Siaran Pers Bersama Aliansi Nasional RKUHP
Aliansi Nasional RKUHP menolak keras cara-cara pemerintah yang melakukan sosialisasi searah tanpa memperhatikan prinsip partisipasi bermakna (meaningful participation). Pada tanggal 23 Agustus 2022, pemerintah yang difasilitasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akan menggelar kick off terkait dengan pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Kami menilai agenda ini sebagai jalan yang formalistik, sebab hanya bertujuan untuk sosialisasi atau edukasi semata. Padahal, masyarakat sipil menghendaki adanya ruang partisipasi dan konsultasi guna mendengar masukan publik secara maksimal.
Aliansi melihat bahwa undangan kick off RKUHP tersebut bukanlah sarana untuk membangun diskursus publik terkait dengan pasal-pasal problematis yang ada pada draft terbaru. Forum ini hanya akan bersifat monolog, bukan dialog yang dikonstruksikan secara setara. Hal tersebut dapat dilihat dari susunan pembicara yang seluruh unsurnya berasal dari pemerintah.
Baca juga:“RKUHP dan Rapat Tertutup DPR”
Lebih jauh, aliansi menilai bahwa kedatangan atau ketidakdatangan masyarakat sipil dalam agenda tersebut juga akan diklaim sebagai bagian dari persetujuan publik. Pemerintah akan berdalih bahwa ruang partisipasi sudah tersedia sehingga memuluskan jalan agar RKUHP segera akan disahkan.
Belum lagi terkait dengan daftar undangan dari acara ini yang kami lihat sangat segmented. Pihak-pihak yang diundang tentu saja tidak representatif dan mewakili unsur masyarakat yang ada. Hal ini tentu diskriminatif, mengingat KUHP baru nantinya akan berlaku bagi semua lapisan tanpa pengecualian.
Berkaitan dengan substansi, Aliansi juga menolak narasi yang terus dibangun pemerintah dan DPR bahwa topik yang dibahas hanya berkaitan dengan 14 pasal krusial. Padahal kami mencatat masih terdapat pasal bermasalah di luar 14 kluster tersebut, utamanya berkaitan dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Sebagai contoh, pasal-pasal yang mengancam demokrasi tercermin dalam penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240 RKUHP), penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 & 354 RKUHP), serta penyelenggaraan unjuk rasa dan demonstrasi tanpa izin (Pasal 273 RKUHP).
Ruang yang tak tersedia secara luas juga kontraproduktif dengan arahan Presiden Joko Widodo yang meminta agar pembahasan RKUHP dilakukan secara partisipatif dan inklusif bersama masyarakat. Sayangnya, pembahasan selama ini dilakukan secara terburu-buru, serta tidak mendengar dan mempertimbangkan masukan masyarakat.
Atas dasar uraian tersebut Aliansi Nasional RKUHP mendesak:
Pertama, membuka ruang-ruang diskusi sesuai dengan prinsip partisipasi bermakna, bukan hanya sosialisasi searah yang sifatnya formalitas belaka;
Kedua, membahas substansi RKUHP secara komprehensif dan tidak hanya terpaku pada 14 pasal krusial.
Jakarta, 22 Agustus 2022
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.