Pada 5 Agustus 2022 lalu, LBH Jakarta telah resmi menutup Pos Pengaduan #SaveDigitalFreedom yang diperuntukan bagi masyarakat yang dirugikan akibat pemblokiran sewenang-wenang maupun represi kebebasan di ranah digital akibat pemberlakuan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 5 Tahun 2020 (“Permenkominfo 5/2020”).
Total terdapat 213 pengaduan masuk masyarakat yang masuk selama 7 hari Pos Pengaduan dibuka terhitung sejak 30 Juli 2022. Pengaduan masuk paling banyak pada 31 Juli 2022 (75 pengaduan) dan 1 Agustus 2022 (62 pengaduan). Pengadu terdiri dari 211 individu dan 2 Perusahaan dengan bidang pekerjaan beragam mulai dari yang terbanyak adalah freelancer (48%), karyawan swasta (14%), developer (12%), mahasiswa/ pelajar (12%) hingga lainnya seperti dosen, musisi dan entrepreneur. Dari 213 pengaduan masuk tersebut, 194 pengadu menjelaskan permasalahan dampak kebijakan, Sedangkan 18 sisanya berupa dukungan, protes kebijakan hingga pertanyaan hukum. Hanya 62 Pengadu yang melampirkan bukti kerugian dimana total kerugian diestimasikan mencapai Rp 1.556.840.000,-. Adapun masalah yang paling banyak diadukan terkait dampak pemblokiran Paypal yang mencapai 64%.
Pola permasalahan yang diadukan masih meliputi empat pola permasalahan yang disampaikan sebelumnya. Pertama, hilangnya akses terhadap layanan-layanan yang berhak didapatkan Pengadu dengan berbayar pada situs-situs yang diblokir seperti Steam, Epic dan beberapa situs lainnya. Kedua, hilangnya penghasilan. Tidak dapat diaksesnya Steam, Epic dan lainnya misalnya, menghilangkan penghasilan Pengadu yang menggunakan layanan tersebut untuk mendapatkan penghasilan seperti atlet esports hingga developer. Selain itu pemblokiran Paypal juga mengganggu sistem transaksi dan pencairan dana pendapatan banyak freelancer dan pekerja kreatif. Ketiga, hilangnya pekerjaan. Diblokirnya Paypal dalam beberapa waktu lalu telah mengakibatkan banyak pengadu kehilangan klien dan gagal melakukan kesepakatan kerja. Keempat, pengadu yang mengalami doxing akibat menyampaikan protes dan penolakan terhadap pemblokiran dan pemberlakuan Permenkominfo No 5/2020.
- Baca juga: “LBH Jakarta Terima 182 Pengaduan Masyarakat yang Dirugikan Kebijakan Permenkoinfo No. 5 Tahun 2020”
Berdasarkan data tersebut, LBH Jakarta berpandangan:
Pertama, tindakan pemblokiran dengan alasan tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) justru mengorbankan masyarakat dengan timbulnya kerugian yang besar dan meluas khususnya pada pekerja industri kreatif. Pemerintah tidak mempertimbangkan dan memperhitungkan aspek kepentingan masyarakat sebelum melakukan tindakan pemblokiran. Hal tersebut melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam Pasal 52 jo Pasal 10 UU Administrasi Pemerintahan;
Kedua, tindakan pemblokiran tidak sesuai dengan standar dan mekanisme HAM. Pembatasan akses internet tidak dapat dilakukan sewenang-wenang karena prinsipnya akses internet adalah hak asasi manusia yang terkait dengan hak atas informasi, hak kebebasan berekspresi hingga hak memperoleh kehidupan yang layak. Pembatasannya diatur secara limitatif dalam pasal 19 ayat (3) Kovenan Hak Sipol, Pasal 28J ayat 2 UUD 1945 hingga Prinsip Siracusa yang secara garis besar syaratnya harus diatur dalam undang-undang, tujuan yang sah, adanya keperluan, hingga mekanisme pembuktian yang transparan, adil dan imparsial melalui forum pengadilan. Tindakan upaya paksa pemblokiran dengan alasan tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) tidak memiliki legitimasi pembatasan yang diatur dalam UU melainkan hanya pada level peraturan pelaksana Permenkominfo 5/2020 sehingga melanggar standar HAM. Pasal 40 ayat 2a, 2b UU ITE yang seringkali dicatut sebagai dasar hanya memberikan wewenang pemutusan akses bagi PSE yang memiliki muatan melanggar hukum yang didasarkan pada putusan pengadilan. Beberapa situs yang diblokir tidak pernah dinyatakan memiliki muatan yang melanggar hukum tersebut.
Ketiga, tindakan pemblokiran kominfo merupakan perbuatan melawan hukum penguasa karena tidak sesuai dengan standar HAM, tidak terdapat alasan pembenar menurut hukum, bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dan mengakibatkan kerugian bagi masyarakat luas. Pasal 53 ayat 1 UU PTUN jo Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan telah memberikan hak bagi siapapun yang dirugikan atas tindakan pemerintahan untuk melayangkan gugatan. Tindakan koreksi harus dilakukan untuk mencegah terulangnya pelanggaran dan kerugian masyarakat di masa mendatang.
Berdasarkan hal tersebut, LBH Jakarta bersama masyarakat akan mempersiapkan gugatan kepada Menkominfo untuk membatalkan tindakan dan kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang serta melanggar hukum dan HAM tersebut.
Jakarta, 7 Agustus 2022
Hormat Kami,
LBH Jakarta
Dukung layanan bantuan hukum gratis dengan berdonasi ke SIMPUL LBH Jakarta melalui www.donasi.bantuanhukum.or.id, kami butuh bantuanmu.