Janji Anies untuk mencabut peraturan hukum yang kerap dipakai sebagai dasar praktik penggusuran paksa di DKI Jakarta tampaknya hanya menjadi pesan palsu. Ini dapat dilihat dari keterangan yang disampaikan oleh Yayan Yuhana, Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta pada Senin, 8 Agustus 2022 lalu yang menyatakan bahwa pencabutan Peraturan Gubernur DKI Jakarta 207/2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin Yang Berhak (“Pergub DKI 207/2016”) tidak bisa dilakukan tahun ini dan harus tahun depan karena dimasukkan dulu dalam Propem Pergub tahun 2023.
Pernyataan tersebut disampaikan secara terbuka di media massa. Namun di sisi lain, pihak Pemprov DKI Jakarta hingga saat ini seolah abai dan sama sekali belum menanggapi Surat Tindak Lanjut atas Permohonan Pencabutan Pergub DKI 207/2016 tertanggal 6 Juni 2022 maupun permohonan audiensi yang dilayangkan oleh Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (“KRMP”) pada 4 Agustus 2022 lalu.
Audiensi KRMP dan Anies Baswedan
Upaya KRMP untuk mendorong pencabutan Pergub tersebut sebenarnya telah berlangsung lama. Terakhir pada 6 April 2022 lalu, KRMP telah bertemu langsung dengan Gubernur DKI Jakarta, Asisten Pemerintahan Sekda Provinsi DKI Jakarta, Kepala Biro Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta dan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, di mana dalam pertemuan tersebut KRMP memaparkan alasan pencabutan Pergub DKI 207/2016 yang kemudian ditandai dengan Berita Acara Hasil Rapat. Saat itu KRMP juga menjawab kekhawatiran Pemprov DKI, di mana pencabutan Pergub DKI 207/2016 tidak akan menimbulkan kekosongan hukum, akan tetapi justru memberikan kepastian hukum untuk memilah secara tegas permasalahan penyerobotan tanah dan penelantaran tanah sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atas pemaparan KRMP, dalam pertemuan tersebut Gubernur DKI Jakarta menyatakan akan melakukan review atas materi yang dipaparkan dan akan melakukan moratorium Pelaksanaan Penertiban sampai dengan ada keputusan terkait yang ditargetkan dalam waktu 14 hari. Namun, hingga hari ini sudah berselang 4 (empat) bulan belum ada informasi atas tindak lanjut permohonan pencabutan Pergub DKI 207/2016 tersebut.
KRMP Menilai Pernyataan Yayan Yuhana
Atas pernyataan Kepala Biro Hukum Setda Provinsi DKI Jakarta yang menunjukkan lepas tangannya Gubernur DKI Jakarta dalam mencabut Pergub DKI 207/2016, KRMP menilai:
Pertama, pernyataan bahwa rencana pencabutan Pergub DKI 207/2016 tidak dapat dilakukan karena belum masuk ke dalam Program Pembentukan Peraturan Gubernur (Propem Pergub) menunjukkan ketidakseriusan dan nihilnya komitmen Gubernur DKI Jakarta. Pasalnya, Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembentukan Produk Hukum Daerah (“Pergub DKI 31/2021”), secara khusus pada Pasal 11 Ayat (1) mengatur bahwa dalam keadaan tertentu, rancangan Peraturan Gubernur dapat diusulkan di luar Propempergub. Pada Ayat (2) huruf d nya menyebutkan bahwa keadaan tertentu yang dimaksud meliputi “berdasarkan perintah Gubernur”. Sehingga jelas bahwa pernyataan Kepala Biro Hukum tersebut terbantahkan secara hukum, sebab Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, pada dasarnya memiliki kewenangan hukum untuk memerintahkan dilakukannya pencabutan Pergub DKI 207/2016.
Kedua, terkait kekhawatiran Pemprov DKI Jakarta dan Biro Hukum Setda Pemprov DKI Jakarta yang hingga kini mengira akan ada kekosongan hukum bila Pergub DKI 207/2016 dicabut, pada dasarnya kekhawatiran ini sama sekali tidak berdasar secara hukum. Yang terjadi justru sebaliknya, keberadaan Pergub DKI 207/2016 justru menyebabkan tumpang tindih permasalahan lebih lanjut, karena mencampuradukkan dua permasalahan yang berbeda antara praktik penyerobotan tanah (unsur pidana: secara paksa dan sengaja) dengan penguasaan tanah dengan itikad baik akibat penelantaran tanah. Padahal telah jelas jika pengaturan hukum mengenai praktik penyerobotan tanah sudah diatur di dalam Pasal 167 KUHP, sedangkan terkait penelantaran tanah secara jelas diatur dalam Pasal 7 PP 20/2021 yang mengatur mengenai ketentuan pendayagunaan penertiban tanah terlantar. Adanya Pergub DKI 207/2016 ini justru telah melangkahi kekuasaan kehakiman dan sebagai bentuk main hakim sendiri (eigenrichting) oleh pihak Pemerintah Daerah.
Ketiga, tidak ada transparansi dalam proses permohonan pencabutan Pergub DKI 207/2016 yang telah dilakukan oleh KRMP sejak Februari lalu. Padahal KRMP telah melakukan korespondensi kepada pihak Gubernur untuk mendapatkan informasi terkait pencabutan Pergub DKI 207/2016. Padahal ketentuan Pergub DKI 31/2021 telah jelas mengatur mengenai tahapan pembentukan Peraturan Gubernur, di mana ia dimulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, fasilitasi, penetapan, penomoran dan pengundangan, autentifikasi, hingga penyebarluasan dan pendokumentasian. Namun, hingga hari ini tidak ada respon terkait proses pencabutannya yang sudah sampai mana dan apakah berhasil atau tidak pencabutan Pergub DKI 207/2016 tersebut dilakukan.
Keempat, alasan yang disampaikan oleh Kepala Biro Hukum bahwa jika rencana pencabutan Pergub DKI 207/2016 tidak dimasukkan ke dalam Propempergub, maka akan ditolak oleh Menteri Dalam Negeri dalam proses fasilitasi, hal ini tidak sejalan dengan prinsip otonomi daerah yang bersifat mandiri dan bebas dalam mengatur dan mengurus urusan di daerahnya. Telah jelas disampaikan sebelumnya bahwa Gubernur justru mempunyai kewenangan untuk memerintahkan diterbitkannya suatu Peraturan Gubernur. Pun, jika dilihat dalam setiap tahapan atau prosesnya, Gubernur-lah yang melakukan penetapan dan menandatangani naskah rancangan peraturan gubernur. Sehingga, pencabutan Pergub DKI 207/2016 ini jelas berada di kewenangan Gubernur DKI Jakarta, bukan tergantung pada Menteri Dalam Negeri. Putusan Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Putusan MK No. 56/PUU-XIV/2016 telah menguatkan bahwa kewenangan pemerintah pusat sebelumnya yang terlalu besar dalam intervensi peraturan daerah/kepala daerah telah melanggar prinsip otonomi daerah dan melanggar ketentuan Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 dan bertentangan dengan konstitusi (law against the constitution).
KRMP Mendesak Anies Baswedan
Berdasarkan hal-hal tersebut, Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP) mendesak dan menuntut:
- Gubernur DKI Jakarta agar menjalankan janji dan komitmennya dengan memerintahkan dilakukannya pencabutan Peraturan Gubernur DKI Jakarta 207/2016 sebagaimana kewenangan tersebut sesuai dengan Pergub DKI 31/2021;
- Gubernur DKI Jakarta untuk memberikan tanggapan dan informasi terkait bagaimana proses dan tahapan pencabutan Pergub DKI 207/2016 yang telah dimohonkan sejak 10 Februari 2022
- Gubernur DKI Jakarta untuk menerima permohonan audiensi berdasarkan surat Permohonan Audiensi Nomor 06/SK.KRMP/VIII/2022 yang telah dikirim dan diterima tertanggal 4 Agustus 2022.
Narahubung:
- Jihan Fauziah Hamdi ([email protected])
- M. Charlie Meidino Albajili ([email protected])
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui www.donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.