diartikan berkaitan dengan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Bila ditafsirkan secara ekstensif, apa yang disebut sebagai “Kepentingan Umum” sesungguhnya berkaitan dengan jaminan konstitusi dalam memenuhi hak-hak dasar warga negara. Hal ini senada dan selaras juga dengan keterangan Ahli Dr. Elisabeth Sundari, S.H., M.Hum yang dalam keterangannya sebagai Ahli di persidangan yang menyatakan bahwa gugatan CLS berangkat dari upaya pembelaan Kepentingan Umum, dan Kepentingan Umum itu sendiri selalu berkaitan dengan jaminan perlindungan hak konstitusi maupun hak asasi manusia.
- Menurut Majelis Hakim, meskipun setelah terbitnya Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (Onrechtmatige Overheidsdaad) (“Perma 2/2019”) masih terdapat Gugatan Warga Negara (Citizen Lawsuit) yang diterima, diperiksa, dan diputus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat -dengan Nomor Perkara Khusus Lingkungan Hidup Nomor 374/Pdt.G/LH/ 2019/PN.Jkt.Pst., hal tersebut disebabkan karena selain perkaranya terkait isu Lingkungan Hidup, diperiksa dan diadili oleh Hakim Khusus Sertifikasi Lingkungan Hidup di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan juga oleh karena belum ada Hakim Khusus Sertifikasi Lingkungan Hidup pada Pengadilan Tata Usaha Negara.
LBH Jakarta menilai bahwa pertimbangan tersebut cenderung mengada-ada. Selain sangat jelas bahwa perkara CLS (Citizen Lawsuit) tetap diterima, diperiksa, diputus, dan diadili di Peradilan Umum (Pengadilan Negeri) sekalipun telah terbit Perma 2/2019, juga pada faktanya ada banyak Hakim Khusus Sertifikasi Lingkungan Hidup di lingkup Pengadilan Tata Usaha Negara -dan selama ini, Pengadilan TUN adalah pengadilan yang banyak menerima perkara terkait isu lingkungan hidup-.
- Majelis Hakim menyatakan bahwa pihaknya sependapat dengan pendapat Tergugat III (Ketua DPR RI) yang menyatakan bahwa perkara a quo bukan merupakan yurisdiksi atau kewenangan Peradilan Umum dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan alasan persoalan hukumnya berkenaan dengan Produk Hukum suatu Peraturan Perundangan yang lebih bersifat khusus, yang kewenangan mengadilinya ada di Mahkamah Konstitusi RI.
Atas pertimbangan ini, LBH Jakarta berpendapat bahwa apa yang digugat dalam gugatan CLS Pinjol ini tidak sekadar mempermasalahkan suatu produk hukum semata yang sudah ada, melainkan ketiadaan kebijakan hukum yang komprehensif terkait permasalahan pinjol (yang termasuk di dalamnya berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia dan hak-hak konsumen pinjol). Artinya, apa yang dipermasalahkan dalam gugatan CLS Pinjol memang bukan terkait satu produk hukum perundang-undangan yang kewenangan mengadilinya di Mahkamah Konstitusi. Sehingga dengan begitu, argumen yang disampaikan oleh Tergugat III maupun yang diamini oleh Majelis Hakim tidaklah tepat.
Berangkat dari kejanggalan-kejanggalan beserta pertimbangan yang disampaikan di atas, maka LBH Jakarta mengajukan upaya hukum banding terhadap putusan sebagai bagian dari upaya korektif terhadap putusan pengadilan yang mengabaikan proses perjuangan warga dan komunitas korban pinjol. Banding ini diajukan sesuai dengan batas tenggat waktu 14 hari sejak diputuskannya putusan pengadilan.
Untuk itu LBH Jakarta mendorong agar:
- Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk segera memproses permohonan upaya hukum banding ini untuk diteruskan ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, sehingga proses upaya hukum banding bisa berjalan tepat waktu dan tidak berlarut-larut;
- Pengadilan Tinggi DKI Jakarta setelah menerima berkas perkara upaya hukum banding untuk memeriksa permohonan banding secara cermat, teliti, dan seksama sehingga dapat mengadili dan memutus perkara secara adil sesuai dengan harapan para penggugat dan warga masyarakat;
- Mahkamah Agung RI, Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, dan Komisi Yudisial RI untuk memberikan atensi dan mengawasi jalannya proses pemeriksaan perkara banding sehingga dapat mewujudkan transparansi dan akuntabilitas;
- Masyarakat publik maupun Komunitas Warga Korban Pinjol (Pinjaman Online) untuk terus mendukung langkah-langkah gugatan CLS (Citizen Lawsuit) permasalahan pinjol, sehingga dapat mendorong Pemerintah maupun Peradilan agar memberikan perhatian penuh mengenai permasalahan pinjol ini.
Hormat kami,
11 Oktober 2022
LEMBAGA BANTUAN HUKUM JAKARTA